Tanggal 7 Februari 2014 di
Masjid Baitul Futuh, UK.
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك لـه، وأشهد أن
محمّدًا عبده ورسوله. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرّجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن
الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم
الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب
عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ،
Program Mingguan MTA dibawah
judul Rah-e-Huda (Jalan untuk memperoleh Hidayah), para Muballigh dan beberapa
Ulama Jemaat mengadakan acara diskusi tentang berbagai macam masalah dan juga
disediakan waktu untuk tanya-jawab dengan para pemirsa yang mengadakan kontak
langsung, termasuk orang-orang Ghair Ahmadi juga mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Pada Minggu yang lalu saya sempat menyaksikan program
tersebut. Waktu itu sedang berlangsung pertanyaan-pertanyaan dari seorang ghair
Ahmadi tentang sebuah ilham Hadhrat Masih Mau’ud as. Bahkan pertanyaan itu dalam bentuk tuduhan. Ia berkata, “Jika
kita melihat Al-Quranul Karim, firman Allah Ta’ala,
Hadits dan juga kalam (ucapan) para salafush
shalihin (orang-orang suci zaman awal Islam), semua mempunyai kaitan satu
sama lain, tapi kaitan itu tidak dapat dilihat di dalam kata-kata ilham Hadhrat
Masih Mau’ud as atau kami tidak
memahaminya.”
Sekalipun tujuan dari penanya
itu bukan untuk mengajukan objection
(keberatan), namun dari nada suaranya itu memang keberatan.
Kalimat ilham itu adalah
sebagai berikut:
‘Das din ke ba’d me maoj
dekhata huu’. Alaa innaa nasrallaahi qariib, fii syaa-ilin- miqyaas. Then will
you go to Amritsar.’[2]
Jawaban atas pertanyaan itu
kepada penanya secara singkat telah diberikan menurut pendapat sendiri [yaitu
pendapat ulama Jemaat, narasumber acara tersebut]. Tetapi, saya pikir
penjelasannya perlu diberikan secara rinci dalam kata-kata Hadhrat Masih Mau’ud
as sendiri. Mungkin orang yang
mengajukan keberatan atau anak-anak muda kita yang kurang ilmu pengetahuan
tidak akan terkesan dengan pertanyaan itu atau mereka menghendaki keterangan
secara rinci.
Pertanyaan-pertanyaan
kadang-kadang dijawab pada waktu itu juga oleh Ulama kita dalam program ‘Rah-e-Huda’ itu. Terkadang jika jawaban
diperlukan secara rinci maka jawaban itu diberikan dalam program berikutnya.
Karenanya, setiap pertanyaan atau kritikan yang timbul tidak perlu saya jawab
langsung melalui khotbah. Namun, saya beritahu penjelasannya secara rinci pada
hari ini, sebab masalah yang sedang dibahas dalam khotbah-khotbah Jumat lalu,
diantaranya telah saya katakan adalah bahwa Tanda-tanda Hadhrat Masih Mau’ud as, dukungan Allah Ta’ala, meningkatnya iman kita dan untuk menutup mulut orang-orang
ghair, betapa banyak jumlahnya barangkali orang-orang ghair sedikitpun tidak
memilikinya.
Masalah atau ilham yang
menjadi sasaran ejekan oleh penanya itu telah dikemukakan oleh Hadhrat Masih
Mau’ud as dalam Kitab Barahin
Ahmadiyya sebagai tanda kebenaran beliau. Begitu juga dalam Tazkirah telah
disebutkan dengan sangat rinci. Walhasil, dari pertanyaan atau keberatan
penanya itu dapat diketahui bahwa sekurang-kurangnya ia telah membaca Tazkirah.
Tetapi, demi mengacaukan pikiran orang ia sengaja tidak menyebutkan kalimat
[penjelasan] yang berkaitan dengan ilham itu. Di dalam Barahin Ahmadiyya juga
diterangkan masalah ini yang mungkin penanya itu telah membacanya juga. Menurut
pendapat saya, ia tidak mempunyai kemampuan untuk memahami kitab itu
dikarenakan kitab itu memerlukan perhatian penuh untuk membacanya.
Namun demikian, saya hendak
menyajikan referensi (rujukan) aslinya yang merujuk pada sejarahnya pada tahun
1882, Hadhrat Masih Mau’ud as
bersabda: ”Beberapa waktu yang lalu saya sangat memerlukan banyak uang, seorang
Arya yang suka datang kepada saya pun menjadi saksi bahwa saya sedang sangat
memerlukan uang. Sebab itu, tanpa disadari timbul gejolak di dalam pikiran saya
untuk mengajukan permohonan kepada Allah Ta’ala
Yang Maha Tunggal untuk terlepas dari kesulitan ini, agar melalui pengabulan
doa itu saya bukan hanya dapat mengatasi kesulitan namun untuk membuktikan
bahwa Allah Ta’ala mendukung saya
dalam menghadapi tantangan musuh, sebagai tanda kebenaran saya yang akan
disaksikan oleh mereka. Hari itu juga saya memanjatkan doa kehadirat Allah Ta’ala dan memohon kepada-Nya untuk
memberitahukan tentang datangnya suatu pertolongan keuangan. Setelah berdoa,
waktu itu juga saya menerima Ilham ini:
(Hadhrat Masih Mauud as sendiri menjelaskan): “Setelah sepuluh hari uang akan datang.
Pertolongan Tuhan sudah dekat, seperti seekor unta sudah mengangkatkan ekornya
untuk melahirkan, pada waktu itu anaknya akan cepat lahir. Demikian juga
pertolongan Tuhan sudah sangat dekat. Kemudian ilham dalam Bahasa
Inggris, ‘Then will you go to Amritsar,’ – ‘Apabila uang sudah datang, baru engkau akan pergi ke Amritsar.’
Sebagaimana diberitahukan dalam nubuatan sebelumnya maka sesuai dengan itu telah
sempurna kejadian ini di depan orang Hindu Arya. Sesuai dengan kehendak kabar
sebelumnya yang berupa nubuatan, sampai sepuluh hari belum diterima suatu
berita apapun. Setelah sepuluh hari, yakni pada hari kesebelas, Muhammad Afdal
Khan, Superintendent yang tinggal di Rawalpindi, mengirimkan uang sebanyak 110
rupees. Uang 20 rupees diterima dari tempat lain lagi. Setelah itu mulailah
uang-uang rupees berdatangan di luar dugaan sama sekali, dan setelah sepuluh
hari yakni pada hari ke-11 setelah datang uang dari Muhammad Afdal Khan,
Superintendent, Settlement, Rawalpindi, 110 Rupees dan 20 rupees diterima dari
tempat lain lagi, kemudian saya harus pergi ke Amritsar. Sebab pada waktu itu
juga diterima sebuah panggilan dari Pengadilan Kasus Kecil di Amritsar, untuk
menjadi saksi dalam sebuah kasus.”[3]
Itulah ilham seluruhnya dan
latar belakangnya. Di tempat lain Hadhrat Masih Mau’ud as menyampaikan tambahan penjelasan lagi dan selain itu juga
menjelaskan satu lagi tanda sebagai berikut: “Beberapa waktu yang lalu…seorang
bernama Nur Ahmad, Hafiz (hapal Al-Quran), juga seorang Haji dan mungkin ahli
bahasa Arab, penceramah kepada Al-Quran, dan secara khusus tinggal di Amritsar;
dalam keadaan berkelana berjalan kaki bak seorang Darweisy tiba-tiba datang ke
sini. Karena ia tinggal dengan kami dan ia sendiri telah mengemukakan pendapat
yang keliru tentang ilham, bahkan ia menyatakan diri sebagai penda’wa, hati
saya merasa sedih karenanya.”
