Wednesday, January 2, 2013

SHAHEED

Pada umumnya orang Syahid dianggap orang yang mati dijalan Allah swt. Sungguh benar orang yang jiwanya dikurbankan dijalan Allah swt memperoleh derajat Syahid. Allah swt membuka pintu surga baginya. Akan tetapi Syahid mempunyai arti yang sangat luas sekali. Oleh karena itu pada hari ini saya akan menerangkan arti Syahid berdasarkan sabda-sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan juga menurut Hadis-hadis Rasulullah saw. Anak-anak pelajar yang tinggal disini, di Germany sering mengajukan pertanyaan kepada saya.
Beberapa hari yang lalu di Hamburg seorang anak Waqafe Nou telah mengajukan sebuah pertanyaan katanya: Apabila Hudhur menguraikan kisah Syuhada sering Hudhur menceritakan orang yang berkata kepada keluarga dekatnya begini: Berdo’alah untuk saya mudah-mudahan saya menjadi seorang Syahid atau saya mendapat martabah seorang Syahid, atau mendapat kedudukan seorang Syahid. Dari pada berdo’a untuk menjadi Syahid mengapa tidak memanjatkan do’a agar mendapat kemenangan diatas musuh-musuh? Mengapa tidak berdo’a demikian?

Sesungguhnya memanjatkan do’a untuk meraih kemenangan diatas musuh adalah do’a yang utama. Dan memang ada janji-janji Allah swt juga kepada Jema’at-Jema’at Ilahi bahwa kemenangan akan diraih oleh mereka. Dan berulang kali Allah swt telah memberi tahu Hadhrat Masih Mau’ud bahwa beliau akan meraih kemenangan-kemenangan dan kejayaan. Dan yakin sekali bahwa kita akan menyaksikan dengan jelas dan cemerlang tanda-tanda kemenangan itu. Bahkan dengan karunia Allah swt kita sekarang sedang menyaksikan dengan jelas gejala-gejala kemenangan itu. Dan setiap tahun dengan karunia Allah swt kita menyaksikan beratus-ratus ribu orang berusaha masuk kedalam Jema’at Ahmadiyah ini. Bahkan di negara-negara yang sedang bergolak dengan perlawanan pun ramai orang-orang yang masuk kedalam Jema’at Ahmadiyyah.
Dan semua gejolak yang sedang kita saksikan itu adalah bukti kemenangan Jema’at Ahmadiyah. Begitu juga program yang dibuat oleh Jema’at, mempersembahkan ajaran-ajaran Islam yang hakiki dan menghapuskan keraguan atau syak wasangka dunia terhadap Islam adalah langkah-langkah kemajuan dan kemenangan yang sedang diperjuangkan oleh Jema’at Ahmadiyah. Yang pada suatu ketika akan datang masanya revolusi ruhani luar biasa, insya Allah akan berkobar dimana-mana diatas dunia ini. Dan untuk itu setiap orang Ahmady harus berusaha dan juga berdo’a. Bagaimanapun bagi maksud dan tujuan yang agung itu sangat diperlukan sekali pengurbanan-pengurbanan yang besar bahkan diperlukan pengurbanan kjiwa juga.
Dan para anggota Jema’at Ahmadiyyah dimanapun diperlukan, mereka selalu siap berkurban dan memberi pengurbanan juga. Diantaranya pengurbanan berupa jiwa atau nyawa juga yang memberi martabah Syahid. Dan orang-orang itu siap masuk kedalam surga Allah swt. Akan tetapi, sebagaimana telah saya katakan bahwa Syahid bukan hanya setakat itu saja. Para pemuda yang mengajukan pertanyaan dan juga orang-orang tua harus mendalami makna Syahid itu agar setiap orang berusaha untuk meraih kedudukan Syahid itu dan harus memahami kandungan do’a yang dimohonkannya agar mendapat surga keridhaan Allah swt.
Pada suatu ketika Hadhrat Rasulullah saw bersabda kepada Abu Hurairah r.a. bahwa jika seseorang mati di jalan Allah swt mulai dianggap Shahid maka tidak akan banyak orang-orang yang menjadi Syahid didalam ummat-ku. Di dalam Hadis Muslim diriwayatkan Rasulullah saw bersabda: Orang yang dengan hati bersih dan lurus menginginkan mati Syahid maka Allah swt akan memasukkannya kedalam golongan orang mati Syahid sekalipun kia mati diatas tempat tidur.
Kita menyaksikan didalam tarikh suatu peristiwa ketika terjadi Perang Badar mengingat janji Allah swt maka Rasulullah saw memohon kemenangan dan memohon keselamatan orang-orang Mauslim yang ikut serta dalam Perang Badar itu. Beliau tidak meminta kedudukan Syahid dengan mengurbankan jiwa mereka. Beliau memohon kepada Allah swt, jika orang-orang Muslim ini hancur binasa maka siapakah lagi yang akan beribadah kepada Engkau?
