Wednesday, August 24, 2011

Ramadhan & Ibadur-Rahman yang Haqiqi


وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

yang artinya, ‘Dan, apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, katakanlah: ‘Sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka menyambut seruan-Ku, dan beriman kepada-Ku, supaya mereka mendapat petunjuk.’ (Q.S. 2 / Al Baqarah : 187).
[Sekarang ini] Dunia yang semakin memerlukan Tuhan, tetapi langkah mereka justru semakin menjauh dari-Nya.
Manusia semakin gagal menghubungkan diri mereka kepada Tuhannya agar dapat menyelamatkan diri dari berbagai macam kesulitan dan bencana demi untuk peningkatan masa depan mereka; sesuai dengan keberadaannya sebagai makhluk yang paling mulia.
[Ironisnya] mereka yang mendakwakan diri memiliki hubungan dengan Tuhan, nyatanya tak memahami, bahwa iman dan ibadat yang hanya di kulit saja tidaklah cukup.
Sebab, yang diperlukan adalah senantiasa mencari kepuasan jiwa yang mengarah kepada keimanan yang haqiqi.
Di lain pihak, ada sekitar ¾ (tiga per-empat) penduduk dunia yang [beragama] musyrik; atau atheis, yakni menolak sama sekali keberadaan Tuhan. Bahkan, mereka ini bukan saja atheis, namun juga mengarahkan dunia kepada kesesatan.
Akan tetapi, di antara berbagai pihak tersebut, ada segolongan kecil manusia yang beriman dan yaqin sepenuhnya kepada Allah, serta sesuai dengan penggenapan berbagai nubuatan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw.
Segolongan jamaah ini menerima keyaqinan, bahwa manakala dunia sudah melupakan Khaliknya, atau sudah tidak memahami lagi keberadaan Dzat-Nya yang bersifat Rububiyyat, (Maha Pemelihara); yang untuk menyelamatkan dunia dari berbagai macam kekacauan, maka Dia pun mengutus seorang Imam Zaman-Nya.
Dengan karunia Allah Taala, yang dimaksud dengan segolongan kecil umat manusia tersebut, adalah Jamaat Ahmadiyah ini.
Namun, hendaknya diingat: Apakah cukup memadai hanya dengan beriman teguh kepada Orang Yang Dijanjikan itu, dan kini segelintir kaumnya bekerja untuk mengakhiri segala kekacauan di muka bumi ?
Jika kita berpikiran seperti itu, berarti menempatkan kategori yang sama dengan mereka yang menyatakan diri iman dan beribadat, namun perbuatannya jauh dari kenyataan.
Yakni, jika kita tidak mawas diri; tidak membina habluminallah yang hidup, tak menanamkannya kepada generasi penerus, dan tak juga [bertabligh] menyadarkan lingkungan di sekitar tentang missi sejati Orang Yang Dijanjikan itu, maka setelah berhasil menemukannya, kita pun kehilangannya lagi.
Jika demikian, berarti kita menderita kebencian dunia, dan juga tak menemukan Allah.
Maka, setelah Bai’at kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., kita perlu menanamkan ruh Ibadur-Rahman yang haqiqi di dalam diri kita masing-masing.
Untuk memperoleh keberhasilan maqom rohani tersebutlah, Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw dibangkitkan.
Ketika beliau Saw diberitahu Allah Swt mengenai nasib Ummat Islam di kemudian hari, beliau pun menjadi sangat berprihatin.
Namun, Allah Taala menjamin beliau dengan firman-Nya ini:
وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
yang artinya, ‘Dan, [begitu pula] Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan, Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana’. (Q.S. 62 / Al Jummah : 4).
Walhasil, Allah Taala akan melenyapkan keprihatinan Hadhrat Rasulullah Saw tersebut dengan penegasan, bahwa, sebagaimana Dia telah merubah suatu kaum yang jahiliyah, terkebelakang dan musyrik [di zaman awalin] menjadi suatu jamaah Ilahi; begitupula meskipun telah mengalami kerusakan, melalui seorang pecinta dan hamba beliau Saw yang sejati di antara kaum akhirin, Ummat ini akan sekali lagi menjadi kaum Ibadur-Rahman yang haqiqi. Sekali lagi, menjadi kaum pengkhidmat agama yang sejati.
Setelah mengalami kemundurun selama beberapa lama, Allah Azizul-Hakim menakdirkan, bahwa hanya melalui agama yang dibawakan oleh Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw ini sajalah ada harapan untuk melenyapkan segala macam kekacauan di dunia.
