أَشْهَدُ أَنْ لا إِلٰهَ إلا
اللّٰهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فأعوذ بِاللّٰهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
(١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣)
مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥)
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ
مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ
كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا
اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (البقرة: 186)
Ayat ini terjemahannya adalah
"Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya Al-Qur’an diturunkan sebagai
petunjuk agung bagi umat manusia dan sebagai tanda-tanda nyata yang di dalamnya
terdapat rincian penjelasan tentang petunjuk dan yang membedakan antara yang haqq dan batil. Maka barang siapa di antara kamu menyaksikan bulan ini maka
berpuasalah, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan hendaknya
menyempurnakan bilangannya pada hari-hari lain. Allah menghendaki kemudahan
bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran bagi kamu, dan Dia ingin supaya kamu
bisa menyempurnakan bilangannya dengan mudah, dan supaya kamu menjelaskan keagungan
Allah berdasarkan petunjuk yang telah Dia anugerahkan tersebut dan supaya kamu
bersyukur." (QS.2:186).
Bulan Ramadhan datang berkali-kali dalam
kehidupan seorang Muslim. Seorang Muslim yang beramal juga mengetahui bahwa wahyu
Al-Qur’an mulai diturunkan pada bulan ini. Seorang Muslim yang beramal dan
memiliki sedikit pengetahuan juga,
memahami bahwa selama kehidupan Hadhrat Muhammad Rasulullah s.a.w. di setiap tahun pada bulan
Ramadhan Hadhrat Jibril a.s. selalu mengulangi
pembacaan Al-Qur’an yang telah diwahyukan kepada beliau s.a.w. Sampai saat itu, dengan pengecualian tahun terakhir
kehidupan Hadhrat Rasulullah s.a.w.
ketika Al-Qur’an telah diwahyukan secara keseluruhan dan beliau s.a.w. telah menerima kabar suka الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا -- “Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu
agamamu dan telah Aku-lengkapkan atas kamu nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam
sebagai agama kamu ... “(Al-Maidah 5:
4).
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh
Hadhrat 'Aisyah r.a., Hadhrat Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa Jibril datang
dua kali untuk membacakan Al-Qur’an Karim secara lengkap pada Ramadhan tahun
terakhir [kehidupan Nabi s.a.w.].[2]
Al-Qur’an memiliki kedekatan khusus
dengan bulan Ramadhan. Setiap tahun Ramadan datang sehingga menarik perhatian
kita juga bahwa Al-Qur’an Karim memang diwahyukan
pada bulan ini. Sedemikian rupa keterkaitan
antara Ramadhan dengan Al-Qur’an Karim sehingga hal ini juga melekat dalam
ingatan kita bahwa Ramadhan merupakan bulan turunnya Al-Qur’an Karim.
Saya akan membahas bagian pertama ayat
tersebut dan bukan bagian akhirnya. Setiap tahun bulan Ramadhan mengingatkan
kita bahwa ajaran petunjuk untuk manusia itu berada dalam Kitab agung-Nya
tersebut. Dalam hal demikian kita juga diingatkan bahwa dalam kitab itu
diajarkan kepada kita supaya bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan
dengan tanda-tanda yang terang
(jelas). Ini juga mengingatkan kita
tentang pentingnya keistimewaan puasa dan bagaimanakah puasa harus dijalankan?
Ramadhan juga mengingatkan kita bahwa ajaran Al-Qur’an al-Karim adalah lengkap dan meliputi semuanya. Memang, pengingat
ini hanya bermanfaat bila kita memahami ruh
dan intinya. Jika tidak, Ramadhan datang setiap tahun dan ia akan
terus datang insya Allah dan juga
akan terus mengingatkan tentang
hal-hal itu. Dan ketika datang juga, memang telah datang berkali-kali serta
akan senantiasa datang. Kita hanya akan senang untuk mendengarkan mengenai
pentingnya kedatangannya, tetapi manfaatnya
akan disadari sepenuhnya ketika kita melaksanakan
pentingnya (bulan ini) dalam amal
perbuatan kita.
Oleh karena itu, tujuan ini segera
sempurna setelah begitu kita mendengar شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ -- “Ramadhan adalah bulan di mana Al-Qur’an
diturunkan ...”
kita mengambil Al-Qur’an lalu sebanyak-banyaknya menaruh perhatian membacanya dengan sungguh-sungguh.