Allah swt juga memberitahu bahwa maksud dan tujuan penciptaan manusia kedunia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu maksud dan tujuan kehidupan orang mu’min sejati bukan untuk mengurbankan jiwanya hanya satu kali saja melainkan terus menerus setiap waktu siap sedia untuk memberikan pengurbanan demi meraih keridhaan Allah swt.
Terdapat riwayat juga didalam Hadis, Rasulullah saw telah bersabda bahwa seorang mu’min tidak boleh mengharapkan terjadinya perang, akan tetapi apabila ia dipaksa musuh untuk berperang maka ia tidak boleh mundur karena gentar atau takut melainkan harus mengahdapinya dengan gagah berani sekalipun harus mengurbankan jiwanya. Diwaktu perang sedang berkecamuk karena sudah diizinkan untuk berperang maka seorang mu’min akan meraih kedudukan Syahid apabila tewas melawan musuh tanpa takut sedikitpun.
Dalam situasi zaman sekarang sudah tidak ada lagi perang. Musuh-musuh Jema’at pengecut melakukan serangan sambil sembunyi atau melarikan diri. Sekalipun mereka menyerang sambil berhadapan namun sekarang tidak ada perintah untuk berperang. Banyak orang-orang Ahmady yang menerima ancaman: Tinggalkanlah Ahmadiyyah jika tidak bersiap-sedialah untuk dibunuh. Dalam kesempatan demikian keberanian seorang mu’min sangat tinggi, seperti orang-orang Ahmady di Pakistan memberi contoh, nyawa boleh melayang namun íman dan keridhaan Allah swt tidak dapat dikurbankan. Itulah keadaan orang mu’min sejati yang tetap tegak dalam menghadapi berbagai keadaan.
Allah swt telah mengajar orang-orang beriman sebuah do’a memohon agar dimasukkan kedalam golongan para Nabi, siddiq, syuhada dan orang-orang saleh (An Nisa ayat 70) apa maksudnya, apa falsafahnya dan apa rahasianya? Untuk memahaminya Allah swt Yang Maha Pemurah telah memberi taufiq kepada kita untuk beriman kepada Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. yang telah menjelaskannya secara terbuka kepada kita sehingga kita menjadi faham. Saya tidak akan menjelaskan satu persatu apa yang telah diterangkan didalam ayat tersebut mengenai Nabi, Siddiq, syahid dan soleh. Namun saya akan menjelaskan apa yang telah dipertanyakan mengenai Syahid yang sekarang sedang dibahas, akan saya perjelas lagi sedetail mungkin.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menulis di banyak tempat didalam buku-buku beliau tentang hakikat dan kedudukan atau martabat Syahid. Sehingga jelaslah bahwa mengapa untuk mendapatkan martabat syahid do’a sangat diperlukan sekali. Dan untuk Syahid macam apa do’a sangat diperlukan. Dan mengapa orang um’min sejati harus menginginkannya. Hadhrat Masih Mau’ud bersabda: “Masyarakat umum menganggap Syahid itu hanyalah orang yang mati dimedan perang atau tenggelam didalam sungai atau karena serangan wabah penyakit dan lain-lain. Saya katakan bahwa pendapat demikian atau terbatas hanya kepada pengertian demikian, jauh dari keluhuran martabat orang mu’min.
Sesungguhnya Syahid adalah orang yang telah memperoleh kekuatan istiqamah dan sakinah dari Allah swt. Tidak ada gejolak atau bencana yang dapat menggoyahkan pendirian atau menukar keimanannya. Dia menghadapi musibah dan berbagai kesulitan dengan gagah berani, sehingga sekalipun harus mengurbankan jiwanya karena Allah swt ia memperoleh istiqlal yang luar biasa dan tanpa merasa takut dan bimbang ia menyerahkan kepalanya untuk dikurbankan. Dan ia menginginkan berkali-kali hidup dan berkali-kali menyerahkan kepalanya untuk dikurbankan dijalan Allah swt, sebab ia merasakan senang dan lazat sehingga berulangkali pukulan pedang kepada tubuhnya atau berulangkali pukulan yang bisa menghancurkan seluruh tubuhnya memberi kehidupan baru, kesenangan dan kesegaran baru kepadanya. Itulah makna dari pada Syahid.
Perkataan Syahid berasal dari Syehd (madu) Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: “Lafaz ini keluar dari perkataan syehd (madu). Manusia tahan melakukan ibadah keras dan tahan menghadapi berbagai macam kesulitan dan kesusahan dijalan Allah swt. Ia merasakan semua itu seperti madu manis dan lezat rasanya. Sebagaimana syehd (madu) sesuai dengan firman Tuhan fihi syifaun linnas artinya madu itu mengandung kesembuhan (antidot) bagi manusia, begitu juga Syahid sebagai antidot. Orang yang bergaul dengan para Shahid akan mengalami kesembuhan dari berbagai penyakit (penyakit ruhani)”. Jika martabat Shahid itu hanya diperoleh melalui kematian, bagaimana manusia dapat memperoleh faedah dari pergaulan dengan orang mati Syahid itu. Kebaikan hakiki, berjalan diatas keridhaan Allah Ta’ala dan memperoleh qurub Allah swt adalah satu martabat Syahid juga.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: “Manusia yang dalam setiap melakukan pekerjaannya dapat melihat Allah Ta’ala maka itu juga satu martabah Syahid. Sekurang-kurangnya jika diwaktu melakukan pekerjaan ia yakin sedang melihat Allah Ta’ala, itu dinamakan Ihsan juga.”
Sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bahwa salah satu kedudukan Syahid itu adalah, manusia melihat Tuhan di waktu sedang melakukan setiap pekerjaan atau ia yakin bahwa Tuhan sedang melihat apa yang sedang ia kerjakan. Jika keadaannya selalu seperti itu maka ia akan selalu menaruh perhatiannya terhadap pekerjaan-pekerjaan yang baik. Keadaan seperti itu dikatakan Ihsan. Jadi, apa yang disebut ihsan itu?
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelaskan: Ada perintah Allah Ta’ala kepada kalian bahwa berlakulah adil dalam setiap perkara yang kamu kerjakan. Yakni amalkanlah hakkukullah dan hakukul ibad. Jika dapat berbuat lebih dari itu maka kalian bukan hanya berlaku adil melainkan berlaku ihsan. Berkhidmatlah dijalan Allah Ta’ala melebihi apa yang diwajibkan dengan penuh ikhlas seakan-akan kalian sedang melihat Tuhan. Akan tetapi lebih dari itu, salat-salat nafal, hak-hak Allah Ta’ala dan mengikat hubungan dengan Allah Ta’ala, jika semua itu dilaksanakan, maka itulah pelaksanaan hak ibadah yang sempurna kepada Allah Ta’ala dan itulah ihsan yang akan membawa kepada martabah Syahid.
Selanjutnya beliau a.s. bersabda: “Penuhilah hak sesama manusia lebih dari batas kewajiban. Hanya sekedar memenuhi hak-hak mereka saja tidak cukup, untuk meraih peringkat yang lebih tinggi, untuk dapat dimasukkaan kedalam kelompok rang-orang yang meraih martabat Syahid, maka dalam memenuhi hak-hak manusia, perlakukanlah mereka dengan cinta dan kasih sayang, lemah-lembuh dan ramah-tamah.
Kemudian dalam menjelaskan tuntutan keadilan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: Timbulkanlah hubungan erat dengan Allah swt sehingga betul-betul yakin tidak ada yang patut disembah, tidak ada yang patut dicintai dan tidak ada yang patut menjadi tumpuan tawakkal selain dari pada-Nya. Sebab Dia adalah Khaliq atau Pencipta. Dia Penegak kehidupan ini serta ni’mat-ni’matnya. Dan Dialah Rab Yang Memelihara. Dan Dia menyediakan dan memberi berbagai jenis ni’mat.
Selanjutnya beliau a.s. bersabda: Bagi seorang mu’min tidak cukup hanya yakin terhadap semua perkara tersebut atau hanya tahu bahwa Allah swt adalah Pemilik segala Kekuatan dan Rab bahkan ia harus lebih maju lagi dari itu, yaitu ia harus betul-betul yakin akan keagungan Allah Yang Maha Tinggi dan menjadi sangat adab dan hormat dalam melakukan ibadah dihadapan Allah Ta’ala, dia menjadi pelaksana ibadah dengan kerinduan dan kecintaan yang timbul didalam hatinya. Keadaan seperti itulah yang harus dimiliki.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: Kalian harus fana di dalam mencintai Allah Ta’ala seakan-akan telah melihat Keagungan-Nya, Keperkasaan-Nya dan Keindahan-Nya yang kekal abadi. Apabila manusia melihat tidak terbatasnya dan kekalnya keindahan Allah swt, yakin akan sifat-sfat-Nya, perhatiannya selalu tercurah terhadap ibadah kepada-Nya, maka tidak akan ada perbuatan yang dia lakukan yang bertentangan dengan keridhaan Allah swt dan apabila keadaannya sudah demikian maka dia berada di dalam martabat Syahid.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelaskan berkenaan dengan Syahid:” Apabila hubungan dengan Allah Ta’ala sudah demikian maka kekuatan istiqamah semakin maju. Maka manusia menjadi siap untuk menghadapi setiap jenis pengurbanan demi meraih keridhaan Allah swt. Semua itu terjadi bukan karena keterpaksaan, bahkan ketenangan akan dirasakan didalam menghadapi kesulitan dijalan Allah Ta’ala dan hal itu menjadi sumber ketenteraman. Orang beriman tegak berdiri dengan gagah berani menghadapi setiap kesulitan. Tidak ada rasa takut dan duka cita serta putus asa atau penyesalan didalam hatinya. Tidak akan berkata: Jika saya tidak mengerjakan ini, atau jika saya menerima tawaran ini dan itu dan takluk kepada ancaman-ancaman untuk meninggalkan Ahmadiyyah, atau saya harus memutuskan hubungan dengan Ahmadiyyah karena ancaman mereka sehingga saya terselamat dari kesulitan yang dihadapi. Orang beriman tidak akan pernah berfikir seperti itu jika ia betul-betul beriman. Bahkan sebaliknya kekuatan iman dan keyakinan akan wujud Tuhan Yang Mahakuasa didalam menghadapi kesulitan-kesulitan menjadi sarana ketenangan, ketenteraman dan sukacita. Itulah keadaan seorang Syahid.