Jadi, di zaman sekarang ini, Masih Muhammadi beserta kaumnya-lah yang harus berperan dalam menggalang umat manusia untuk mengadakan hubungan yang haqiqi dengan Tuhannya.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis: ‘Di dalam perkataan Rabbil-Alamin, Allah Subhana wa Taala, telah menegaskan, bahwa Dia-lah Pencipta segala sesuatu.
Dari Dia-lah berasal segala sesuatu yang ada di seluruh langit dan bumi.
Sedangkan perkataan ‘Alamin’ juga menunjukkan kepada segala sesuatu yang dapat ditemukan di bumi, baik mereka yang telah mendapat petunjuk, maupun yang sesat dan telah hilang sirna.
Yakni, ‘alam’ (atau dunia) mereka yang sesat, kufur, dan jahiliyah itu sedemikian merajalelanya, seolah-olah dunia ini sudah dipenuhi dengan serba ketidak-adilan dan kesemena-menaan. Manusia telah mencampakkan jalan Allah Yang Maha Agung.
Mereka sudah tak mengindahkan lagi adanya hubungan alami yang sejati antara Khalik dan makhluk-Nya. Tak juga mempedulikan kewajiban terhadap Allah Yang Maha Memelihara.
Maka dunia pun menjadi gelap laksana diselimuti malam yang gelap gulita; keimanan sirna karenanya.
Ketika itulah Allah Taala menyingsingkan ‘alam’ lain yang menggantikan bumi dengan bumi-Nya yang lain. Takdir-Nya yang segar turun dari langit. Umat manusia dikaruniai hati nuraninya kembali. Lidahnya menjadi elok kembali, mengucapkan rasa syukur kepada Ilahi atas segala nikmat dan karunia-Nya.
Kemudian mereka pun merendahkan dirinya di hadapan Allah Yang Maha Agung. Berlari kepada-Nya dalam takut dan harapan. Mata mereka merunduk oleh batas pardah. Wajah iba mereka menghadap kepada Dia Yang Maha Penyedia segala kebutuhan, dengan sikap tunduk, disebabkan sudah runtuhnya puncak ego mereka.
Kaum [jamaah Ilahi] tersebut sangat diperlukan manakala kesesatan telah mencapai titik nadirnya. Yakni, disebabkan kondisi akhlak manusia yang semakin merosot, mereka pun berubah menjadi makhluk syaithani dan hewani.
Pada saat itulah Petunjuk dan Sunnah Ilahi yang baqa tergerak untuk mengutus seseorang dari langit kerohanian-Nya; yang akan mengusir kegelapan dan menghancurkan kerajaan yang telah dibangun dan dipelihara oleh Syaithan.
Seorang Imam Zaman yang berasal dari Allah Ar-Rahman datang untuk memerangi pihak musuh [yang bersifat] Syaithani.
Kedua kekuatan Ilahi [Imam Zaman dan kaumnya] tersebut – yang hanya terdiri dari orang-orang yang telah dikaruniai kedalaman rohani – hingga kemunkaran pun lenyap. Taghut yang tampak seperti benar itu, menjadi hancur lebur.
Sang Imam Zaman tersebut berhasil menguasai pihak musuh. Berhasil terus menerus mendukung kaum yang telah mendapat petunjuk, dan senantiasa mengibarkan bendera missi hidayahnya. Menghidupkan musim semi dan menyatukan kaum shalihin. Hingga manusia pun menyadari, bahwa Imam Zaman telah berhasil memperdayakan para pemuka kafirin itu, mengikat erat tali ikatannya. Lalu mengepung pemimpin kekufuran itu; mengikat tali penghela di lehernya, kemudian menghancurkan berbagai bangunan dan menara bid’ah dholalah mereka..’ [Commentary on the Holy Qur’an, pp. 91-92]
Proses inqillabi haqiqi ini telah terjadi melalui Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw, namun tidak bersifat sementara, melainkan berkesinambungan terus hingga Yaumil Akhir karena beliau adalah Khataman-Nabiyyin.
Sebagaimana telah dikemukakan tadi, Allah Taala telah memberi tahu Hadhrat Rasulullah Saw melalui suatu kabar suka, bahwa di Akhir Zaman, seorang hamba pilihan-Nya akan melanjutkan missi revolusi rohani beliau.
Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menerangkan: ‘Allah Subhana wa Taala telah menegaskan, bahwa Dia adalah Rabbul Alamin, yakni, Sang Pencipta segala sesuatu [yang ada di langit maupun yang di bumi].
Segala puji di langit maupun di bumi hanya bagi Allah, yang terus menerus dikumandangkan oleh para abdi-Nya yang yang senantiasa berdzikir kepada-Nya. Yakni, tiada lagi kesibukan mereka selain senantiasa bertahmid dan berdzikrullah.
Manakala salah seorang dari para abdi-Nya yang sejati tersebut berhasil menanggalkan segala keinginan diri pribadinya, mengosongkan semua idamannya, lalu menggantikannya dengan focus kepada Allah, kepada berbagai jalan pengorbanan-Nya, dan ibadat kepada-Nya. Memahami, bahwa Tuhannya itu memelihara dirinya; maka ia pun mensucikan-Nya setiap saat. Mencintai-Nya sepenuh qalbu, bahkan dengan segenap anggota tubuh mereka.
Maka wujud itu pun menjadi suatu ‘alam [saghir]’ atau mikro-kosmos dari seluruh tatanan alam semesta (makro kosmos).
Inilah mengapa sebabnya Hadhrat Ibrahim a.s. dijuluki sebagai Ummah, atau suatu kaum di dalam Kitabullah dari Yang Maha Berilmu di antara segala yang berilmu. (Q.S. 16 / Al Nahl : 121)
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
(yakni, ‘Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang memiliki semua sifat yang baik, taat kepada Allah, hatinya selalu condong kepada-Nya. Dan bukanlah ia termasuk orang-orang yang musyrik.’
Pendek kata, dari segi makro-kosmos ‘alamin’ atau alam semesta, ada pula ‘alam’ mikro-kosmos yang tercipta manakala Sang Khataman Nabiyyin dibangkitkan.
Maka setelah itu, ada pula ‘alam’ mikro-kosmos lainnya, yakni ketika Allah Taala membangkitkan suatu kaum mukminin yang lain di zaman akhirin sebagai suatu karunia-Nya yang besar bagi para pencahari kebenaran sejati.
Hal ini menunjukkan, bahwa di dalam firman-Nya: ‘…..alhamdu fiil uulaa wal aakhirah….., yakni, Bagi-Nya segala puji pada permulaan dan akhir….(Q.S. 28 / Al Qasas : 71).
وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآَخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
yakni, ‘Dan, Dia-lah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Bagi-Nya segala puji pada permulaan dan akhir. Baginya segala hukum, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.’
Di sini, Allah Taala telah mereferrensikan tentang adanya 2 (dua) Ahmad, yang menunjukkan sebagai 2 (dua) karunia-Nya yang sangat besar.
Yang pertama, adalah Ahmad, yang adalah Musthafa alias nabi pilihan kita Saw.
Sedangkan yang kedua, adalah Ahmad di Akhir Zaman, yang dijuluki pula sebagai Al Masih Yang Dijanjikan dan Imam Mahdi a.s. oleh Allah, Ar Rahman.’ [Commentary on the Holy Qur’an, pp. 93 – 94]
Berkat penghambaan dan kecintaan beliau yang sejati [kepada Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw], Ibadur-Rahman haqiqi ini, disebabkan berhasil menafi’kan segala hasrat dan keinginan diri sendiri, serta sepenuhnya ber-habluminallah dengan Wujud Allah Swt, maka Allah pun mengutus Hadhrat Masih Mau’ud a.s. untuk di Akhir Zaman ini.
Gerakan revolusi rohani - yang Allah, Rabbul Alamin atau Tuhan Semesta Alam – telah taqdirkan akan melalui wujud Ahmad yang kedua, menjadi kewajiban kaum pengikutnya untuk memelihara [keberlangsungan] missi beliau ini.
Mereka inilah kaum yang telah menerima [kebenaran pendakwaan] beliau a.s. dengan sepenuh ikhlas; yang senantiasa berusaha agar dimasukkan di antara para Ibadur-Rahman yang haqiqi, dan juga membantu orang lain untuk dapat menjadi Ibadur-Rahman yang sejati.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. harus menjalankan tugas berat tahap kedua [kebangkitan] Islam, yang berkat pergaulan quwwat qudsiyah beliau, maka para sahabah beliau itu pun menjadi Ibadur-Rahman yang haqiqi; menjadi insan-insan yang mulia rohani.