Sebab, gurunya yang membawa
pendapat yang salah itu, yang namanya juga disebut di dalam Barahin Ahmadiyya,
ia sering berkata bahwa ia merasa ragu tentang wahyu-ilham para Waliullah. Nur
Ahmad juga terpengaruh oleh pendapat gurunya itu sehingga ia merasa ragu
tentang ilham. Hadhrat Masih Mau’ud as
bersabda menyebutkan bahwa ia sangat meragukan ilham,
“Saya berusaha sedapat mungkin
memberi penerangan yang diterima akal, namun tidak memberi kesan apapun
padanya. Akhirnya saya merujuk kepada Allah Ta’ala
(kemudian inilah yang dilakukan yaitu
berdo’a ke hadirat-Nya) dan memberitahukan kepadanya (Nur Ahmad) sebelum
munculnya kabar ghaib, ‘Saya akan berdoa kepada Allah Ta’ala. Bukan hal yang aneh jika Allah mengabulkan doa saya dan
Anda (yaitu Nur Ahmad) akan menyaksikan sendiri dengan mata kepala anda
sempurnanya kabar gaib tersebut.’ Malam itu saya berdoa ke hadhirat Tuhan Yang
Qadir. Di waktu subuh tiba-tiba dalam kasyaf diperlihatkan sehelai surat kepada
saya yang dikirim oleh seseorang lewat Pos. Pada surat itu tertulis kalimat
berbahasa Inggris, ‘I am quarreler’ dan tertulis dalam bahasa Arab "هذا شاهدٌ نزّاغٌ" ‘Haadza
syaahidun nazzaagh’. Saya
juga menerima kalimat ini melalui ilham, seakan-akan penulis surat itu
menujukan suratnya kepada saya. Kemudian keadaan kasyaf berakhir.
Karena saya tidak paham bahasa
Inggris, maka pada waktu subuh, kasyaf dan ilham itu saya beritahukan kepada
Hafiz Nur Ahmad dan saya beritahukan juga tentang surat yang akan datang,
(Hafiz Nur Ahmad yaitu orang yang berada dalam keraguan terhadap ilham-ilham
para Waliullah yang sedang dibicarakan, setelah memberitahukan kepadanya
mengenai Kayaf dan ilham). kemudian ditanyakan arti ilham itu kepada seorang
yang paham bahasa Inggris. Barulah saya paham artinya yaitu ‘Saya tukang bertengkar.’ Maka, dengan
kalimat ringkas itu sudah jelas diketahui maksudnya bahwa akan datang sepucuk
surat tentang suatu pertengkaran dan "هذا
شاهدٌ نزّاغٌ" ‘Haadza
Syaahidun nazzaagh’
kalimat kedua yang dikirim oleh penulis surat maksudnya sudah terbuka bahwa
penulis surat itu memberi kabar tentang kesaksian di dalam sebuah sidang
Pengadilan.
Pada hari itu Hafiz Nur Ahmad
Sahib tidak bisa pergi ke Amritsar disebabkan turun hujan lebat. Sesungguhnya
penyebab hambatan kepergiannya itu turun dari Langit (Tuhan) yang merupakan
kabar terkabulnya doa saya, agar apa yang saya mohon kepada Allah Ta’ala untuknya itu, dapat ia saksikan
sempurnanya kabar gaib itu dengan mata kepalanya sendiri.
Pendeknya semua kabar gaib itu
sebelumnya telah diberitahukan kepadanya. Pada petang hari, di hadapan matanya
sendiri, saya menerima sepucuk surat tercatat dari Tn. Padri (Pendeta) Rajab
‘Ali, Manager dan Pemilik (Percetakan) Safir Hind Press. Dari surat itu
diketahui bahwa Padri Sahib itu telah mengirimkan sebuah tuntutan menentang
juru tulisnya, yang juga menjadi juru tulis buku ini, kepada Pengadilan
Kasus-kasus Kecil dan telah memberikan nama saya sebagai saksi.
Di waktu yang sama saya juga
menerima panggilan dari Pengadilan. Setelah menerima surat itu kalimat ilham "هذا شاهدٌ نزّاغٌ" ‘Haadza
Syaahidun nazzaagh’
yang artinya ‘saksi ini penyebab
kehancuran’ dari arti ini telah menjadi kenyataan bahwa di dalam hati
Pemilik Safir Hind Press, Amritsar itu yakin sepenuhnya kesaksian diri saya yang
sederhana ini betul-betul tepat dan akan sesuai dengan kejadian sebenarnya dan akan
menjadi penyebab kehancuran pihak kedua, lawan beliau. Hal demikian karena
kesaksian tersebut jujur, dapat diandalkan, layak dipertimbangkan dan
dihargai.”
Itu artinya, kesaksian
tersebut akan benar, penting dan kuat, yang maknanya bahwa penjelasan Hadhrat
Masih Mau’ud as penting dari berbagai
segi. Melihat akan kepentingannya, sang Padri menganggap kesaksian itu akan
menjadi penyebab kehancuran lawannya.
“Sesuai dengan itulah Pemilik
Press Sahib tersebut membebani saya dengan telah membuatkan surat panggilan
oleh pihak Pengadilan untuk saya supaya saya memberi kesaksian. Bertepatan
dengan itu, hari itu adalah hari dimana kabar gaib ini sempurna dan waktunya
untuk pergi ke Amritsar sudah tiba, dan hari itulah hari sempurnanya kabar gaib
yang pertama. Maka, kabar gaib itu sudah sempurna di hadapan Hafiz Nur Ahmad
Sahib juga, yakni pada hari itu ‘das din
ke ba’d’ (setelah sepuluh hari)
uang Rupees [kiriman via pos] telah tiba dan terpaksa harus pergi ke Amritsar
juga. فالحمد لله على ذلك Falhamdulillaahi ‘ala dzalik.”[4]
Itulah semua yang pada khotbah
hari ini ingin saya jelaskan tentang Tanda-Tanda (kebenaran) Hadhrat Masih
Mau’ud as. Telah saya jelaskan bahwa
saya membicarakan seputar ini karena adanya pertanyaan yang diajukan di MTA
Program Rah-e-Huda. Insya Allah,
Tanda-tanda lainnya akan dijelaskan dalam program selanjutnya.