Selanjutnya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:” Seorang mencapai kedudukan Syahid, apabila ia menunaikan ibadah kepada Allah swt sambil bersabar menanggung banyak kesulitan, dan ia mengurbankan sarana kesenangan dunianya di jalan keridhaan dan ibadah-Nya. Bukan saja ia berkurban bahkan ia menerima suatu ketenangan dan ketenteraman dari Allah Ta’ala berkat amal-amal ibadahnya. Ia meraskan sangat lezat didalam ibadahnya itu seperti merasakan lezatnya madu. Hendaknya salat dan ibadah-ibadah orang mukmin, perhatian terhadap salat atau perhatian terhadap ibadah-ibadah bukan atas dasar terpaksa melainkan karena keyakinan penuh serta kamil terhadap Allah swt. Dan karena Allah swt sedang melihat dan memperhatikan saya. Dan setiap amal yang dikerjakan karena Allah swt akan menjadi sarana keridhaan Allah swt. Dan keridhaan itu akan membimbing kearah martabah Syahid. Demikian juga apabila seseorang meninggalkan setiap keburukannya dan ia tinggalkan karena Allah swt telah melarangnya, saya ingin meraih keridhaan-Nya, ingin memperkuat hubungan dengan Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala melihat setiap amal baik maupun buruk manusia, kebiasaan buruk saya dan amal jahat saya dapat menjadi penyebab kemarahan Tuhan kepada saya. Maka hal itu semua bukan saja akan menahannya dari keburukan-keburukan bahkan akan membawa perhatiannya terhadap amal-amal kebaikan. Dan akan meningkatkan iman dan keyakinannya yang kuat. Dan itulah maksud tujuan kehidupan manusia.
Selanjutnya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:” Orang-orang pada umumnya menganggap Syahid itu adalah orang yang mati terbunuh dengan panah atau senapang atau mati secara tiba-tiba karena suatu musibah.
Hadhrat Rasulullah saw menerangkan bahwa ada lima orang yang mati termasuk golongan mati Syahid yaitu: Mati karena wabah, mati karena sakit perut, mati karena tenggelam, mati terkubur oleh reruntuhan rumah yang roboh dan mati dijalan Allah swt. Sehubungan dengan itu Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelaskan: “ Di sisi Allah swt Syahid bukanlah kematian seperti itu (Hudhur atba bersabda: kematian seperti itu hanya kematian secara zahiriah saja) akan tetapi ada lagi kedudukan Syahid disisi Allah swt yang harus dicari oleh setiap orang mu’min.
Menurut pendapat saya ada lagi kedudukan Syahd lainnya, hakikat Syahid adalah satu keadaan yang kaitannya dengan hati. Ingatlah, siddiq mempunya hubungan kedekatan dengan Nabi dan kedudukannya nomor dua dari pada Nabi. Dan Syahid adalah tetangga Siddiq. Sedangkan Nabi merangkum semua sifat, ia sidiq juga, Syahid juga dan Saleh. Akan tetapi kedudukan Siddik dan Syahid adalah berlaian-lainan. Tidak perlu dibahas apakah Siddiq dan Syahid itu ada atau tidak. Kedua kedudukan itu dari segi martabat berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu Allah swt memberi kekuatan bahwa amal perbuatan dan akhlaq yang baik memancar dari padanya dalam keadaannya yang sangat sempurna dan berlaku tanpa dibuat-buat.
Tidak ada suatu rasa takut atau harapan yang menjadi sebab berlakunya amal-amal baik itu, melainkan murapakan bagian dari fitrat dan tabiatnya sendiri. Perlakuan fitrati dan tabi’atnya itu tidak dibuat-buat. Umpama seorang pengemis ditempat ramai meminta sedekah dari seseorang. Orang itu memberi sedeqah karena ikhlas atau karena terpaksa. Jika ia orang kaya ia memberinya untuk dilihat orang bahwa ia seorang dermawan, takut disebut kikir jika tidak memberi kepada pengemis itu. Ia terpaksa memberi bukan karena ikhlas, karena alasan dibuat-buat. Tetatpi pada diri orang Syahid tidak ada sesuatu perbuatan yang dibuat-buat. Kekuatan dan kemampuannya selalu meningkat terus. Kekuatannya semakin banyak meningkat semakin berkurang kesulitannya dan ia tidak merasa suatu beban dalam melakukan kebaikan apapun. Ia bertahan dengan penuh sabar menghadapi setiap kesulitan semata-mata karena Allah Ta’ala. Ia selalu siap memikul tanggung jawabnya tanpa ragu atau tanpa dibuat-buat dan tanpa mengharapkan suatu pembalasan.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. selanjutnya bersabda bahwa kedudukan Syahadat (Syahid) menjelma sesuai keadaan hati. Dan keadaan hati seperti itu timbul karena keyakinan sempurna terhadap Allah swt. Ia yakin bahwa apa yang sedang dia kerjakan sedang diawasi oleh Allah swt dan setiap pekerjaan dilakukan semata-mata karena Allah. Amal dan akhlaq baiknya zahir dalam bentuk aslinya. Yakni amal salehnya dilakukan bukan untuk pamer melainkan untuk meraih keridhaan Allah swt. Dan keridhaan Allah swt itu dihasilkan bukan hanya karena usaha melainkan ia merupakan bagian dari fitrat dan tabiat orang mu’min yang secara terus menerus berusaha untuk itu. Tidak timbul pikiran lain didalam benaknya melainkan hanya untuk menghasilkan keridhaan Allah swt.