Tujuan pengingat ini akan terpenuhi
ketika kita di hari-hari Ramadhan ini berusaha untuk memahami dan merenungi makna-makna Al-Qur’an, sehingga
kata-kata "هدى للناس." – “petunjuk bagi umat manusia” benar-benar
jelas bagi kita. Pengingat kedekatan
hubungan antara Ramadhan dan Al-Qur’an akan jelas bagi kita ketika kita berusaha dan melakukan upaya khusus di bulan ini untuk mencari perintah-perintah Al-Qur’an.
Jadi, Ramadhan mengingatkan kita dan
menarik perhatian kita untuk mencari perintah-perintah
dalam Al-Qur’an. Ramadhan mengingatkan kita dan menarik perhatian kita untuk
mencari perintah-perintah dalam
Al-Qur’an dan kemudian mengamalkannya
dan menjadikannya bagian dari kehidupan kita. Berdasarkan cahaya penjelasan
ajaran Al-Qur’an, Ramadhan
mengingatkan kita untuk memenuhi hak-hak
Allah dan berusaha terus meningkatkannya dari sebelumnya. Kewajiban (memenuhi hak-hak Allah) ini
terpenuhi dengan memenuhi hak-hak ibadah-ibadah
kepada Allah. hak-hak ibadah-ibadah
kepada Allah terpenuhi dengan mengerjakan shalat
dengan benar, tepat waktu dan untuk mencari keridhaan
Allah, serta dengan sungguh-sungguh mengerjakan shalat-shalat nafal dan sibuk dalam dzikir Ilahi.
Maka, “Penuhilah kewajiban ini supaya terjadi kedekatan
diri dengan Allah dan membuat Dia dekat
dengan kita, sehingga jarak antara
manusia dan Tuhan akan hilang.” Ramadhan mengingatkan
untuk berpegang teguh pada tali, yang
salah satu ujungnya yang ada di tangan
Allah, dan Dia telah menggantung ujung lainnya di bumi bagi mereka yang mencari
kedekatan-Nya. Orang yang menggenggamnya akan menemukan Allah Ta’ala.
Ramadhan mengingatkan kita bahwa Tuhan menyatakan: "فإني قريب" -- fa-innii
qariib -- “sesungguhnya Aku dekat ..” (QS.2:187). Kita harus meningkatkan
tingkat ibadah kita dan mendapatkan kedekatan ini. Ramadhan mengingatkan
kita untuk berusaha dan membayar hak-hak
hamba, umat-Nya, lebih dari sebelumnya. Dijelaskan juga dalam Al-Qur’an Karim
bahwa dalam memenuhi hak-hak sesama hamba adalah dengan berusaha memenuhi hak-hak mereka sepenuhnya. Sungguh,
Allah Ta’ala telah menarik perhatian
pada pemenuhan hak-hak terhadap orang
lain, dan Dia telah menyebutkan mengenai umat Muslim supaya sebanyak-banyaknya
mengamalkan رحماء بينهم ’ruhamaa-u bainahum -- “berkasih sayang di antara mereka sendiri…” (QS.48:30) dan juga menunaikan hak-hak mereka.
Sebagian orang melupakan kewajiban-kewajiban mereka sendiri,
bahkan sebagian mengabaikan hak-hak
keluarga, melalaikan hak-hak karib
kerabat. Saya kadang-kadang menerima surat dari para wanita muda yang
mengatakan bahwa orang tua mereka membeda-bedakan
perlakuan antara putra dan putri. Kadang-kadang, jika pembagian harta warisan dilakukan oleh orang tua
saat mereka masih hidup, sebagian keluarga meluputkan anak perempuran dan mewariskan segalanya kepada anak
laki-laki. Untuk mencari pembenaran atas
diri mereka, orang tua mereka bertanya kepada anak perempuannya, “Apakah kalian
keberatan atau tidak jika harta ini diberikan kepada saudara laki-laki kalian?”
Sebagian anak-anak perempuan menulis, “Karena malu kami berkata, ‘Tidak
masalah. Kami tidak keberatan.’ Dikarenakan kami tidak menyatakan keberatan dan
tidak protes maka orang tua berpikir mereka telah berbuat adil.”