Sekarang saya ingin berbicara
tentang keadaan amal para anggota Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud as yang selalu menjadi bahan pikiran
beliau as. Sebelum menyampaikan hal
itu, saya ingin menyampaikan nasihat-nasihat dari inti sari riwayat hidup
Hadhrat Masih Mau’ud as yang disusun
oleh Hadhrat Mirza Bashir Ahmad Sahib ra.
Adalah ihsan dan karunia Allah Ta’ala
terhadap Jemaat Ahmadiyah bahwa apabila Khalifah-e-Waqt menaruh perhatian
terhadap suatu masalah, maka jika masalah itu berkenaan dengan reformasi
(perubahan), maka sebagian besar anggota Jemaat menaruh perhatian penuh
terhadap reformasi itu. Dan hal hal ini terbukti dari surat-surat yang saya
terima dari para anggota dan juga banyak penolong Khilafat yang dianugerahkan
Allah Ta’ala, mereka juga mengirim
beberapa rujukan yang mereka ingat.
Apakah sebelumnya mereka telah
membaca referensi itu, namun tidak dapat diketahui. Sirat yang akan saya
kemukakan merupakan bagian dari apa yang menjadi pikiran Hadhrat Masih Mau’ud as Intisari dari buku Hadhrat Mirza
Bashir Ahmad Sahib telah dikirim oleh seorang Muballigh kepada saya sebab
beliau tahu bahwa saya sedang memberi penjelasan-penjelasan tentang reformasi
amal. Semoga Allah Ta’ala memberi
pembalasan setimpal kepadanya.
Intisari yang telah dijelaskan
itu adalah, Maulvi Sayyid Sarwar Shah Sahib memberi tahu Sahibzada Mirza Bashir
Ahmad Sahib yiatu demikian, “Pada suatu hari Mir Nasir Nawab Sahib dan Maulwi
Muhammad Ali Sahib mempunyai suatu perselisihan pendapat. Sambil menunjukkan
kemarahan Mir Sahib memberitahukan hal itu kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. (yaitu telah terjadi perselisihan
sehingga ia menunjukan kemarahannya)
Ketika Maulwi Muhammad Ali Sahib mengetahui
hal itu, beliau pergi menjumpai Hadhrat Masih Mau’ud as dan berkata bahwa: ‘Kami telah datang ke Qadian karena Hudhur,
dengan maksud apabila ada kesempatan kami ingin berkhidmat kepada agama. Namun
jika keluhan seperti itu sampai kepada Hudhur, maka Hudhur juga adalah seorang
manusia, mungkin saja di dalam kalbu Hudhur timbul suatu hal kurang baik
tentang kami. Jika demikian, maka kedatangan kami ke Qadian bukan mendatangkan
faedah melainkan sebaliknya mendatangkan kerugian.’
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, ‘Memang Mir Sahib telah
berkata sesuatu kepada saya, tetapi waktu itu saya sedang terbenam dalam
memikirkan sesuatu, dan saya bersumpah atas nama Tuhan, apa gerangan yang telah
Mir Sahib katakan itu, dan apa yang tidak beliau katakan saya tidak tahu sama
sekali.’
Kemudian beliau as bersabda: ‘Semenjak beberapa hari
timbul pikiran di dalam benak saya dengan sangat keras, yang membuat saya tidak
ingat perkara yang lain. (ini adalah bahasan-bahasan yang direnungkan dengan
sangat dalam) Setiap waktu duduk-bangun, perkara itulah yang selalu timbul di
dalam benak saya. Saya duduk di luar bersama beberapa orang lain dan seseorang
berkata kepada saya, di waktu itu juga di dalam benak saya berputar soal
pikiran seperti itu. Mungkin seseorang mengira saya sedang mendengarkan
perkataannya. Tetapi, sebenarnya saya tetap terbenam di dalam pikiran itu. Saat
saya kembali ke rumah, pikiran itulah yang tidak mau lepas dari benak saya.
Pendeknya pada hari-hari itu benak saya sedang dirundung dan dikuasai oleh
pikiran-pikiran itu, sehingga tidak ada peluang untuk memikirkan sesuatu yang
lain.
Apakah gerangan pikiran itu? Tiada lain
adalah: Apakah maksud dan tujuan kedatangan saya? Maksud dan tujuan kedatangan
saya adalah hendaknya dipersiapkan sebuah Jemaat yang terdiri dari orang-orang
mukmin sejati yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah Ta’ala, menjalin hubungan sejati dengan-Nya, menjadikan Islam
sebagai jalan hidupnya, mengamalkan uswah
hasanah (suri teladan terbaik) Hadhrat Rasulullah saw, dan melangkahkan
kaki di atas jalan-jalan reformasi dan takwa serta menegakkan teladan akhlak
yang tinggi supaya melalui Jemaat seperti itu dunia memperoleh hidayah, dan
agar kehendak Tuhan terpenuhi.
Jika maksud ini tidak terpenuhi maka
seandainya kita meraih kemenangan di atas musuh melalui bukti serta
dalil-dalil, dan mereka ditaklukkan secara total, yakni meraih kemenangan di
atas mereka, maka kemenangan kita itu bukanlah kemenangan hakiki, sebab jika
maksud kebangkitan kami tidak terpenuhi maka seakan-akan semua pekerjaan kita
menjadi sia-sia belaka.
Tetapi, saya menyaksikan
kemenangan dari segi bukti dan dalil-dalil sedang diperoleh dengan Tanda-tanda
yang sangat gemilang dan musuh-musuh juga mulai merasa lemah (tidak berdaya)
menghadapi kita, akan tetapi yang menjadi maksud utama kebangkitan kami, sampai
sekarang terdapat sangat kurang sekali hasilnya di dalam Jemaat. Dan untuk itu
sangat diperlukan perhatian sepenuhnya. Jadi, itulah pikiran yang selalu datang
ke dalam benak saya. Dan ia demikian keras menguasai benak saya sehingga saya
tidak dapat melepaskan diri dari padanya.’”[5]
Jadi, itulah rasa keperihan
hati beliau yang membuat beliau sangat sedih dan risau. Di dalam waktu yang
berbeda-beda beliau as memberi
nasihat kepada Jemaat bagaimana menjadi seorang Ahmadi. Selain kitab-kitab yang
telah beliau tulis, terdapat Malfuzat sebanyak 10 jilid, merupakan
laporan-laporan ringkas dari majlis-majlis Hadhrat Masih Mau’ud as. Setiap buku dari 10 jilid ini
mengandung nasihat-nasihat dan harapan-harapan Hadhrat Masih Mau’ud as dan menjelaskan masalah reformasi
amal dari segala segi. Beberapa di antaranya saya sekarang ingin
menyampaikannya.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: ”Saya telah berulang kali
mengatakan tentang saling menyayangi satu sama lain dan saling menciptakan
keharmonisan di kalangan Jemaat dan kalian harus membina kesatupaduan,
persatuan dan selalu berkumpul bersama. Ajaran yang diberikan Allah Ta’ala kepada orang-orang Muslim adalah,
jadilah kalian laksana satu wujud jika tidak, kalian akan runtuh. Perintah
untuk berdiri rapat satu dengan yang lain di waktu shalat tujuannya agar
terwujud persatuan bersama. Laksana kekuatan tenaga listrik tegangannya akan
menyalur dari seorang kepada yang lain. Jika cerai-berai dan tidak bersatu maka
kalian akan bernasib buruk.