Umpamanya ia mendapat kesempatan untuk berkhidmat kepada Jema’at, ia sedang melakukan pekerjaan dengan semangat bukan karena mengharapkan pujian, melainkan demi meraih keridhaan Allah swt. Banyak orang yang menyatakan kegelisahannya karena tidak mendapat tugas untuk berkhidmat kepada Jema’at. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. memberi missal dengan seorang pengemis yang menghampiri orang-orang untuk meminta-minta sadqah. Biasanya orang-orang pun memberinya sadqah. Akan tetapi pada umumnya orang-orang memberinya sadqah untuk pamer. Tetapi orang Syahid tidak demikian, ia memberi sedeqah karena fitrat baiknya mendorongnya untuk berbuat demikian. Dan kekuatan untuk beramal baik itu setiap waktu meninggkat terus menerus. Setelah mengerjakan tugas apapun tidak merasa bahwa ia telah mengerjakan suatu karya besar sehingga patut mendapat pujian atau penghargaan atau pernyataan gembira dari orang-orang. Sama sekali tidak berpikir demikian bahwa ia harus mendapat suatu pujian atau pembalasan dari orang-orang dunia.Tidak pernah berpikir bahwa karena berkhidmat didalam Jema’at maka pasti para pemimpin Jema’at memberi suatu pengharagaan kepada saya. Tidak sama sekali tidak mengharapkan demikian. Melainkan semata-mata demi meraih keridhaan Allah swt.
Selanjutnya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : Yang dimaksud dengan kedudukan Syahid itu adalah apabila seorang dengan kekuatan imannya begitu meningkat keyakinannya terhadap Tuhan dan Hari Qiyamat seakan-akan ia menyaksikan dihadapan matanya. Dan berkat keyakinannya itu, kesulitan dan kerepotannya diwaktu menunaikan suatu kebaikan menjadi hilang. Setiap natijah yang telah ditaqdirkan oleh Allah swt disebabkan persesuaian dengan suasana itu, turun kedalam kalbu dengan rasa yang sangat lezat laksana madu sehingga semua serambi dada penuh diliputi rasa manis. Dan setiap suka dan duka menjelma sebagai karunia dari Allah swt. Maka disini Syahid dikatakan kepada seorang yang menyaksikan Tuhan berkat kekuatan imannya. Dan taqdir Tuhan yang pahitpun dirasakannya manis laksana madu. Dan dalam makna itulah yang dikatakan Syahid. Dan martabah ini sebagai tanda bagi Mu’min sejati yang kamil.
Setiap orang mu’min beriman kepada hari pembalasan. Akan tetapi apa keyakinan terhadapnya? Keyakinan kepadanya timbul berkat ada hubungn dengan Allah swt. Orang dunia juga demi orang yang dicintainya berani memikul berbagai kesulitan. Sedangkan Allah swt harus dijadikan paling dicintai lebih dari semua yang dicintai dan harus lebih berani memikul berbagai kesulitan demi untuk-Nya. Hasil dari mencintai dunia selalu berakhir didunia ini juga. Akan tetapi hasil dari mencintai Allah swt tidak akan pernah berakhir bahkan sampai hari kiamat juga akan terus meningkat lebih banyak lagi. Ganjaran amal saleh membawa manusia sampai kedalam Surga. Kebanyakan natijah amal manusia didunia ini sangat keras dan pahit. Misalnya seorang kaya demi meraih hartanya lebih banyak ia berkata dusta. Akan tetapi orang Mu’min menganggap dusta itu sama dengan syirik ia tidak pernah berusaha mengambil faedah dari pada dusta. Bahkan sebaliknya berkata benar juga kadangkala menjadi sebab menerima kerugian.
Misalnya Ahmadiyyat adalah kebenaran. Dan kita telah beriman kepada Masih Mau’ud dan Mahdi Mau’ud yang datang sesuai dengan janji Allah swt. Akan tetapi disebabkan kebenaran inilah banyak sekali orang-orang Ahmady diberbagai Negara didunia sedang terperangkap dalam berbagai kesulitan. Yang paling teruk sedang terjadi di Pakistan. Dengan menzahirkannya orang-orang Ahmady disana dikenakan baerbagai hukuman. Akan tetapi mereka tetap tegak dalam keimanan mereka.