Padahal, ini bukan keadilan melainkan kezaliman
dan melawan perintah jelas dari
Al-Qur’an. Sungguh mengherankan ada orang tua yang sangat zalim seperti itu di masa sekarang ini, dan ada hal yang juga
membahagiakan bahwa ada sedemikian rupa remaja putri di masa sekarang ini yang mengorbankan hak mereka untuk kebahagiaan orang tua mereka. Namun,
mereka harus ingat bahwa jika pengorbanan
mereka yakni para remaja putri ataupun putra tidak tulus maka mereka membuat orang tua mereka berdosa melalui hal itu. Saya akan
mengatakan kepada orang tua yang kejam
seperti itu sekali lagi untuk merasa takut
kepada Allah dalam hatinya, dan
saudara-saudara lelakinya yang melampau
batas dalam keegoisan dan menekan orang tua untuk menyerahkan
harta kepada mereka dengan meluputkan saudara
perempuan, mereka juga mengisi perut
mereka dengan bola api. Mereka
hendaknya takut kepada Allah dan
memberikan perhatian pada perbaikan diri
mereka sendiri. Penjelasan ini perlu karena hal ini penting.
Saya katakan sekali lagi berkenaan apa
saja yang telah Ramadhan ingatkan
untuk kita, ia mengingatkan kita
bahwa menurut ajaran Al-Qur’an setiap Muslim harus menanamkan ruh pengorbanan
dalam diri masing-masing. Kita harus mengintrospeksi
diri mengenai janji yang kita
buat untuk mengorbankan hidup, harta, waktu dan kehormatan kita demi Allah,
demi Jemaat dan demi tegaknya Khilafat
Ahmadiyah. Kita harus berusaha memenuhi janji,
dan memeriksa diri sendiri sudah
sejauh mana tekad dalam hati yang kita miliki untuk memenuhi janji tersebut. Sejauh mana kita mencari tahu perintah-perintah Al-Qur’an apa saja
untuk memenuhi janji ini; dan juga mencari perintah-perintah
lainnya yang berkaitan dengan berkorban bagi satu untuk yang lain.
Ramadhan juga menarik perhatian kita
kepada kepedihan yang Junjungan kita,
Hadhrat Muhammad Mushtafa shallallahu
‘alaihi wa sallam rasakan untuk menyelamatkan
dunia dari kehancuran dan kemurkaan Allah dan betapa khusyuk dan
sedih beliau berdoa kepada Allah
mengenai hal ini dan apa yang harus kita lakukan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban tersebut?
Ramadhan datang untuk mengingatkan kita tentang misi yang Tuhan percayakan kepada
junjungan kita, Hadhrat Rasulullah s.a.w.
di gua Hira, dan kemudian Dia meminta beliau s.a.w. untuk menyampaikannya di luar gua, yakni pekerjaan untuk menyebarkan ajaran Al-Qur’an Karim
tersebut disertai doa-doa dengan kepedihan hati; sejauh mana kita sesuai dengan
teladan beberkat dan petunjuk beliau s.a.w. melaksanakan pekerjaan itu. Bagaimana mestinya kita harus
mengamalkan ajaran Al-Qur’an Karim
ini, “Sebarluaskanlah pesan Allah Ta’ala, ajarkanlah Tauhid kepada dunia dan teruslah mengajarkannya. Berusahalah
membuat pesan ‘petunjuk bagi umat manusia’
tersebar luas.”
Ramadhan mengingatkan kita, “Kalian akan mampu memahami dengan tepat ruh sejati mendahulukan agama di atas hal-hal duniawi, jika kalian membayangkan di
depan mata kalian kesendirian beliau s.a.w. di gua Hira.” Inilah bulan yang mengingatkan kita, “Jika kalian
menyatakan menyintai Hadhrat Muhammad
Rasulullah s.a.w. kalian harus
memperhatikan setiap segi teladan
beberkat beliau s.a.w. dan
berusahalah menirunya.” Bulan ini
telah datang untuk mengingatkan kita
untuk mencari tahu bagaimana kedudukan yang diraih oleh para sahabat Rasulullah
s.a.w.. Bagaimana mereka meraih
kedudukan yang dengan itu mereka layak mendapatkan maqam "رضي
الله عنهم ورضوا عنه" radhiyallaahu ‘anhum wa radhuu
‘anhu – “Allah
ridha kepada mereka, dan mereka ridha kepada Allah” (QS. Al Maidah: 120)?