Walhasil, nubuatan mengenai Kaum Akhirin tersebut telah menjadi sempurna.
Akan tetapi, kemajuan dan peningkatan Jama’at akan berlangsung terus hingga Yaumil Akhir.
Oleh karena itu, hanya menyebut-nyebut hal itu semua tidaklah cukup.
Melainkan memahami tanggung jawab masing-masing, dan juga [memelihara] tingkat kesinambungan sebagaimana yang kita saksikan pada kehidupan para sahabah Hadhrat Masih Mau’ud a.s..
Maka saat ini, adalah tugas setiap orang Ahmadi untuk menyelamatkan dunia dari berbagai kesulitannya; sekaligus juga menghubungkan mereka kepada Tuhannya.
Namun, kita tidak akan dapat sungguh-sungguh melaksanakan tugas ini sebelum kita mencapai standar ibadah kita kepada Allah Taala [dengan sebaik-baiknya]. Yakni, berusaha sekuat tenaga untuk menjadi ibadullah haqiqi yang menyambut seruan Allah (fal-yastajiibuulii); dan menjadi contoh dalam beriman kepada-Nya (wal-yu’minuubii).
Kita sungguh beruntung dapat mengalami kembali bulan Ramadan berikutnya, yang di dalamnya, jalan yang lebih lebar untuk mencapai peningkatan maqom rohani dibukakan seluas-luasnya.
Maka, mereka yang berhasil mencapai tingkatan ibaadii, atau ‘Hamba-hamba-Ku’ yang sejati di bulan Ramadan ini, sungguhlah beruntung.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Bulan [Ramadan] ini adalah sangat afdhol untuk menyinari qalbu’.
Hudhur Atba mengingatkan: ‘Apakah yang membuat bulan Ramadan ini menjadi bulan yang paling afdhol ?’
Ialah, dikarenakan di dalam bulan ini Allah Taala telah menggabungkan dua bentuk peribadatan, yakni. Puasa dan Salat.
Oleh karena itu, hendaknya pergiatlah Salat dalam bulan Ramadan. Laksanakanlah dengan sepenuh ikhlas dan suci, sehingga Allah Taala pun berkenan mendengarkan rintihan permohonan doa kita, sebagaimana penegasan-Nya: …..’fainnii qariib, yakni, sesungguhnya Aku dekat….
Maka berpuasa hendaknya dilaksanakan dengan niat: Apapun inqillabi haqiqi yang terjadi pada kehidupan diri, akan bertahan selamanya dan memperteguh keimanan kita.
Ini semua dikarenakan ketahanan kita maupun kondisi dunia, justru menjadikan diri kita sebagai ibadullah sejati, sehingga kita pun mampu menunjukkan kepada dunia, mana itu jalan yang lurus.
Allah Taala mengutus Hadhrat Imam Mahdi a.s. untuk menyiarkan lebih lanjut missi kedatangan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw.
Berbagai pertanyaan yang diajukan oleh para pencahari kebenaran [awwalin] kepada Hadhrat Rasulullah Saw mengenai Allah, adalah juga pertanyaan yang [kaum akhirin] kini ajukan kepada pecinta dan pengabdi sejati beliau Saw; Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyampaikan kepada mereka berbagai jalan haqiqi untuk ber-inqillabi hingga berhasil memperoleh qurb, kedekatan Ilahi. Yakni, dengan mendirikan Jamaat ini [sebagai sarananya].
Kini, dunia pun mengajukan berbagai macam pertanyaan yang serupa itu kepada Jamaat mukminin ini, yang mereka dapat jawab hanya apabila tiap-tiap diri mereka dapat menanamkan nasehat Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tersebut.
Allah Taala niscaya mendengar berbagai doa permohonan kita manakala kita telah memiliki pemahaman yang benar mengenai: ‘…..’fainnii qariib, yakni, sesungguhnya Aku ini dekat….’
Sekarang ini tengah terjadi berbagai macam kekacauan di seluruh dunia, baik itu Barat maupun di Timur. Baik di Negara-negara Muslim maupun Negara-negara Kristen yang sudah maju.
Pendek kata, keresahan sosial kini tengah berkecamuk di seluruh dunia; dan bentrokan massal, pembakaran serta penjarahan yang baru saja terjadi di negeri [England] ini (mulai dari Tottenham/London, hingga terus menjalar ke Birmingham, Manchester, Bristol, Nottingham, Leicester, dlsb) membukakan mata masyarakat banyak.