Di sini sambil lalu saya ingin memberitahu bahwa disebabkan Ahmadiyyah banyak orang-orang datang dari Pakistan kenegeri ini untuk mencari suaka (asylum). Disebabkan menyatakan kebenaran mereka dianiaya dinegeri sendiri kemudian hijrah berdatangan kenegeri ini. Akan tetapi apabila mereka membuat pernyataan dusta demi mendapat status asylum maka mereka akan mensia-siakan semua kebenaran iman mereka. Dinegara-negara ini manusia sangat menghargai kejujuran. Jika kasus mereka diceritakan dengan jujur, sebab kebanyakan kasus mereka betul-betul tulen, mereka mendapat tekanan dan penyiksaan dari musuh-musuh Jema’at, namun ada juga orang-orang yang betul-betul tidak menanggung kesulitan atau kesusahan dari pihak musuh. Akan tetapi mereka harus berkata jujur dan katakan bahwa penindasan dan penganiayaan disana secara phisik ataupun secara undang-undang membuat kami sangat tertekan dan tidak mempunyai kebebasan. Sekarang keadaan semakin meningkat sehingga kami tidak bisa bertahan oleh karena itu kami hijrah dari sana.
Sekalipun sampai sekarang ratusan ribu Ahmady tetap berada disana dan sampai sekarang tetap tinggal disana. Akan tetapi setiap orang mempunyai kekuatan dan kesabaran yang berbeda-beda.. Oleh sebab itu kami telah datang kesini. Dengan demikian orang-orang disini faham. Dengan perasaan simpati mereka memberi visa yang panjang atau suaka. Akan tetapi jika berdusta maka terbukalah baginya kesempatan untuk banyak kali berdusta. Sering terjadi tuntutan (case) mereka ditolak atau banyak juga yang lulus. Namun jelaslah bahwa cara mereka mengemukakan tuntutan (case) itu menimbulkan kemarahan Allah swt. Jadi, keridhaan Allah swt harus menjadi perhatian kita sepenuhnya.
Kepada siapapun saya berkata agar dalam mengemukakan case itu atas dasar kebenaran atau jangan berdusta. Kemudian mereka juga betul-betul berkata atas dasar kebenaran dan berdo’a juga kepada Allah swt maka saya melihat bahwa kasus mereka dalam beberapa hari saja sudah diluluskan. Sesuai dengan sebuah Hadis Rasulullah saw orang yang berkata benar atau menjaga kebenaran kemudian ia hijrah karena dunia maka ia juga adalah Syahid bahkan Siddiq. Di dalam riwayat Abu Dawud r.a. Rasulullah saw bersabda bahwa orang yang hijrah dari satu tempat ketempat lain demi menjaga imannya rusak disebabkan timbul fitnah atau kerusuhan di kawasannya di pandangan Allah swt ia adalah Siddiq. Jika ia mati dalam keadaan demikian maka ia adalah Syahid.
Beliau saw menilawatkan ayat ini yang artinya: Orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia disisi Tuhannya adalah Siddiq dan Syahid. Kemudian beliau saw bersabda : Orang yang pergi dari satu Negeri kenegeri lain demi menjaga imannya maka di Hari Kiamat ia akan bersama Isa Ibnu Maryam dalam tingkatan yang sama didalam Surga.
Maka saudara-saudara yang datang kenegeri ini jika datang demi Agama maka tegakkanlah selalu kebenaran atau berkatalah selalu benar. Dan perkuatlah iman. Dan yakinlah kepada Hari Pembalasan. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa Hari pembalasan berupa hukuman dan ganjaran kebaikan adalah perkara yang sangat pasti. Maka jika Hari pembalasan itu pasti mengapa kita tidak menjalani kehidupan demi memperolah ganjaran yang baik. Demi kehidupan duniawi mengapa kita harus menjadi mangsa hukuman Allah swt. Pendeknya orang yang menaruh perhatian penuh terhadap Hari pembalasan mempunyai keyakinan yang kamil terhadap Allah swt maka ia adalah orang beriman dan juga Syahid.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: Kemuliaan Syahid adalah diwaktu hari-hari musibah, kesulitan dan percobaan menimbulkan kekuatan iman dan kekuatan akhlaqnya dan memperlihatkan keteguhan imannya sehingga menjadi sebuah tanda disebabkan keadaannya yang luar biasa. Selanjutnya beliau a.s. bersabda apabila iman menjadi kuat maka sesuai dengan itu amal juga menjadi kuat. Sehingga apabila kekuatan iman itu semakin tumbuh dengan sempurna maka mu’min itu mencapai kedudukan Syahid. Sebab amalnya tidak menghadapi suatu hambatan. Sehingga ia tidak akan merasa ragu atau bimbang untuk menyerahkan jiwanya dijalan Allah swt. Jadi untuk meraih kedudukan Syahid buhan hanya dengan menyerahkan nyawa. Melainkan dengan meraih iman yang sangat tinggi dan mendapatkan ganjaran dari Allah Ta’ala. Harus merasa yakin dalam setiap melakukan amal perbuatan bahwa Allah swt sedang manyaksikannya.