Memang, para sahabat juga teladan bagi kita. Bulan ini juga mengingatkan kita untuk berusaha dan
membawa diri kita kembali ke zaman
Hadhrat Rasulullah s.a.w.. Tentu
saja, kita tidak dapat melakukan perjalanan
kembali secara waktu, tetapi ajaran Al-Qur’an ada di hadapan kita
dalam bentuknya yang asli yang
membuat mudah perjalanan kearah gambaran dan
pemahaman tentang zaman itu. Bulan ini ada di sini untuk mengingatkan kita supaya memberitahukan
kepada dunia bahwa hanya ajaran hakiki
Al-Qur’an Karimlah yang akan menegakkan perdamaian.
Sampaikanlah kepada dunia: “Teladan
beberkat sempurna Hadhrat Rasulullah
s.a.w. sajalah yang akan menegakkan perdamaian di dunia.”
Bulan ini datang untuk mengingatkan kita bahwa Al-Qur’an Karim
adalah Kitab yang memberikan setiap perintah-perintahnya dengan dalil, oleh karena itu kita harus membaca dengan penuh perhatian dan perlu
memahami tafsirnya supaya kita dapat
termasuk di antara orang-orang yang mengenainya Allah telah menyatakan: الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ -- "orang-orang yang telah Kami beri Kitab mereka menilawatkannya sebagaimana
seharusnya...” (QS. 2:122) yaitu, mereka membaca sebagaimana semestinya dibaca,
yakni dengan cara demikian mereka telah memenuhi kewajiban membaca juga, mereka memenuhi kewajiban merenungkannya sebagaimana seharusnya merenungkan; dan mereka juga memenuhi
kewajiban mengamalkan apapun yang telah mereka baca, dengarkan dan renungkan [dari Al-Qur’an].
Jika kita tidak menunaikan kewajiban
ini maka penda’waan kita sebagai Muslim adalah pengakuan lisan belaka dan kita akan termasuk di
antara orang-orang yang mengenainya Hadhrat Rasulullah s.a.w. amat mencemaskannya. Orang-orang di akhir zaman yang biasa
membaca Al-Qur’an, namun tidak memenuhi kewajiban-kewajiban terhadapnya.
Al-Qur’an mengungkapkan mengenai hal itu sebagai berikut: وَقَالَ
الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا - "Dan Rasul itu
akan berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh kaumku telah memperlakukan Al-Qur’an ini
sebagai sesuatu yang ditinggalkan. "(QS. 25:31).
Pendek kata, bulan ini memberi banyak kabar suka kepada kita sekaligus juga
menempatkan banyak tanggung jawab
pada kita dan juga mengingatkan kita
untuk mengintrospeksi diri terus-menerus.
Kita diingatkan supaya selalu memeriksa diri kita masing-masing sampai sejauh
mana kita mengamalkan ajaran-ajaran
Al-Qur’an. Kita harus selalu memeriksa diri kita masing-masing sampai sejauh
mana yang telah kita lakukan untuk menjauhkan penyebab kekhawatiran Rasulullah s.a.w..
Jika tidak demikian, Ramadhan
tidak akan memberikan manfaat apapun
kepada kita dan tidak pula Al-Qur’an Karim memberi manfaat untuk kita.
Allah Ta’ala
telah memberikan ratusan perintah mengenai
bagaimana Dia ingin kita menjadi manusia macam apa dan menjadi mukmin sejati;
dan di zaman ini Dia telah menarik perhatian kita ke arah perbaikan diri kita melalui pengutusan Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Dia sangat menunjukkan pengamalan
atas ajaran-ajaran Al-Qur’an yang indah melalui pengutusan beliau a.s.. Saya hanya menunjukkan hal-hal itu
secara singkat, bahwa betapa Ramadhan dan Al-Qur’an mengingatkan kita pada banyak hal, akan tetapi seperti telah saya
katakan, Al-Qur’an mengandung ratusan perintah yang perlu dicari dan diamalkan di sepanjang kehidupan kita masing-masing; dan hal ini
tidak mungkin dicapai tanpa karunia
Allah Ta’ala dan karunia-Nya harus dicari melalui doa-doa kita.