Hadhrat Rasulullah saw
bersabda: ‘Jalinlah kecintaan satu sama lain dan berdoalah secara diam-diam
bagi orang lain (sekarang kita melihat diantara kita, perlu mengoreksi diri
masing-masing, yaitu berapa banyaknya orang Jjemaat yang saling mendoakan satu
dengan yang lainnya secara diam-diam) Jika seseorang berdoa bagi orang lain
secara diam-diam maka malaikat akan berkata kepadanya: ‘Semoga sama seperti itu
bagi engkau juga.’ Betapa indahnya hal itu! Jika doa manusia tidak terkabul, maka
doa malaikat akan dikabulkan-Nya. Saya ingin memberi nasihat kepada kalian
bahwa, janganlah berselisih paham dengan sesama yang lain.”
Beliau as bersabda: “Saya membawa dua macam hal (tugas), pertama,
usahakanlah Tauhid Ilahi, dan kedua, tunjukkanlah kecintaan dan simpati
terhadap sesama yang lain. Tunjukkanlah teladan yang menjadi karamah (mukjizat) bagi orang lain. Itulah
tanda yang ditanamkan di dalam kalbu para Sahabat Rasulullah saw dengan
firman-Nya, كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ‘Kuntum
a’daa-an- fa-allafa baina quluubikum’ – ‘Dahulu kalian saling bermusuhan kemudian Dia (Tuhan) menyatukan hatimu
dengan kecintaan antara satu sama yang lain.’ (Ali Imran: 104).
Ingatlah, bersatu hati itu mukjizat. Ingatlah, selama setiap orang di antara
kalian tidak berlaku apa yang dia sukai bagi dirinya itu juga yang disukai bagi
saudaranya, maka dia bukanlah dari Jemaatku! Dia yang terkena musibah dan bala
maka akhir kesudahan hidupnya tidak baik.”
Selanjutnya beliau as
bersabda: “Ingatlah, menyingkirkan kedengkian adalah alamat (tanda kebenaran) Mahdi. Apakah tanda ini tidak terbukti
dengan sempurna? Sungguh, pasti sempurna. Mengapa kalian tidak bersabar?
Sebagaimana di dalam masalah pengobatan, penyakit-penyakit tidak bisa hilang
selama tidak dibasmi seluruhnya. Sebuah Jemaat akan didirikan melalui saya,
insya Allah! Apa gerangan penyebab permusuhan? Tiada lain adalah kikir, congkak
atau sombong, cinta diri sendiri dan emosi.
Orang yang tidak dapat menguasai
emosinya akan saya keluarkan dari Jemaat. Ia tidak bisa tinggal bersama seperti
saudara kandung dan tidak saling cinta-mencintai satu sama lain. Orang-orang
yang demikian keadaannya, ingatlah! Mereka berada di sini (dunia ini) hanya
untuk beberapa hari saja sebagai tamu. Kecuali mereka menunjukkan teladan yang
indah, saya tidak bertanggung jawab atas keberatan yang dilakukan orang lain
(non Jemaat) terhadapnya atas suatu sebab. Orang yang masuk ke dalam Jemaat
saya namun tidak berlaku sesuai dengan kehendak saya, adalah seperti sebatang
dahan yang kering. Apa faedahnya jika tukang kebun tidak memotongnya? Sekalipun
dahan kering bersatu dengan dahan segar, ia menyerap air namun tetap kering,
tidak segar dan tidak menghijau. Bahkan, dahan itu membahayakan dahan yang
lain. Oleh sebab itu takutlah! Orang yang tidak mengobati dirinya, tidak akan
tinggal bersama kami!”[6]
Kutipan ini sudah berulangkali
kita dengar dan kita baca, tetapi jika disatukan dengan intisari yang
dikemukakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as
dalam penuh kepedihan, “Untuk beberapa hari lamanya, tidak ada hal yang berada
di benak saya kecuali hanya memikirkan tentang perbaikan amal perbuatan orang Jemaat.”
Tentu akan menjadi penyebab kita berpikir yang khas ke arah itu semua.
Selanjutnya Hadhrat Masih
Mau’ud as bersabda: “Saya berkata
secara terbuka, selama seseorang tidak mendahulukan kepentingan Allah Ta’ala dalam setiap urusan, dan selama
Dia tidak melihat dalam hati orang itu bahwa dia adalah milik-Nya, maka orang
itu tidak dapat disebut orang beriman sejati. …Seorang Muslim adalah gambaran
dari "أسلم وجهه لله" ‘aslama wajhahu lillaah’ yang menyerahkan dirinya
sepenuhnya kepada Allah (Al Baqarah 113) وَجْھَہ berarti
muka, namun dapat dipakai juga dalam arti wujud seorang manusia. Jadi, seorang
yang menyerahkan segala kemampuan yang dia miliki kepada Allah, ia berhak
disebut seorang Muslim sejati.
Saya ingat, seorang Muslim
bertabligh kepada seorang Yahudi dan berkata kepadanya: ‘Jadilah engkau orang
Muslim!’ Orang Muslim yang mengajak masuk Islam itu sendiri selalu terlibat
dalam perbuatan maksiat dan dosa. Orang Yahudi itu berkata kepada Muslim
berdosa itu, ‘Tengoklah dulu keadaan diri engkau sendiri!’ Jangan merasa bangga
kamu disebut Muslim. Allah Ta’ala
menghendaki makna Islam, bukan hanya nama dan sebutan.”
Bersabda: “Ingatlah! Hanya
pernyataan dengan lisan saja tidak ada gunanya selama tidak disertai amal.
Semata-mata pernyataan lisan tidak ada nilainya di sisi Tuhan, oleh sebab itu
Allah Ta’ala telah berfirman: كبر مقتا عند
الله أن تقولوا ما لا تفعلون --“Sangat dibenci di sisi Allah bahwa kamu
berkata apa yang kamu sendiri tidak melakukannya.” (Ash-Shaf ayat 4).