Secara ringkas saya ingin memberitahu hal ini juga bahwa bagaimana standar iman yang telah Allah swt tetapkan bagi seorang mu’min. Allah swt berfirman Yu’minuna bilghaib. Beriman kepada Yang Ghaib. Firman-Nya lagi: Dirikanlah salat, belanjakanlah harta kamu dijalan Allah, berimanlah secara sempurna kepada semua Rasul yang sudah lalu dan kepada Hadhrat Rasulullah saw. Dan berimanlah kepada Imam Zaman ini, Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. Dan Allah swt berfirman: Wabil akhirati hum yukinun artinya Dan yakin kepada perkara-perkara yang telah dijanjikan. (Al Baqarah:4) Dan perkara yang paling besar yang telah dijanjikan tiada lain adalah kedatangan Hadhrat Imam Mahdi a.s. Itulah sebabnya tentang wabil akhirati hum yukinun Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelakan bahwa: Allah swt telah menyatakan wajib beriman kepada saya.
Selanjutnya untuk memperkuat iman Allah swt befirman : Perkuatlah imanmu sekalian. Salah satu tanda orang mu’min adalah ia sangat mencintai Allah swt. Hal ini juga harus diperhatikan oleh setiap orang bahwa Allah swt harus dicintai lebih dari pada yang lain. Jika tidak ada imin seperti itu maka iman menjadi lemah. Kemudian iman kepada Allah Ta’ala, kepada Malaikat-malaikat-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada kitab-kitab-Nya. Beriman kepada semua perkara ini sangat penting untuk memupuk keimanan kita. Dan standard iman juga harus semakin meningkat. Dan tentang standard iman Allah swt berfirman: Apabila disebut nama Allah Ta’ala dihadapan orang-orang beriman maka hati mereka gemetar karena takut kepada Allah Ta’ala.
Selanjutnya beliau a.s. bersabda bahwa orang mu’min adalah mereka yang berjihad dijalan Allah swt. Jihad juga ada bermacam-macam jenisnya. Jihad dengan pedang. Jihad ini dengan kedatangan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. sudah tertutup. Sekarang jihad merupakan kewajiban setiap Ahmady dan harus dilakukan di setiap Negara. Untuk menguatkan iman untuk mendapatkan martabah Syahadat (Syahid) ada jihad yaitu jihad tabligh. Maka dimana ada kewajiban jihad untuk memperbaiki nafs sendiri di sana jihad untuk menyampaikan amanat Tuhan juga adalah kewajiban setiap orang Ahmady. Jihad itu dapat dilakukan disetiap Negara dan orang-orang yang datang di negeri ini juga harus berlomba-lomba menagmbil bagian di dalam jihad ini.
Selanjutnya beliau a.s. bersabda: Hijrah dijalan Allah swt adalah bagian dari pada iman. Dan tandanya iman adalah apabila orang-orang beriman diseru kepada hukum-hukum Allah swt maka mereka berkata : Sami’na wa atha’na. Maksudnya bukan didengar dengan kuping kanan keluar dari kuping kiri, melainkan didengar dan dita’ati. Dan inilah yang harus menjadi keistimewaan mu’min sejati.
Banyak sekali perkara, banyak nasihat-nasihat dan khutbah-khutbah juga telah banyak anda dengar, bukan hanya didengar lalu diam, melainkan harus diamalkan juga. Diamalkan sedemikian rupa sehingga menjadi contoh bagi yang lain. Jika hal ini semua diamalkan maka akan menjadi mu’min sejati dan akan sampai kepada kedudukan yang akan membawa kepada status Syahid. Bukanlah karakter seorang mu’min mulai mengemukakan keberatan sambil berkata perkara ini begini maksudnya dan tafsirnya begini begitu atau mulai menghujat. Cara demikian bukan pekerjaan orang mu’min. Orang mu’min sejati apabila hukum-hukum Allah Ta’ala dikemukakan kepadanya maka hatinya mulai gemetar karena takut. Itulah karakter mu’min sejati. Kemudian dia bersujud dihdapan Allah swt memohon kekuatan untuk mengamalkannya. Dan semakin meningkatnya kecintaan terhadap Rasulullah saw juga adalah tanda orang mu’min sejati. Maka itulah keistimewaan yang harus dimilki oleh orang-orang mu’min di zaman ini.
Bahkan di zaman ini sesuai deangan bunyi salah satu syarat bai’at Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa dalam mengikuti Rasulullah saw yang untuk melanjutkan missi beliau saw Allah swt telah mengutus Hadhrat Masih Mau’ud a.s. hubungan dengan beliau a.s. juga harus lebih erat dari semua hubungan-hubungan dengan yang lain. Itulah keistimewaan yang harus dimiliki oleh seorang mu’min. Apabila keistimewaan ini telah diperoleh maka ia akan meraih martabah Syahid sekalipun ia mati diatas tempat tidurnya. Maka kita harus berusaha untuk mendapatkan kedudukan seperti itu dan harus menciptakan keyakinan yang kamil terhadap Allah swt. Dan timbulkanlah keyakinan yang kamil terhadap Hari Pembalasan.
Didalam setiap amal perbuatan harus yakin sepenuhnya bahwa Allah Ta’ala sedang menyaksikannya. Demi keridhaan Allah swt apabila ingin melepaskan diri dari kesulitan harus meminta pertolongan kepada-Nya. Minta kekuatan iman sedemikian rupa yang dapat menjadi sebuah tanda. Perkuatlah iman sehingga tidak ada suatu keserakahan duniawi atau suatu keinginan yang dapat merubah iman kita. Peliharalah kebersihan pikiran dan hati dalam melakukan amal saleh. Jadilah pelaku setiap amal kebaikan secara lurus tanpa dibuat-buat. Jadikanlah setiap kebaikan bagian dari fitrat kita. Jadilah hamba yang selalu menundukkan kepala dihadapan Allah swt demi memperoleh kekuatan istiqamah dan sakinah. Carilah standard ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Itulah standard yang harus diusahakan oleh setiap orang mu’min. Dan untuk itu harus banyak-banyak memanjatkan do’a. Adakah orang mu’min yang berkata mengapa kita harus berdo’a untuk meraih kedudukan Syahid.Itulah kedudukan Syahid yang setiap orang mu’min harus memanjatkan do’a untuknya.
Kutipan-kutipan di atas saya ambil dari sabda-sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Hal ini sungguh demikian pentinya setiap orang harus mempunyai keinginan untuk meraihnya, memilikinya dan menerapkannya di dalam seluruh kehidupannya. Apabila standard itu sudah diperoleh kecuali kita mengurbankan jiwa karena serangan musuh dengan tembakan peluru namun tinggal di dalam Negara yang aman tenterampun kita dapat memperoleh kedudukan Syahid. Untuk itu semoga Allah swt memberi taufiq kepada kita semua.
Sebagaimana pada hari Jum’at yang lalu ketika saya menyampaikan khutbah di Hamburg, Germany diterima kabar tentang syahidnya seorang anggota Jema’at di Pakistan dan pada waktu itu salat jenazahnya belum ditunaikan dan hari ini insya Allah akan kita laksanakan. Nama Syahid itu adalah Maqsood Ahmad Sahib Bin Nawab Khan Sahib telah disyahidkan di Quetta Pakistan pada tanggal 7 Desember 2012 dalam umur 31 tahun, Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.
Dalam keluarga beliau orang pertama yang masuk Jema’at adalah buyut ayah beliau bernama Muhtaramah Bhagpari Sahibah berasal dari kampung Nangal dekat Qadian. Beliau bai’at langsung kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Setelah berdiri Negara Pakistan keluarga ini hijrah ke Sahiwal kemudian pindah ke Quetta pada tahun 1965. Abang Syahid ini Manzoor Ahmad telah disyahidkan juga pada bulan Nopember 2012 yang lalu. Maqsood Ahmad Syahid Sahib telah ditembak oleh dua orang pengendara motor cycle. Beliau menerima tembakan lima butir peluru, empat butir mengenai kepala dan satu butir lagi mengenai pundak beliau kemudian dibawa ke Rumah Sakit namun beliau menghembuskan nafas terakhir di dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Beliau pernah diculik pada tahun 2009 kemudian dibebaskan setelah membayar wang tebusan yang cukup banyak sekali. Beliau sangat bersemangat melakukan khidmat khalq dan selalu membantu menyelenggarakan pos-pos kesehatan dan bukan hanya menyerahkan mobil untuk keperluan itu namun beliau sendiri yang menjalankan kendaraan itu. Demikian juga untuk kegiatan tabligh beliau selalu menyerahkan kenderaan itu. Apabila datang Muballighin dari Markaz ke Quetta beliau melayani mereka dengan penuh perhatian dan setelah melayani meraka itu beliau merasa gembira sekali. Beliau biasa melakukan tugas menjaga keamanan dengan penuh semangat terutama diwaktu Hari Jum’at.
Sadr Jema’at Quetta mengatakan bahwa Syahid Sahib sangat ikhlas melayani para tetamu, sangat mukhlis dan beliau orang pendiam tidak banyak bercakap. Tidak pernah marah kepada siapapun dan tidak pernah pula membuat orang lain marah. Tiga hari sebelum Syahid beliau menelepon Sadr Jema’at dan berkata mengapa tidak datang kepada saya untuk mengambil wang chandah. Ketika didatangi beliau membayar semua kewajiban chandah. Beliau sangat mencintai anak isteri dan tidak pernah berkata keras terhadap mereka. Selain selalu hormat kepada ibu-bapa, beliau angat hormat kepada kedua orang mertua beliau juga. Beliau meninggalkan seorang isteri dan dua orang anak yang masih kecil. Kedua anak lelaki ayah beliau telah menjadi Syahid. Ayah beliau sambil mengangkat kedua belah tangan muka menghadap keatas berdo’a: Ya Allah kedua anakku sudah Engkau ambil, sekarang jatuhkanlah hukuman kepada orang-orang zalim itu. Semoga Allah swt meninggikan derajat beliau disisi-Nya. Aamiin !!
Penterjemah Hasan Basri