Kini mereka menyadari, bahwa ketenteraman kehidupan [social] sedang terancam, yang bukan hanya terjadi di Negara-negara miskin, melainkan di [negara maju] ini pun dapat pula terjadi.
Hanya ada satu obat untuk itu, ialah buatlah dunia ini menjadi masyarakat yang berbakti kepada Allah.
Namun bagaimana caranya ?
Kita tak memiliki kekuatan [pemerintahan] duniawi, dan tak ada seorang pun yang mampu menggunakan kekuatan duniawi untuk menggiring manusia kepada Tuhannya.
Satu-satunya cara untuk itu ialah, memohon pertolongan Allah melalui doa dan ibadah.
Yakni, manakala orang menyampaikan pesan [tabligh] keselamatan, maka orang itu pun hendaknya mempergiat daya upayanya melalui doa dan ibadah.
Makbuliyatnya doa-doa maupun nushrat pertolongan Ilahi diberikan kepada mereka yang telah berhasil memperteguh imannya.
Dan Hadhrat Imam Mahdi a.s. telah menerangkan beberapa kiat makbulnya doa-doa.
Pertama, adalah Taqwa. Yakni, senantiasa memiliki rasa takut dan merendah kepada Allah. Sadar bahwa Dia senantiasa mengawasi kita, sehingga kita pun senantiasa khawatir bahwa perbuatan buruk kita akan mengundang kemurkaan-Nya. Setiap anggota tubuh dan panca-indera, budi pekerti dan habluminannas kita dengan sesama manusia haruslah senantiasa sesuai dengan perintah Allah. Inilah yang dimaksud dengan Taqwa.
Mata, telinga, hidung, lidah, tangan dan kaki hendaknya difungsikan kepada segala hal yang dapat mendatangkan keridhaan Allah Swt.
Dan hal ini hanya mungkin terjadi apabila ia memiliki keyakinan yang sempurna terhadap keberadaan Tuhan.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Keyakinan yang sempurna kepada Allah Swt adalah sangat penting untuk makbulnya doa-doa.’
Yaqinlah, bahwa Allah itu mewujud. Seluruh alam semesta beserta segala sesuatu yang kita ketahui maupun yang ghaib, semuanya diciptakan oleh Allah, Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Dia-lah yang memberi kehidupan dan kematian; yang mampu menginqillabi-haqiqi melalui doa-doa; yang meniupkan kehidupan rohani kepada yang mati.
Allah mendengar doa-doa orang yang dalam pandangan-Nya lebih afdhol.’
Syarat yang Kedua, adalah harus ada kelunakan qalbu dan kepedihan.
Qalbu harus melunak dan merintih, disertai pikiran, bahwa hanya Dia-lah harapan terakhir, dan hanya Dia sajalah yang akan mendengar doa-doa kita.
Harus ada kegelisahan, bahwa bila tidak ada nushrat pertolongan Ilahi, berarti maut.
Ketiga, adalah adanya kerendahan hati. Sikap inilah yang dapat membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya.
Dalam suatu bait syair, Hadhrat Masih Mau’ud a.s., mengilustrasikan tentang hal itu sebagai berikut:
‘Anggaplah keadaan dirimu tak memiliki apapun,
Maka, sangat boleh jadi hal itu justru akan membawamu kepada fanafillah haqiqi, yakni, bertemu dengan-Nya.’
Hudhur menjelaskan: ‘Ini dikarenakan orang yang takabbur tak akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh qurb Ilahi.
Dan kalau tidak ada qurb Ilahi serta fanafillah, tentu tak akan ada lagi doa yang makbul.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: Doa yang dipenuhi dengan kerendahan hati dan kegelisahanlah yang makbuliyat.
Namun, ini pun tak akan dapat dicapai jika tidak ada karunia Allah. Hudhur menjelaskan: ‘Hal ini berarti yang mendoa pun harus berdoa agar Allah memberi taufik untuk dapat berdoa yang makbuliyat.
Jika sudah demikian, tentu tak akan ada pertanyaan mengenai tertolaknya doa.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Doa adalah salah satu pintu yang telah dibukakan Allah Taala untuk kebaikan umat manusia.
Manakala manusia memasuki pintu tersebut dengan merintih pedih, maka ia pun akan diselimuti dengan kesucian-Nya. Dan qalbunya menjadi gentar oleh keagungan Tuhan. Sehingga ia pun menjadi jauh dari perbuatan buruknya.