Jika kalian ingin berkhidmat
kepada agama Islam maka pertama kalian harus berusaha menjadi orang bertakwa.
Allah Ta’ala berfirman: صابِروا ورابِطوا ‘shaabiruu
wa raabithuu’
-- “Sabarlah dan tingkatkanlah kesabaran” (Ali Imran ayat 201). Sebagaimana
untuk melawan musuh di perbatasan sangat perlu tersedianya kuda-kuda terlatih,
supaya musuh jangan terlepas menerobos perbatasan, demikian juga kalian harus
selalu siap siaga jangan sampai musuh menerobos garis perbatasan dan
membahayakan Islam.
Sudah saya katakan, jika
kalian ingin menolong dan mengkhidmati Islam, maka pertama, kalian harus
berusaha menjadi orang bertakwa dan mensucikan diri yang dapat membuat kalian
berada dibawah naungan dan perlindungan Allah Ta’ala Yang Maha Mulia, barulah kalian akan berhak untuk
mengkhidmati Islam. Tidakkah kalian melihat bagaimana sudah lemahnya kekuatan
luar dari umat Islam? Bangsa-bangsa di dunia memandang mereka dengan hina dan
kebencian. Jika kekuatan dalam hati kalian sudah lemah maka anggaplah kalian
sudah punah. Kalian harus mensucikan nafs (jiwa) kalian sedemikian rupa
sehingga quwwat qudsiyah (daya
penyucian rohaniah) masuk ke dalam diri kalian, dan kalian akan menjadi kuat
laksana kuda-kuda yang siap-siaga menjaga garis perbatasan. Karunia Allah Ta’ala selalu turun kepada orang yang
bertakwa dan jujur.
Janganlah membuat akhlak dan
prilaku pribadi yang mengakibatkan Islam ternoda. Orang-orang pelaku kejahatan
dan orang-orang Muslim yang tidak mengamalkan ajaran Islam membuat nama Islam
ternoda. Ada seorang Muslim yang meminum arak dan muntah dimana-mana, sedangkan
sorbannya melilit di lehernya karena ia jatuh sambil menggelepar terperosok ke
dalam parit, akhirnya polisi datang memukulinya dengan sepatunya. Orang-orang
Hindu dan Kristen menertawakannya. Perbuatannya itu demikian buruknya sehingga
bukan saja membuat dirinya hina bahkan di balik itu membuat nama baik Islam
juga terpuruk. Menerima [berita] laporan seperti itu dari penjara membuat saya
merasa terpukul dan sedih sekali.
Ketika saya melihat keadaan
orang-orang Muslim, hati saya menjadi sangat gelisah, disebabkan
perbuatan-perbuatan buruk mereka, orang-orang yang telah dianugerahi jalan yang
lurus itu, bukan hanya membuat diri mereka sendiri binasa bahkan membuat Islam
menjadi sasaran ejekan dan tertawaan orang-orang Non Islam. Maksud saya dari
itu adalah orang-orang yang menamakan diri Muslim terlibat dalam
perbuatan-perbuatan terlarang yang bukan hanya membuat keadaan mereka diragukan
bahkan Islam juga demikian diragukan. Maka, jadikanlah gerak-gerik dan perilaku
kalian sedemikian rupa sehingga tidak memberi kesempatan kepada orang-orang
bukan Islam untuk mengkritik diri kalian yang sesungguhnya kritikan itu jatuh
kepada Islam. Pada zaman sekarang kritikan yang muncul seperti itulah adanya,
bahwa jika ajaran Al-Quranul Karim seperti itu maka perilaku orang-orang Muslim
tidak keliru. Ketahuilah bahwa macam itulah pertanyaan dan juga kritikan mereka
itu.”[7]
Pada zaman sekarang hanya
Jemaat Ahmadiyah yang bisa mengubah keadaan yang sebenarnya, kemudian mencuci
bersih semua kritikan kotor itu. Untuk itu kita harus berusaha sekuat mungkin.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda lagi: “Untuk bersyukur yang
sesungguhnya, kita harus menjalani jalur takwa dan kesucian dan syukur kita
yang sesungguhnya adalah takwa dan thaharat (kesucian). Bukanlah bersyukur yang sesungguhnya apabila seseorang
ditanya perihal kemuslimannya, menjawab dengan mengatakan Alhamdu lillaah.
(ditanya, apakah anda seorang Muslim? Alhamdu
lillah, saya orang Muslim) Mengucapkan Alhamdulillaah
saja bukanlah pernyataan syukur yang sebenarnya. Tetapi jika kalian sudah
mengambil jalan takwa dan kesucian, maka saya memberi kabar suka kepada kalian
bahwa kalian telah berdiri di garis perbatasan, dan tidak akan ada orang yang
mampu mengalahkan kalian. Saya ingat tentang keluarga seorang Hindu yang
bernama Jagan Nath. Dia seorang Hindu Officer Negara memberitahu bahwa di satu
tempat di Amritsar terdapat seorang pekerja Hindu yang secara sembunyi-sembunyi
melakukan shalat. Seorang Hindu kemudian masuk Islam, tetapi dia tidak
menampakkan dirinya sudah masuk Islam dan secara tetap ia menunaikan shalat
lima waktu dan puasa juga. Hindu Officer Pemerintah itu berkata, “Saya beserta
semua orang Hindu sangat mengetahui dan kami semua pegawai bermaksud untuk
memberhentikannya dari pekerjaan. Saya paling banyak menimpakan kesulitan
padanya. Berkali-kali saya melaporkan tentang dia kepada Officer bahwa dia
telah melakukan kesalahan ini dan itu. Akan tetapi tidak ada orang yang sepakat
dengan saya dan Officer juga tidak menaruh perhatian.
Tetapi, kami sudah bertekad
agar ia segera diberhentikan dari pekerjaan. Untuk membuat usaha saya ini
berhasil, saya telah mengumpulkan banyak sekali tuduhan dan kritikan tentang
dia. Dan dari waktu ke waktu saya melaporkan tuduhan dan kritikan tentang dia
itu kepada Officer tertinggi secara berhadap-hadapan. Ketika Officer tertinggi
itu marah maka orang yang mengerjakan shalat itu dipanggilnya. Begitu dia hadir
di hadapannya, maka kemarahannya itu hilang seperti api tersiram air. Dengan
sangat lemah lembut berkata kepadanya seakan-akan dia tidak pernah melakukan
suatu kesalahan. Itulah keadaan seseorang yang bertakwa dan mempunyai hubungan
erat dengan Allah Ta’ala, tidak ada
orang yang dapat mengganggu atau menyusahkannya. Tidak ada usaha manusia yang
dapat merugikannya.”[8]
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: ”Harus diingat betul-betul
bahwa setiap benda mengandung faedah. Tengoklah keadaan dunia, dari tumbuhan
sayur-mayur yang berkualitas tinggi sampai kepada binatang pengeret dan
serangga, tidak kosong dari faedah dan manfaatnya bagi manusia. Semua benda,
apakah itu di angkasa atau di bumi berada dibawah naungan Sifat-sifat-Nya.
Apabila terdapat banyak sekali faedah di dalam Sifat-sifat Ilahi maka dapat
dibayangkan betapa banyaknya faedah di dalam Wujud Zat Tuhan. Harus diingat
bahwa sebagaimana kadangkala manusia merasa bahwa benda-benda itu berbahaya,
maka sebetulnya bahaya itu ditimbulkan oleh kesalahan dan kurangnya pengertian
manusia, bukan karena benda-benda itu sendiri berbahaya. Sebetulnya memang di
dalam benda-benda tertentu itu tersimpan sumber-sumber yang membahayakan.
Demikian juga disebabkan
manusia tidak memiliki pengetahuan (ma’rifat)
tentang sifat-sifat Allah Ta’ala maka
mengalami banyak problem dan kesulitan, sedangkan Allah Ta’ala Maha Pemurah, Pengasih dan Maha
Penyayang. Rahasia kesulitan dan kesengsaraan di dunia ini adalah karena
kekurangan pengertian dan ilmu pengetahuan kita sendiri sehingga kita terlibat
di dalam banyak musibah. Banyak orang juga bertanya-tanya mengapa banyak
terjadi turun musibah? Musibah-musibah itu datang disebabkan
kesalahan-kesalahan kita sendiri. Maka, kita mendapati Allah Ta’ala Yang Maha Mulia sangat Pengasih
serta Penyayang di luar perkiraan kita melalui Sifat-sifat-Nya.
Orang yang paling banyak
memperoleh faedah adalah orang yang sangat dekat dan selalu mendekatkan diri
kepada Tuhan. Dan martabat itu hanya dapat diraih oleh orang yang bertakwa, dan
dia mendapat tempat dekat dengan Allah Ta’ala.
Semakin tinggi ketakwaannya maka semakin dekat kedudukannya dengan Allah Ta’ala. Dan dia memperoleh nur hidayat
dari-Nya, yang menimbulkan cahaya khas di dalam pengetahuan dan akalnya.
Sebaliknya, semakin jauh kedudukan manusia dari Allah Ta’ala, kegelapan menimpa hati dan akalnya yang membuat kehancuran
baginya, sehingga ia menjadi sebuah misal yang tersebut di dalam ayat berikut
ini: yakni ‘Mereka itu tuli, bisu dan
buta.’ (Al Baqarah-19). Mereka menjadi mangsa kehinaan dan kehancuran.
Namun sebaliknya orang yang
memperoleh banyak faedah dari nur dan hidayah ia meraih kedudukan tinggi yang
aman dan terhormat. Maka Allah Ta’ala
sendiri berfirman: Yakni “Hai jiwa
yang tenteram! Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia
pun ridha kepada engkau.” (Al Fajr; 28-29).
Ketenteraman ini diperoleh karena dekat
bersama Tuhan. Kebanyakan manusia nampak mendapat ketenteraman dari kekuasaan
Pemerintahan, kebanyakan orang mendapat ketenteraman dalam kekayaan harta dan
kehormatan, sedangkan yang lainnya lagi mendapat ketenteraman dengan melihat
anak-anak mereka yang cantik dan cerdas dan dengan penolong serta orang-orang
yang menjadi kerabat kerja dengan mereka.
Tetapi, kelezatan seperti itu
dan semua jenis kelezatan duniawi tidak dapat memberi ketenteraman dan
ketenangan yang sesungguhnya. Bahkan menciptakan suatu keserakahan yang kotor
dan membuat jiwa yang lapar dan dahaga. Perasaan dahaga mereka tidak pernah
padam sampai tiba waktu kematian mereka.
Akan tetapi Allah Ta’ala berfirman: ‘Jiwa yang memperoleh
ketenteraman adalah yang sibuk dalam mencintai Allah Ta’ala. Bisa jadi bagi seorang hamba seperti itu mempunyai banyak
harta dan sarana kesenangan duniawi. Tetapi, itu bukan penyebab ketenangan dan
ketentraman dirinya, melainkan ia mendapat ketentraman sejati di dalam
kecintaan terhadap Allah Ta’ala.’
Jadi, selama manusia tidak
memperoleh ketenangan dan ketenteraman di dalam mencintai Zat Allah Ta’ala, dia tidak dapat memperoleh najaat
(keselamatan), sebab najaat adalah bersamaan artinya dengan kedamaian
dan ketenteraman.”[9]
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda lagi: “Saya melihat
kebanyakan orang dan membaca kisah tentang orang-orang yang mempunyai banyak
harta dunia dan kaya raya serta memiliki kemewahan dan kelezatan palsu dunia, memiliki
setiap jenis kenikmatan serta anak-anak, bahkan memelihara orang-orang sebagai
penolong mereka. Jika tiba saatnya akan meninggal dunia dan meninggalkan semua
yang dia miliki dan mengetahui akan menempuh jalan menuju kehidupan di alam
kedua, mereka terbakar dalam api penyesalan dan keluhan yang membawa kematian.
Hal itu semua merupakan Jahannam yang tidak bisa memberi ketenangan dan
ketenteraman di dalam hati. Bahkan sebaliknya menimbulkan penyesalan dan
kegelisahan kepadanya.
Oleh sebab itu masalah ini
jangan tersembunyi dari pengetahuan teman-teman saya, sebab kebanyakan manusia
terlibat di dalam kecintaan terhadap harta dan keluarga, yakni dalam kecintaan
palsu yang tidak terjamin. Dan seringkali di dalam gejolak kecintaan yang tidak
terkendali manusia melakukan perbuatan yang terlarang yang mengakibatkan
semakin jauhnya jarak hubungan dia dengan Allah Ta’ala, sehingga disediakan neraka Jahannam baginya. Dia tidak
menyadari keadaan seperti itu apabila tiba-tiba dia dipisahkan dari mereka dan
akhirnya dia menjadi sangat gelisah sekali. Hal ini dapat kita pahami dengan
mudah sekali, bahwa apabila mencintai sesuatu maka timbul kesedihan dan
keresahan serta kegelisahan yang menakutkan di waktu akan berpisah darinya.
Masalah ini bukan hanya berupa khayalan belaka melainkan juga menjadi masalah
yang diterima akal. Sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman: نَارُ اللَّهِ
الْمُوقَدَةُ * الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ “Api Allah yang dinyalakan, yang sampai ke dalam hati.”
(Al-Humazah: 7-8).
Maka inilah api kecintaan terhadap sesuatu selain Allah, yang membakar hati
manusia sampai hangus, yang menjerumuskan manusia ke dalam azab yang menakutkan
dan membinasakan. Saya sekali lagi berkata, bahwa hal ini sungguh benar dan
meyakinkan bahwa selain nafs muthmainnah (jiwa yang tentram) tidak dapat
memperoleh najaat (keselamatan)”[10]
Selanjutnya sambil menasihati Jemaat
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:
”Allah Ta’ala tidak menghiraukan
siapapun kecuali terhadap orang yang saleh. Ciptakanlah persaudaraan dan kecintaan
satu sama lain. Tinggalkanlah kebuasan dan pertikaian serta jauhilah secara
mutlak kebiasaan memaki dan memperolok-olok, sebab kebiasaan memaki dan
memperolok-olok membuat hati jauh terpencil dari kebenaran. Berlakulah hormat
terhadap sesama yang lain, setiap orang hendaknya mendahulukan kesenangan orang
lain dari pada kesenangan pribadi. Ciptakanlah hubungan damai yang sejati
dengan Allah Ta’ala, dan kembalilah
ke pangkuan ketaatan kepada-Nya. Kemurkaan Allah Ta’ala sedang turun laksana hujan di atas bumi, dan yang selamat
darinya hanyalah orang-orang yang secara kamil (sempurna) bertobat dari segala
dosa kemudian berserah diri di hadapan-Nya.
Ingatlah, jika kalian
menyibukkan segala angan-angan dan pikiran kalian dalam menaati perintah Allah Ta’ala dan menyerahkan diri dalam
mengembangkan agama-Nya, maka Allah Ta’ala
akan menyingkirkan semua halangan dan kesulitan serta kalian akan meraih
sukses. Apakah kalian tidak pernah melihat bagaimana para petani membuang semua
tumbuh-tumbuhan yang tidak berguna demi mempersiapkan lahannya untuk tanaman
yang baik dan produktif? Kemudian memeliharanya dan menjaganya serta
menyelamatkannya dari setiap benda yang akan merusaknya? Akan tetapi pohon dan
tumbuh-tumbuhan yang tidak menghasilkan buah dan mulai layu serta kering maka
pemiliknya tidak menghiraukannya apabila datang hewan ternak memakannya atau
seseorang datang menebangnya untuk dijadikan kayu bakar.
Jadi, begitulah kalian juga
harus ingat! Jika kalian hadir di hadapan Tuhan dalam keadaan jujur dan benar,
maka siapapun yang menentang kalian tidak akan menyusahkan kalian. Namun jika
kalian tidak meluruskan keadaan diri kalian dan tidak berjanji untuk menjadi
hamba-Nya yang sejati, maka Allah Ta’ala
tidak akan menaruh perhatian kepada siapapun. Beribu-ribu ekor domba dan
kambing disembelih, namun tidak ada seorangpun yang mengasihani mereka. Tetapi
jika seorang manusia dibunuh, berapa banyak pemeriksaan dilakukan terhadapnya.
Jadi jika kalian membuat diri kalian tidak berguna dan membiarkannya seperti
hewan, maka keadaan kalian juga akan berakhir seperti itu. Hendaknya kalian
menjadi orang-orang yang dikasihani Tuhan supaya jangan ada suatu wabah atau
musibah menyerang diri kalian. Sebab tidak ada suatu kejadian di atas dunia ini
tanpa izin Allah Ta’ala Yang
Mahaperkasa.
Singkirkanlah setiap
pertengkaran dan permusuhan antara sesama kalian, sebab sekarang masih tersedia
waktu agar kalian menghindari perkara-perkara yang tidak berguna dan
sibukkanlah diri kalian dalam pekerjaan yang penting dan agung.”
Selanjutnya beliau as bersabda: “Ingatlah perihal ini
sebagai wasiat bahwa janganlah kalian sekali-kali melakukan paksaan dan
kekerasan terhadap orang lain.”[11]
Yakni senantiasalah berlaku
lemah-lembut dan sekali-kali jangan emosional.
Bersabda, “Ingatlah untuk di masa
selanjutnya, janganlah meninggalkan hak-hak persaudaran antara sesama manusia.
Jika tidak, maka hak-hak Allah Ta’ala
juga tidak akan dapat ditegakkan. Saya telah diberitahu oleh Tuhan bahwa: "أن
الله لا يغيِّر ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم" ‘innAllaha
laa yughayyiru maa bi qaumin hatta yughayyiruu maa bi-anfusihim.’ – ‘Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, selama kaum itu tidak mengubah
keadaan hati mereka.’ (Ar Ra’d: 12). Mendengar hal ini,
setiap orang siap menjawab, ‘Kami mengerjakan shalat dan istighfar juga, tetapi mengapa kami harus menghadapi musibah dan
percobaan?’
Pokok mendasarnya adalah
orang-orang yang memahami hukum Allah Ta’ala
itulah yang beruntung. Allah Ta’ala
mempunyai suatu kehendak lain tetapi manusia memahaminya lain lagi. Kemudian
manusia mengukurnya menurut akal dan perkiraannya sendiri. Cara itu tidak
benar. Setiap benda jika dipergunakan tidak sesuai dengan ukuran (takaran) yang
telah ditetapkan tidak akan memberi faedah apapun. Misalnya sebuah obat,
ditetapkan ukuran atau dosisnya untuk digunakan, namun kenyataannya tidak
digunakan sesuai dengan ukuran atau dosis yang telah ditetapkan, maka tidak
akan memberi faedah. Jika seseorang harus memakan sekeping roti lalu ia hanya
memakan sebutir biji gandum, apakah ia menjadi kenyang? Dan seseorang harus
minum secawan air lalu ia hanya meminum setetes air, apakah akan hilang
dahaganya? Sekali-kali tidak! Demikian juga dengan amal. Selama mereka tidak
melakukannya sesuai dengan ukurannya maka mereka tidak akan sampai ke puncak
tujuannya. Demikianlah Sunnatullah yang tidak dapat kita ubah !”
Beliau bersabda lagi: ”Berlaku
simpati terhadap saudara-saudara sendiri nilainya sama dengan memberi sedekah.
Itulah yang disebut huquuqul ‘ibaad (hak sesama hamba) yang wajib kita
lakukan. Sebagaimana Allah Ta’ala
telah mewajibkan puasa dan shalat untuk ibadah kepada-Nya, demikian juga Dia
telah menetapkan kewajiban untuk menjaga hak-hak sesama manusia.”