Saya
pada kesempatan ini ingin menyampaikan dua
di antara
ratusan perintah Al-Qur’an yang Allah
Ta’ala berikan kepada kita, karena hal ini sangat penting dalam hubungan di antara kita dan bagi keamanan masyarakat, selain manfaat
pokoknya, yakni untuk meraih kedekatan
dengan Allah Ta’ala, sebagaimana
dengan mengamalkan perintah-perintah
selainnya juga akan diperoleh kedekatan
dengan-Nya.
Dari
kedua hal ini, pertama adalah masalah kerendahan
hati dan keteguhan hati yang
mampu menyelesaikan banyak masalah. Sesungguhnya, Allah telah menyifatkan adanya kerendahan
hati sebagai sesuatu yang paling istimewa dalam diri para hamba-Nya yang Muslim sejati, yang menyembah-Nya secara hakiki dan mencari karunia dan rahmat-Nya. Dia berfirman: وَعِبَادُ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا (الفرقان: 64) “Dan hamba-hamba
(Allah) yang Pemurah adalah mereka yang berjalan di bumi merendahkan diri
... “(QS. 25:64) Kemudian Allah Ta’ala
juga menyatakan: وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا
(لقمان: 19) “ ... Sesungguhnya, Allah tidak menyukai setiap pembual yang sombong.”(QS
31: 19)
Dan, bila seseorang tidak mendapatkan kecintaan Allah Ta’ala maka kebaikan jenis apa pun darinya tidak akan diterima, dan
ia tidak termasuk orang-orang yang mendapatkan naungan pertolongan-Nya.
Siapakah orangnya yang di satu sisi menyatakan dirinya beriman kepada Allah;
dan di sisi lain mengatakan, “Saya tidak peduli apakah Allah menyintai saya
atau tidak!” Seorang yang bijaksana dan cerdas dan seorang Muslim tidak mungkin mengatakan ini. Meskipun
demikian, kita lihat dalam praktek sehari-hari bahwa penyebab masalah dan pertengkaran adalah kesombongan. Seseorang yang tidak
sombong dan sebagai hasilnya juga tidak terdapat keakuan dusta dalam
dirinya (egoisme) maka masalahnyapun
tidak akan menjadi rumit. Kesombongan
mendorong pada keras kepala. Banyak
masalah yang disampaikan kepada saya dewasa ini dan sebagian besar dari masalah
ini tidak dapat selesai karena kesombongan,
egoisme dan keras kepala menghalanginya sehingga masalah tidak selesai. Jika
seorang Muslim memerlukan kecintaan Allah Ta’ala dan menganggap dirinya seorang Muslim - dan tatkala saya mengatakan kata Muslim, yang terutama saya tujukan adalah kita para Muslim Ahmadi - maka hal-hal seperti
tadi harus dihindari.
Kebaikan-kebaikan Ramadhan dicapai ketika perintah
Al-Qur’an diamalkan. Manfaat Ramadhan
diraih ketika perintah Al-Qur’an diamalkan. Hendaknya jelas bagi mereka
yang masalah dan pertengkarannya berlarut-larut karena ketakaburan dan keakuannya, bahwa segala masalah memang dimulai
karena ketakaburan dan keakuan.
Orang-orang ini harus menunjukkan kerendahan
hati selama bulan Ramadhan ini dan mengulurkan tangan perdamaian. Mereka harus berusaha semaksimal mungkin supaya
termasuk dalam golongan ‘ibaadur Rahman (hamba-hamba Allah Yang Maha
Pemurah) yang berjalan dengan rendah hati
dan yang selalu berkeinginan untuk membuat Allah ridha meskipun jika itu berarti mereka mengalami kerugian duniawi dalam prosesnya.
Hal
kedua yang ingin saya jelaskan ialah kesabaran yang saling terkait dengan kerendahan hati. Allah berfirman: وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ (البقرة: 46) “Dan
mohonlah pertolongan dengan sabar dan doa ...' (QS 2:46) Siapakah yang tidak
membutuhkan pertolongan Tuhan di
setiap langkahnya? Namun, ini hanya didapat dengan sabar dan doa. Akan tetapi,
Allah berfirman bahwa hanya orang yang rendah
hati saja yang dapat memenuhi haq sabar
dan doa. Dia berfirman: وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى
الْخَاشِعِينَ (البقرة: 46) "... dan hal ini sungguh sangat
sulit kecuali bagi orang-orang yang rendah hati." (QS 2:46).