Maka sungguh beruntunglah orang yang berhasil mengiqillabi haqiqi dirinya dengan cara merintih dan bercucuran air mata manakala berdoa, yang akan membawanya lebih dekat lagi kepada Allah Swt.
Namun, untuk mencapai maqom rohani tersebut, harus ada usaha dan bersimpuh terlebih dahulu di hadapan Tuhan. Ini adalah peraturan Syariah.
Syarat yang Keempat agar doa-doa menjadi makbul, adalah memenuhi terlebih dahulu haququllah dan haququl-ibad.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Pastikanlah, tak ada sedikit pun haququllah dan haququl-ibad yang terhutang pada diri anda.’
‘Allah mengasihi orang yang takut kepada-Nya meskipun dalam keadaan aman, tenteram dan sejahtera; seolah ia tengah mengalami kesusahan.
Sebagaimana Allah tak akan melupakan orang yang sedang kesusahan, maka ia pun tak akan melupakan Allah ketika dalam keadaan senang.
Oleh karena itu, adalah sangat penting agar doa-doa menjadi makbul, ialah adanya perubahan suci di dalam diri sendiri.
Orang yang tidak berusaha menghindari perbuatan buruk, atau melampaui batas, maka doanya pun tak makbul.
Ingatlah senantiasa Kebesaran Tuhan di dalam qalbu, dan Kemuliaan-Nya di dalam pikiran. Berbagai perintah Allah ada di dalam Al Qur’an Karim, yang jumlahnya ratusan, yang hendaknya kehidupan kita pun tunduk kepada semua perintah tersebut.
Sembahlah Allah, sebab Dia itu adalah Al Khalik (Sang Pencipta), yang memilki haq atas dirimu untuk disembah.’
Semoga kita semua dapat memahami hal ini selama bulan Ramadan, lalu memperoleh keridhaan Allah.
Isilah Ramadan dengan doa-doa yang makbul; melaksanakan berbagai perintah-Nya; meneguhkan keimanan; dan memperoleh petunjuk-Nya hingga menjadi bukti bahwa Allah senantiasa siap untuk memberikan hasanah kebaikan, dan berkenan untuk menyelamatkan makhluk ciptaan-Nya dari berbagai kesulitan dan azab.
Namun, manusia pun perlu berjamaah dengan manusia lain yang khas; melaksanakan berbagai ajaran Allah yang dibawakan oleh kaum yang khas tersebut, sehingga mereka pun dapat menjadi Ibadur-Rahman yang haqiqi, yang hasilnya menjadikan dunia ini sebagai contoh kehidupan yang Surgawi.
Yakni, mendengar seruan Ilahi melalui Imam Zaman-Nya, menerima kebenaran pendakwaannya, lalu menyampaikannya kepada orang lain demi cintanya kepada sesama ciptaan Allah, kita boleh berharap dapat digolongkan kepada Ibadur-Rahman yang haqiqi, yang doa-doanya makbul, yang telah berhasil meng-inqillabi diri sendiri; yang demi rasa perikemanusiaannya berusaha keras untuk ikut menyelamatkan manusia dari hukuman Ilahi.
Bulan Ramadan telah datang untuk memberi tarbiyat kepada kita mengenai perkara yang paling mendasar ini. Dan juga untuk meneguhkan dan mengkilapkan keimanan kita.
Tak diperlukan kekuatan duniawi untuk menyelamatkan dunia dari segala kekacauan; senjata doa cukuplah memadai.
Seiring dengan berdoa untuk diri sendiri dan juga untuk generasi mendatang, kita pun hendaknya mendoakan dunia agar diselamatkan dari berbagai kerusakan.
Allah Taala mendengar segala doa. Jangan mengabaikannya. Utamanya lagi jangan pernah berputus-asa.
Ini dikarenakan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah bersabda: Kemajuan Jama’at pasti akan terjadi. Saat itu akan datang, ketika bendera Hadhrat Rasulullah Saw akan berkibar di seluruh dunia, dan mayoritas manusia akan menjadi kaum ibadullah haqiqi yang telah mendapat hidayah Ilahi.
Maka dengan ini saya mengingatkan kembali agar jangan lupa untuk senantiasa berdoa: Semoga Allah Taala memasukkan kita ke dalam golongan orang yang telah diberi petunjuk dan hamba Allah yang mukhlisin.
Semoga Allah Taala senantiasa memberi taufik kepada kita untuk memperoleh banyak faedah dari bulan Ramadan ini.