Bersabda: “Orang yang
meninggalkan simpati seolah-olah dia telah meninggalkan agama. Al-Qur’an
menyebutkan, “Barangsiapa yang
membunuh seorang manusia tanpa sebab di bumi seolah-olah ia telah membunuh
manusia seluruh dunia.” (Al-Maidah: 33). Begitu juga saya berkata sama seperti
itu, jika seseorang tidak menaruh simpati terhadap saudaranya sendiri, maka ia
tidak menaruh simpati terhadap manusia di seluruh dunia. Janganlah terlalu
mencintai kehidupan sehingga iman menjadi hilang. Janganlah sekali-kali
meninggalkan hak-hak persaudaraan sesama umat manusia.”
Jika manusia memahami nasihat
itu semua maka banyak sekali pertengkaran, perkelahian dan beperkara di
Pengadilan semuanya akan hilang sirna.
Beliau as bersabda lagi: ”Ingatlah baik-baik, semua karunia Ilahi dapat
diraih karena iman. Perkuatlah iman! Merampas hak-hak adalah perbuatan maksiat.
Jika hak-hak manusia dihapuskan maka itu adalah perbuatan dosa. Jemaat yang
Allah Ta’ala ingin menjadikannya
sebagai teladan ini, jika keadaannya seperti itu, yakni tidak ada persaudaraan
dan simpati di dalamnya, maka pasti akan timbul banyak keburukan. Jemaat kita,
yang sangat dibenci oleh para penentang, mereka menghendaki agar Jemaat kita
ini hancur dan binasa.”[12]
Kemudian beliau bersabda;
“Jemaat kita (yang para penentang membencinya dan menginginkan supaya jemaat
ini menjadi binasa dan hancur) hendaknya harus ingat betul, bahwa sekalipun
para penentang membenci kita, saya sepakat dengan mereka dalam satu hal.”
Bersabda lagi: “Harus diingat
betul, bahwa sekali pun para penentang membenci kita, tetapi saya sepakat
dengan mereka dalam satu hal. Yaitu bahwa Allah Ta’ala menghendaki agar Jemaat ini suci dari pada dosa-dosa dan
menunjukkan teladan yang indah dalam gerak-gerik dan perilakunya serta menjadi
pelaksana sejati ajaran-ajaran Al-Quran yang murni dan sungguh-sungguh terbenam
dalam mengikuti teladan Hadhrat Rasulullah saw. Jangan ada sesuatu kebencian
dan kedengkian di dalam Jemaat ini. Jemaat ini hendaknya menjadi sebuah Jemaat
yang betul-betul menjadi pencinta sejati Allah Ta’ala. Tetapi, jika seseorang setelah masuk ke dalam Jemaat ini
tidak memenuhi maksud-maksud tersebut dan tidak memperlihatkan perobahan murni
di dalam amal perbuatannya, maka ingatlah baik-baik, bahwa ia akan
menyempurnakan kehendak para penentang, pasti ia akan binasa di hadapan mereka.
Allah Ta’ala tidak mempunyai kaitan dengan siapa pun dan Dia tidak peduli
terhadap siapa pun. Keturunan yang disebut keturunan para Nabi yakni Bani
Israil, di antara mereka banyak sekali nabi dan rasul telah datang dan mereka
telah dijadikan pewaris banyak berkat dan karunia yang sangat agung dari Allah Ta’ala. Namun ketika keadaan rohaniah
mereka telah mengalami perobahan dan telah meninggalkan shiratal-mustaqim
-- jalan yang lurus dan banyak melakukan pelanggaran dan perbuatan fasiq serta
dosa, akhirnya bagaimana? Berfirman: "ضُربت عليهم
الذلة والمسكنة" ‘dhuribat
‘alaihimudz dzillatu wal maskanah.’ - “mereka ditimpa kehinaan dan kemiskinan”.
(Al Baqarah: 62). Kemurkaan Allah Ta’ala
telah menimpa mereka. Betapa agungnya nilai pelajaran yang terkandung dalam hal
itu.
Keadaan kaum Bani Israil
menjadi sebuah pelajaran yang berfaedah untuk waktu yang seterusnya. Begitu
juga kaum ini (Jemaat) yang telah didirikan oleh Allah Ta’ala dengan tangan-Nya sendiri, Jemaat yang Allah Ta’ala telah menganugerahkan karunia-Nya
yang sangat agung. Tetapi, jika seseorang masuk ke dalam Jemaat ini, namun
tidak menjalin hubungan kecintaan dengan Allah Ta’ala dan tidak mengkuti contoh teladan Hadhrat Rasulullah dengan
serius -- baik dia orang penting atau tidak penting -- akan disingkirkan dan
akan menjadi sasaran kemurkaan Allah Ta’ala.
Karena itu, kalian harus mengadakan perubahan yang sempurna dalam diri kalian
dan janganlah menjadi orang yang merusak nama baik Jemaat.”[13]
Jadi, itulah standar kedudukan
yang kita semua harus berusaha untuk meraihnya. Berjalan di atas jalur takwa,
memperbaiki mutu amal pribadi dan meningkatkan mutu iman bukanlah perkara mudah.
Kita telah beriman kepada Imam Zaman, maka kita harus berusaha keras untuk
menyempurnakan harapan-harapan Hadhrat Masih Mau’ud as. Kita harus menyempurnakan usaha melakukan kebaikan sekecil apa
pun dan harus menyatakan kebencian sepenuhnya terhadap segala jenis keburukan.
Kita harus meningkatkan persaudaraan, kecintaan dan persatuan dan kita harus
menjadi penolong satu sama lain, barulah kita menjadi orang-orang yang
menyempurnakan hak-hak kewajiban bai’at kita. Untuk itu semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada kita semua.
Untuk mengingatkan kembali,
pada hari ini saya ingin menarik perhatian semua mengenai keadaan dan situasi
negara-negara Muslim, khususnya Suriah dimana banyak sekali kerusuhan,
penganiayaan dan kezaliman sedang berkecamuk. Diperlukan banyak doa bagi
mereka. Begitu juga [doa] bagi para Ahmadi Muslim di Pakistan yang sedang
menghadapi penganiayaan dan pengkhianatan yang sangat keras, sehingga sekarang
mereka merasakan keadaan yang sangat rawan. Semoga Allah Ta’ala melindungi mereka semua dan semoga Allah Ta’ala segera menangkapi dan menghukum
mereka yang menciptakan banyak kerusuhan dan kezaliman.
[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang Perkasa
[2] Barahin Ahmadiyah, Ruhani Khazain, jilid nomor
1, halaman 559, baqiyah hasyiah dar hasyiah nomor 3.
[3] Barahin Ahmadiyah, Ruhani Khazain, jilid nomor
1, halaman 559-561, baqiyah hasyiah dar hasyiah nomor 3.
[4] Barahin Ahmadiyah, Ruhani Khazain, jilid nomor
1, halaman 562-565, baqiyah hasyiah dar hasyiah nomor 3.
[5] Siratul Mahdi, penyusun Hadhrat Mirza Bashir
Ahmad Shahib ra, jilid 1, bagian 1, halaman 235-236, riwayat nomor 258.