Oleh karena itu, dalam hal ini kerendahan hati yang disertai dengan kesabaran dan doa, dengan cara demikian, akan menjadi sarana meraih pertolongan Ilahi. Yakni untuk
memperoleh pertolongan Ilahi harus
menaruh perhatian pada doa-doa
disertai dengan kesabaran, dan kekhususan
ini, cara demikian hanya terdapat dalam diri orang-orang yang merendahkan hatinya. Sedangkan kerendahan hati ini hanya terdapat
dalam diri orang-orang yang mengamalkan hukum-hukum Allah Ta’ala. Kerendahan hati ini hanya terdapat dalam diri orang-orang
yang beribadah kepada Allah Ta’ala.
Jadi ketika seorang hamba itu merendahkan hatinya dalam setiap segi
kehidupannya, dan dia memenuhi semua kewajiban-kewajiannya
yang telah dijelaskan oleh Allah
Ta’ala, disertai dengan banyak-banyak berdoa; dan ia menunaikannya dengan
keteguhan dan menunjukkan kerendahan hati
sedemikian rupa mengetuk di depan pintu istana Ilahi; maka ia akan memperoleh
pertolongan-Nya. Jika saudara-saudara memohon pertolongan-Nya dalam hal
kekuatan untuk menunaikan hak-hak hamba-hamba-Nya dan memperlihatkan harapan
tinggi; maka sebagai hasilnya Saudara-saudara akan menjadi penerima karunia-karunia Allah Ta’ala.
Pendeknya, kerendahan hati sangat penting
untuk mendapatkan karunia Allah Ta’ala
dalam menunaikan ibadah-ibadah dan setiap urusan kita. Ketika hal ini dilakukan
maka Allah Ta’ala juga akan menyelamatkan orang yang rendah hati dari kerugian duniawi, membantunya melawan musuh, memajukannya dalam keruhanian dan memperbaiki hubungan sosial, dan dengan demikian ridha Allah dapatlah diraih. Ini sungguh
adalah keinginan dari seorang mukmin sejati dan memang seharusnya
demikian.
Jadi kita harus memeriksa diri sendiri dalam bulan Ramadhan ini berdasarkan semua hal dan pokok-pokok tema yang telah
saya beritahukan kepada Saudara-saudara hari ini, merenungkan sampai sejauh mana kita telah melakukan perubahan dalam
diri kita sendiri sesuai dengan
ajaran yang telah disampaikan oleh Allah dan sejauh mana melangkah dalam hal
ini. Jika tidak, - seperti telah saya katakan - Ramadhan datang dan akan datang setiap tahun selama kita hidup;
kita melewati bulan itu dan kita hanya akan mendengarkan bahasan keilmuan
tentang turunnya Al-Qur’an di bulan itu. Allah Ta’ala telah mengarahkan perhatian kita untuk memerhatikan ayat هدى للناس ‘hudal
lin naas’ - “petunjuk bagi umat manusia”, bukan
hanya di permukaan [sisi lahiriah kalimat itu saja]. Bukan hanya tetap secara
kulit saja. Bukan hanya sibuk membahas secara keilmuan bahwa apakah makna dan
tujuan dari Al-Qur’an yang telah turun ini, adakah tujuannya atau tidak?
Melainkan, kita harus memperdalam ajaran-ajaran ini dan membahas pendalaman
mutiara-mutiara petunjuk ini dalam kerangka untuk menghiasi kehidupan kita di
dunia ini dan di akhirat [dengan mengamalkannya].
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. berkata: "Ingatlah bahwa Al-Qur’an Syarif adalah sumber berkat hakiki dan merupakan
sumber sejati keselamatan. Merupakan
kesalahan orang-orang itu bahwa mereka tidak mengamalkannya. Segolongan orang yang tidak mengamalkannya adalah mereka yang tidak mengimaninya dan tidak menganggapnya sebagai firman Tuhan. Orang-orang ini sangat jauh, namun yang paling
mengherankan dan patut disesalkan adalah jika mereka yang mengimani bahwa itu
adalah firman Tuhan dan itu juga
sarana penyembuhan dan keselamatan,
namun mereka tidak mengamalkannya.
Banyak di antara mereka yang tidak pernah membacanya
dalam seumur hidup mereka.
Permisalan orang yang sangat lalai dan tidak peduli terhadap firman Allah Ta’ala adalah seperti orang yang mengetahui tentang mata air yang sangat murni, dingin,
manis, dan memahami bahwa airnya
adalah obat mujarab dan penyembuh bagi banyak penyakit. Dia
mengetahui hal ini dengan yakin,
namun meskipun mengetahui hal ini dan
meskipun merasa haus dan menderita
banyak penyakit ia tidak mendatanginya.
Betapa malang dan bodohnya dia. Dia
seharusnya minum dari mata air itu dengan mulutnya sendiri,
mengenyangkan diri dan menikmati airnya
yang lezat untuk menyembuhkan penyakitnya sendiri. Meskipun dia tahu hal ini, tetapi dia begitu menjauh
darinya seperti orang yang tidak tahu
dan ia tetap jauh darinya sampai kematian mendatanginya. Kondisi orang
ini contoh dan nasihat yang sangat jelas. Begitu juga kondisi umat Islam saat ini. Mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an Syarif adalah kunci
semua keberhasilan dan harus diikuti, namun kendati pun
mengetahuinya, tidak melaksanakannya juga, bahkan tidak mempedulikannya! ... “
Beliau a.s. bersabda lagi: “Umat Muslim
seharusnya telah memahami dan saat ini juga penting bagi mereka untuk menganggap mata air ini sebagai berkah
yang luar biasa dan menghargainya. Menghargainya
adalah dengan cara mengamalkannya.
Kemudian mereka akan melihat bagaimana Allah Ta’ala akan menghilangkan berbagai musibah dan kesulitan
mereka. [Itu akan terjadi], jika umat Muslim memahami dan merenungkan
bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan jalan kebaikan bagi mereka dan mereka melangkah di atasnya dan mereka akan
mengambil manfaatnya.”[3]
Andai saja umat Islam, para pemimpin, dan
masyarakat Muslim dewasa ini -- yang
keadaannya saling membunuh satu sama
lain dan ratusan nyawa melayang -- mengamalkan Al-Qur’an, dan mereka mau
mendengar seruan Sang Mahdi di zaman ini, maka berbagai fitnah dan keburukan ini akan hilang. Semoga Allah memberikan umat Muslim ini
akal untuk mengamalkan ajaran Al-Qur’an!
Akan tetapi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. juga memberikan nasihat kepada
kita, sabdanya: “Perdalamlah Al-Qur’an Syarif karena di dalamnya terkandung ilmu semuanya. Segala jenis rincian kebaikan dan keburukan diterangkan di dalamnya, termasuk juga masalah yang
berkenaan dengan kabar-kabar pada
zaman yang akan datang dan lain-lain. Ketahuilah dengan pasti bahwa dia ini (Al-Qur’an)
menyampaikan suatu agama yang tidak ada keberatan
bisa ditujukan padanya karena berkat-bekat
dan buah-buahnya segar. Injil tidak
menjelaskan agama dengan sempurna. Ajarannya mungkin sesuai dengan masa itu
tetapi jelas tidak cocok untuk setiap zaman dan untuk setiap situasi. Keunggulan ini hanya dimiliki oleh Al-Qur’an Majid karena di dalamnya Allah
Ta’ala telah menjelaskan obat penawar untuk setiap penyakit dan telah memberikan tarbiyat bagi semua tingkatan kemampuan manusia, keburukan apapun telah dijelaskan beserta cara untuk menjauhinya
juga telah diberikan. Oleh karena itu, teruslah membaca Al-Qur’an Majid dan selalulah berdoa serta berusaha dan
jagalah tindakan kalian agar sesuai dengan ajarannya.”[4]
Nasihat ini untuk kita juga, kita
hendaknya tidak hanya mengkritisi (melihat-lihat kesalahan) orang lain.
Sebab kita juga harus mengikuti dan mengamalkan ajaran dari Al-Qur’an Karim ini serta berusaha dan
menjaga diri kita sesuai dengan ajarannya
sehingga kehidupan duniawi dan akhirat kita menjadi baik.
Semoga Allah memberi taufik kepada kita
untuk menjadikan kitab agung ini
bagian dari kehidupan kita dan menjadi orang-orang yang memperoleh keridhaan Allah Ta’ala! Semoga Ramadhan
ini memberi kita pengetahuan dan pemahaman yang lebih besar tentang Al-Qur’an, juga menjadi orang yang
memperoleh kedekatan dengan Allah Ta’ala.
Tanggal 19 Wafa 1392 HS/Juli 2013
Di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK