Wednesday, August 24, 2011

Segala Sesuatu Itu Fana, Kecuali Allah: Riwayat Singkat Hadhrat Sahibzadi Nasirah Begum Sahibah



كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ



yang artinya, ‘Segala sesuatu yang ada di atas bumi ini akan binasa.
Dan yang akan kekal hanyalah Wujud Tuhan engkau, Pemilik segala Kemegahan dan Kemuliaan.
’ (Q.S. 55 / Al Rahman : 27 – 28).
Menerangkan tafsir ayat ini lebih lanjut, Hudhur mengutip beberapa tulisan Hadhrat Masih Mau’ud a.s., yakni: ‘Segala sesuatu itu telah ditaqdirkan fana, terkecuali Allah Taala saja. Dengan kata lain, Dia telah menentukan punahnya segala sesuatu, terkecuali hanya Wujud-Nya saja.
Pada suatu acara ‘Amin’ (Khatam Quran) Sayidina [Sahibzada Mian] Mahmud (Khalifatul Masih II) r.a., Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menggubah sebuah syair yang berjudul ‘Amin Mahmud’, yang sarat dengan doa dan nasehat yang mendalam.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menujukan nasehat bijak beliau ini kepada putra beliau Sayidina [Sahibzada Mian] Mahmud r.a. (yang sulung), dan juga kepada dua orang putra beliau lainnya (yakni Sahibzada Mian Bashir Ahmad r.a. dan Sahibzada Mian Sharif r.a., kakenda Hudhur V Atba).
Namun, pada hakekatnya, nasehat beliau a.s. itu ditujukan pula bagi seluruh Jamaat.
Beberapa bait syair beliau yang saya dapat kutipkan dan diterjemahkan secara bebas ini, adalah sebagai berikut:
‘Dunia ini tak lebih dari suatu persinggahan saja.
Mereka yang bertemu, kelak akan berpisah jua.
Bahkan bila pun ada yang ingin hidup hingga seratus tahun lamanya,
Tetap saja akhirnya akan berpulang juga.
Oleh karena itu, tak perlu berkeluh-kesah, karena tempat tinggal kita ini hanyalah sebuah persinggahan belaka.”
Hudhur menerangkan lebih lanjut: ‘Maksud kedatangan seorang Imam Zaman adalah untuk membawa umat manusia lebih dekat kepada Tuhannya.
Oleh karena itu hendaknya diingat ketika sedang bersuka-cita, bahwa pada faktanya, kebahagiaan yang haqiqi terletak pada qurb, kedekatan Ilahi.
Sedangkan dunia ini – manakala bersuka-ria di dalamnya – tenggelam dalam kemubaziran, yang kosong dan hampa.
Oleh karena itulah Hadhrat Masih Mau’ud a.s. memberi tarbiyat, bahwa semua titik perhatian kita hendakya tertuju kepada kehendak Allah. Yakni, setiap niat dan langkah kita hendaknya semata-mata untuk memperoleh ridha Ilahi.
Manakala pemahaman ini telah tercapai, maka ketika sedang suka maupun duka, [pikiran dan perasaan kita] hanya akan tertuju kepada mencari keridhaan Allah Swt saja.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. datang untuk menyempurnakan syiar pertablighan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw.
Maka bagi beliau, tak ada kebahagiaan yang besar selain menyaksikan anak-anak beliau larut dalam kecintaan ber-fanafillah dan ber-fana fiirasul.
Membaca dan beramal yang sesuai dengan Al Qur’an Karim.
Ketika Sayidina [Sahibzada Mian] Mahmud (yang kemudian menjadi Khalifatul Masih II) r.a., khatam Qur’an pertama kali, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengadakan suatu resepsi. Pada kesempatan itulah syair tersebut dibacakan, yang bait-baitnya merupakan ungkapan doa dari lubuk hati yang dalam dan puja-puji atas Keagungan Tuhan.
Merujuk kepada ushwatun-hasanah Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menasehati anak keturunan beliau dan juga kaum pengikut beliau agar jangan cinta duniawi, karena dunia dengan segala isinya akan ditinggalkan.
Tak ada faedahnya mencintai dunia yang fana.
Sebaliknya, yang baqa adalah memiliki habluminallah yang kuat dengan Wujud Allah, yang senantiasa hadir, dzul jalaali wal ikram, Pemilik segala Kemegahan dan Kemuliaan.
Ayat [Al Quran] yang telah ditilawatkan tadi menyuratkan dua hal penting.
Yang pertama: Segala sesuatu telah ditaqdirkan-Nya akan mengalami kepunahan. Musnah secara bertahap. Dan setiap manusia pasti akan mengalami maut.
Yang kedua: Mereka yang berusaha memperoleh ridha Ilahi, niscaya akan berpengharapan baik.
Maka mereka yang senantiasa mencari Allah; dan yang senantiasa menanamkan jiwa ketaqwaan pada anak keturunan mereka, tak diragukan lagi mereka itu pun akan meninggalkan dunia ini juga. Akan tetapi, mereka itu akan dikaruniai kehidupan yang baqa di alam Akhirat. Mendapat haribaan kecintaan Ilahi, sebagaimana yang akan didengarnya ini:

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي

Yakni, ‘Maka, masuklah ke dalam hamba-hamba pilihan-Ku, Maka masuklah ke dalam surga-Ku.’ (Q.S. 89 / Al Fajr : 30 – 31).
Maksud diutusnya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. adalah untuk menghubungkan manusia dengan Tuhannya, yakni agar mereka faham akan seruan Ilahi: …fadhuli fii ibaadii, yakni, …maka, masuklah ke dalam hamba-hamba pilihan-Ku.’
Jadi, ketika dalam keadaan bersuka-cita, [Hadhrat Imam Mahdi a.s.] tetap mengungkapkannya dalam bentuk nasehat agar mencari kehidupan yang baqa. Yakni, sebelum mendapatkan Allah Taala, maka manusia pun tak akan dapat menemukan kehidupannya yang abadi.
Dinyatakan di dalam Surah Al Qasas:
وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
‘Dan janganlah kamu menyeru bersama Allah, tuhan lain. Tidak ada tuhan selain Dia. Segala sesuatu akan binasa, kecuali Wujud-Nya. Bagi-Nya segala hukum, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.’ (Q.S. 28 / Al Qasas : 89).
Inilah tujuan utama [kehidupan] kita yang harus dapat kita capai, sebagaimana Allah Taala pun telah menyatakan:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.’ (Q.S. 51 / Ad Dhariyat : 57).
Dan pemahaman akan pentingnya ibadah yang sedemikian rupa itu didasari atas iman yang kuat kepada Laa ilaha ilaLlah; yakni, selain daripada Allah, semuanya adalah fana.
Jadi, Allah Taala meminta perhatian kita kepada perkara ini, bagi mereka yang beriman kepada-Nya dengan ikhlas.
Yakni, Allah pun menyediakan berbagai kesempatan [kepada kita] untuk mencapai standar ibadah yang setinggi-tingginya.
Yakni, bulan suci Ramadan datang setiap tahun, sehingga kita pun dapat mengenali Allah, lalu menyelamatkan diri dari kebinasaan. Sungguh beruntunglah mereka yang memperoleh kesempatan baik ini, dan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Lalu, melanjutkan daya upayanya itu hingga sisa akhir tahun.
Hanya dengan cara itulah berarti ia memahami hakekat: ‘Kullu man alaiha fanni,… ilaLlah; yakni, Segala sesuatu yang ada di atas bumi ini akan binasa, kecuali Allah.’
Memang ada ilmunya, bahwa kematian itu adalah nyata. Namun, bagi mereka yang berhasil ber-fanafillah, akan memperoleh kehidupannya yang baru.
Dan siapakah mereka yang berhasil menyerap …wayabqaa wajhu rabbika…, yakni, kekekalan Wujud Tuhannya itu ?
Ialah, mereka yang memahami sepenuhnya tujuan utama diciptakan-Nya kehidupan ini.
Sunggug beruntunglah mereka yang memahami perkara ini, lalu melaksanakannya.
Semoga Allah Taala memberi taufik kepada setiap diri kita untuk memahami hakekat ini dan melaksanakannya.
Sehingga, semoga pula bulan Ramadan dapat membawa kita lebih dekat lagi kepada Allah Taala, sebagaimana para pendahulu kita telah mengusahakan dan mendoakan serta meniupkan ghairah [ber-habluminallah] ini kepada generasi baru mereka.
Yakni, manakala salah seorang terkasih mereka meninggalkan dunia ini, mereka pun lebih tertarik lagi kepada perkara ini.
Sesungguhnya setiap orang yang imannya teguh dan yaqin sepenuhnya kepada Allah Taala sudah harus tertarik lebih lanjut kepada perkara ini.
Kemudian, belum lama ini, ibu saya (yang bernama Hadhrat Sahibzadi Nasirah Begum Sahibah) telah meninggal dunia, Inna lillahi wa inna illaihi raji’un !
Ketika saya merenungkan riwayat hidup almarhumah, saya pun teringat kepada standar peribadatan beliau yang patut menjadi contoh.
Kesukaannya membaca Al Qur’an sampai menghabiskan waktu berjam-jam. Begitupun rajin dan kedispilinannya dalam melaksanakan berbagai macam Salat sungguh menjadi contoh bagi diri saya.
Meskipun beliau tak mengalami hidup di zaman Hadhrat Masih Mau’ud a.s., namun beliau sempat menyaksikan masa-masa awal tersebut, dikasihi dan didoakan oleh Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a., serta senantiasa berada di dalam keberkatan para sahabah Hadhrat Masih Mau’ud a.s.
Beliau memiliki pengaruh positif dan keistimewaan masa-masa awal Hadhrat Imam Mahdi a.s., karena beliau ini adalah putri sulung dan anak kedua dari Hadhrat Muslih Mau’ud r.a.
Beliau pandai menjaga martabat diri pribadi, yang memang seharusnya terlihat di dalam diri setiap orang mukmin.
Beliau pun memiliki ruh kecintaan kepada Allah yang sungguh menyentuh qalbu, yang dapat terlihat di dalam beberapa syair gubahan beliau.
Dari kerajinan dan kedisiplinan beliau melaksanaka Salat, maka saya mengetahui, bahwa ungkapan perasaan beliau itu bukan sekedar di permukaan saja sebagaimana syair-syair lain yang begitu berani.
Inilah sebagian syair beliau yang terjemah bebasnya adalah sebagai berikut:
“Demi menyaksikan Maha Pengasih Engkau; Maha Penyayang Engkau; dan juga Maha Pengampun Engkau,
Maka dengan ini aku memohon Keridhaan Engkau setiap saat.
Demi larutnya segala sesuatu yang ada di dalam diriku ke dalam keitaatan kepada Engkau,
Maka aku pun hanya memohon bantuan Engkau, wahai Junjungan-ku.
Semoga hanya Wujud Engkau sajalah yang senantiasa berada di dalam qalbuku.
Dan aku pun memohon jubah perlindungan Rahimiyyat Engkau.”
Kemudian, diriwayatkan di dalam sebuah Hadith, setelah selesai prosesi pemakaman, para Sahabah Rasulullah Saw pun membicarakan tentang berbagai kebaikan sahabah yang telah meninggal itu.
Hadhrat Rasulullah Saw berkomentar: ‘Maka ia pun menjadi berhaq atasnya.’
Para Sahabah bertanya: ‘Ya Rasululllah, apakah maksud tuan tentang ia menjadi berhaq itu ?’
Rasulullah Saw menjawab: ‘Sorga al-Jannah menjadi haq atas orang itu disebabkan banyak orang yang membicarakan tentang berbagai hal kebaikannya, maka Allah Taala pun menyediakan berbagai maghfirah-Nya atas orang itu.’
[Terkait dengan hal ini], banyak orang yang mengenali ibu saya mengirim surat mengenai berbagai kebaikan almarhum.
Sehubungan dengan berbagai surat pernyataan belasungkawa tersebut, dan juga berdasarkan pengamatan saya pribadi, maka saya pun berdoa: Semoga doa ibunda [dalam syair beliau tersebut], yakni: ‘Dan aku pun memohon jubah perlindungan Rahimiyyat Engkau’, terkabul. Yakni, Allah Taala berkenan menyelimuti beliau dengan karunia Rahimiyyat dan maghfirah-Nya. Amin !
‘Ya Allah, perluaslah maghfirah Engkau atas almarhumah ibuku, sebagaimana yang beliau senantiasa panjatkan. Dan jadikanlah kami, semua anak keturunan beliau untuk memahami dambaan beliau.
Di dunia ini juga, dan di akhirat nanti, senantiasalah lindungi kami dalam jubah Rahimiyyat Engkau.
Semoga keadaan kita semua tak jauh dari berbagai harapan beliau bagi anak keturunan.
Semoga pula Allah Taala memberi karunia kepada semua generasi muda beliau untuk memperoleh keridhaan Allah Taala.’ Amin !
Almarhumah ibunda [Hadhrat Sahibzadi Nasirah Begum Sahibah] ini adalah putri sulung Hadhrat Muslih Mau’ud r.a. dari [istri beliau yang bernama] Hadhrat Sayidah Mahmudah Begum Sahibah. Beliau lahir pada tahun 1911.
Sedangkan ibunda almarhumah ibu saya itu [yakni Hadhrat Sayidah Mahmudah Begum Sahibah adalah putri dari Dr. Khalifa Rashiduddin (salah seorang sahabah Hadhrat Masih Mau’ud a.s.).
Akad nikah orang tua ibu saya itu terjadi pada tahun 1902, dan [walimah serta] Rukhstananya pada bulan Oktober 1903.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis surat kepada Dr. Khalifa Rashiduddin, bahwa ‘Mian Mahmud’ senang atas perjodohan tersebut.
Hal ini menunjukkan, bahwa pernikahan beliau tersebut sesuai dengan Kehendak Ilahi.
Sehingga, anak-anak lelaki beliau r.a. pun (yakni, Hadhrat Mirza Nasir Ahmad r.a., dan kemudian Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh.a) dikaruniai jubah jabatan Khilafat.
Adapun pernikahan orang tua saya, terjadi pada tahun 1934.
Dan Hadhrat Khalifatul Masih Tsani (II) r.a., memberikan Khutbah Nikah yang cukup panjang.
Dua pernikahan, beliau umumkan satu kaligus pada kesempatan tersebut. Yang pertama adalah [Hadhrat Mirza Nasir Ahmad r.a., yang kemudian menjadi] Khalifatul Masih Tsalish (III) r.a..
Lalu yang kedua, adalah untuk kedua orang tua saya.
Dan dengan ini saya akan bacakan ikhtisar Khutbah Nikah beliau r.a. tersebut, yang merupakan nasehat bagi Jama’at pada umumnya, dan untuk anak keturunan keluarga Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada khususnya, yakni agar mereka semua memahami tanggung jawab besar mereka.
Dan juga bagi ibunda yang senantiasa berupaya agar semua orang memperoleh Tarbiyyat yang setinggi-tingginya sehingga memperoleh ganjaran pahala.
Inilah yang sesungguhnya menarik perhatian saya ketika beliau wafat.
Pada Khutbah Nikah beliau itu, Hadhrat Khalifatul Masih Tsani r.a. menilawatkan ayat Al Quran ini:
وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
yang artinya, ‘Dan [begitupula] Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.’ (Q.S. 62 / Al Jumah : 4)
Kemudian beliau r.a. bersabda: ‘Firman Allah Taala ini menunjukkan, tentang kepastian akan datangnya buruz, atau sosok perwujudan bayangan rohani yang sempurna Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw.
Bahkan, hal ini bukan saja nubuatan Ilahi, melainkan diamanatkan pula kepastian penggenapannya oleh Hadhrat Rasulullah Saw sendiri, yakni: ‘Manakala keburukan Dajjal telah merajalela, lanaalahu rijaalun aw rajulun [al Farsi], yakni, …..seorang atau beberapa orang keturunan Farsi akan datang untuk melawannya.
Merujuk kepada suatu peristiwa pada kehidupan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw, Hadhrat Muslih Mau’ud r.a. bersabda: ‘Pada suatu gerakan militer, dan terjadi suatu kekacauan besar di kalangan pasukan Muslim sehingga hanya tersisa selusin Sahabah saja yang berada di sekeliling Hadhrat Rasulullah Saw; pada saat itulah beliau Saw memerintahkan seorang Sahabah untuk meneriakkan: ‘Rasulullah menyerukan seluruh pasukan kembali kepada beliau !
Maka para sahabah itupun segera lari berbalik, melompati dan menyingkirkan segala rintangan yang menghadang mereka.
‘Akan tetapi’, sabda Hadhrat Muslih Mau’ud r.a., ‘seruan Hadhrat Rasulullah Saw mengenai lanaalahu rijaalun aw rajulun [al Farsi], atau kepada kaum keturunan Farsi ini jauh lebih besar maknanya dari segi keagungan, keimanan, keniscayaan, kecintaan dan dambaan beliau dibandingkan dengan seruan beliau kepada para Sahabah [di dalam peperangan] tersebut.
Namun, penekanan penggunaan kata ‘rijaal’ yang digunakan oleh Hadhrat Rasulullah Saw dalam nubuatan beliau tersebut tidak sebatas kepada seorang atau beberapa orang keturunan Al-Farsi, melainkan juga kepada generasi demi generasi sesudahnya pun memiliki tanggung jawab yang sama.
Lanjut beliau r.a.: ‘Dengan ini, aku mengamanatkan missi pertablighan ini kepada seluruh keluarga keturunan Al-Farsi.
Pendek kata, dengan ini aku teruskan amanat tanggung jawab ini kepada generasi yang akan datang. Apakah mereka itu berasal dari anak keturunanku, atau pun barasal dari anak keturunan dari adik-adikku.’ (Hadhrat Mirza Bashir Ahmad r.a., dan Hadhrat Mirza Sharif Ahmad r.a., yang menurunkan Hadhrat Mirza Mansur Ahmad r.a., lalu Hudhur Aqdas (V) Atba).
Maka demi mendengar amanah yang menyentuh qalbu ini, semoga Allah Taala menyadarkan rasa tanggung jawab kita.
Semoga, sehubungan dengan telah wafatnya salah seorang sesepuh keluarga kita, menjadikan Jama’at pada umumnya, dan keluarga keturunan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada khususnya, sadar akan pentingnya amanat yang telah ditetapkan oleh beliau a.s..
Adapun riwayat singkat ibunda, berkat penekanan pentingnya tarbiyat ilmu duniawi maupun ilmu rohani yang dilakukan oleh ayahanda almarhumah, ibu saya ini pun berhasil mencapai gelar F.A (High School).
Ketika pada tanggal 17 Maret 1925 Madrasatul Ahmadiyah juga terbuka bagi kaum wanita, ibunda saya adalah salah seorang murid pertamanya. Dan lulus dengan gelar ‘Maulwi’ pada tahun 1929.
Hadhrat Muslih Mau’ud r.a. pun menggubah sebuah syair sehubungan dengan ‘Amin’ [Khatam Quran] anak-anak beliau yang sarat dengan doa; dan yang terkait dengan ibunda saya (Hadhrat Sahibzadi Nasirah Begum Sahibah), syair tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Wahai Nasirah-ku, engkau adalah bintang kejora-ku,
Permata yang bijak, berfaedah, dan suci murni.”
Namun hendaknya diingat, penghargaan beliau r.a. ini bukanlah sekedar kecintaan seorang ayah kepada putri kesayangannya.
Sebab, banyak kaum Lajnah yang sempat berkhidmat dengan ibunda pun menyatakan kesaksian mereka.
Seorang mantan Sadr Lajnah Imaillah menulis: ‘Almarhumah sangat menekankan pentingnya Tarbiyyat. Selalu saja ada berbagai ide atau rencana baru yang tercetus dari beliau.
Senantiasa mendambakan setiap anak perempuan atau wanita dewasa di Rabwah memperoleh standar Tarbiyyat yang tinggi dan pandai menjaga martabat Pardah dan masalah akhlak lainnya.
Jika beliau melihat ada seseorang yang berperilaku tidak sepatutnya, maka beliau pun segera menemui dan menasehatinya dengan penuh kecintaan mengenai pentingnya menjaga harga diri.’
Pada Pidato pertama beliau sebagai Khalifatul Masih Rabi (IV) di dalam Jalsah Salanah, Hudhur rh.a. menyampaikan mengenai segi kehidupan ibunda, yakni: ‘Aku mempunyai seorang saudara wanita yang sangat berdisiplin dalam menjaga Pardah; yang beliau katakan, tiada lain hanyalah mengikuti apapun yang dipraktekkan oleh Hadhrat Muslih Mau’ud r.a..
Namun, kaum wanita muda generasi berikutnya berkomentar, bahwa pemikiran beliau tersebut adalah pikiran zaman dulu.
Hadhrat Khalifatul Masih IV rh.a. menukas: ‘Yang aku fahami sebagai zaman awalin dahulu, ialah zaman kehidupan Hadhrat Rasulullah Saw. Dan saudara perempuan-ku itu hanya mengikuti kedisiplinan yang dilandasi oleh jiwa Taqwa.’
Ibunda pun berkhidmat sebagai Sadr Lajnah Imaillah Rabwah untuk periode waktu yang panjang. Berpikir dan bekerja keras agar Lajnah Rabwah memperoleh posisi mulia dan aman di Pakistan.
Namun, hal ini bukan hanya sekedar teoritis di atas meja, melainkan berdasarkan pemikiran, bahwa Rabwah adalah tempat singgasana Khilafat, maka jangan sampai ada celah orang mengatakan: ‘ada bayang-bayang kegelapan di bawah lampu yang bersinar’.
Tentu saja, tujuan utama beliau adalah semata untuk memperoleh ridha Ilahi.
Ada lagi seorang Lajnah yang menulis kepada saya: ‘Segala keputusan ibunda senantiasa memiliki hikmah yang besar.
Beliau pun selalu bermusyawarah dengan orang lain, dan menghargai masukannya.
Salah satu kiat beliau untuk meningkatkan talim dan tarbiyat [kaum Lajnah] adalah meminta setiap anggota [Lajnah] untuk menghafal dua bait syair dari buku ‘Durri Samin’ dan ‘Kalame Mahmud’ pada setiap Pertemuan.
Hal ini terbukti tidak hanya dapat meningkatkan ilmu rohani, namun juga sangat membantu perwakilan Rabwah dalam meraih juara pertama pada perlombaan ‘Bait Bazi.’
Dan saya mengetahui ibu saya ini hafal beberapa macam syair.
Istri Imam [Masjid London, A.M.Rashid] Sahib menulis kepada saya: ‘Aku teringat ketika kami berperjalanan dinas ke luar kota, alih-alih mengobrol tak keruan, almarhumah memerintahkan semua anggota rombongan agar melakukan berbalas-pantun syair kerohanian ‘Bait Bazi.’
Begitupun ayahanda, Hadhrat Mirza Mansur Ahmad r.a., hafal banyak syair di dalam buku ‘Durri Samin.’ Sangat boleh jadi, beliau pun hafal seluruh bait di dalam ‘Aye Khuda Aye Karsaz’.
Dalam perjalanan bersama keluarga kami biasa melakukan berbalas-pantun ‘Bait Bazi’; yakni, ayahanda memimpin kaum pria, sedangkan ibunda memimpin pihak wanita.
Ibunda pun hafal seluruh syair Qasidah. Dan ketika ayahanda sudah wafat, salah seorang cucu wanita beliau membantu hafalan Qasidah beliau setiap menjelang tidur. Sehingga, beliau tetap hafal sebagian Qasidah tersebut hingga akhir hayat.
Ibunda pun rajin membaca Al Qur’an Karim dengan penuh perhatian.
Sampai-sampai jika masih ada sisa waktu luang di tengah-tengah kesibukan pekerjaan rumah tangga dan tugas Lajnah Imaillah, beliau pun membaca Al Qur’an sebagai tambahan pada Dars Shubuh, disertai perenungan tarjamah dan tafsirnya yang mendalam.
Namun, beliau jarang mengemukakan kelebihan ilmu beliau tersebut jika tidak diperlukan.
Dikarenakan beliau ini lulus meraih gelar ‘Maulwi’, penguasaan Bahasa Arabnya pun bagus.
Sifat ibunda sangat bersimpati dan membantu orang lain, baik dengan uang maupun bahan makanan. Juga menganjurkan orang lain untuk itu.
Sehingga ada beberapa keluarga yang berkecukupan mempercayakan sedekah amal jariah mereka kepada ibunda untuk dibagikan kepada mereka yang mustahaq.
Ini dikarenakan lamanya beliau menjadi Sadr Lajnah Imaillah Rabwah, sehingga tahu betul kondisi tiap-tiap keluarga. Sebab, beliau ini tidak hanya sebagai ‘administrator’ di Kantor, melainkan juga bergaul erat dengan tiap-tiap keluarga [Lajnah] binaannya. Sehingga, semua Bidang organisasi bawahannya pun istimewa dalam pekerjaan mereka.
Banyak surat lainnya yang dikirimkan kepada saya mengenai segi Dhiafat yang beliau lakukan dengan istimewa manakala banyak tamu berkunjung kepada beliau.
Beliau pun sangat sensitive mengetahui kondisi tiap orang dari rona wajah mereka, lalu segera menawari sesuatu, atau memberi nasehat, lalu mendoakannya.
Ibunda sangat perhatian mengenai pentingnya Tarbiyyat untuk anak-anak.
Dikarenakan lama menjabat sebagai Sadr, seringkali berbagai macam rapat Lajnah pun dilaksanakan di rumah keluarga kami; yang memiliki ‘ruangan beranda’ lengkap dengan segala sesuatunya.
Biasanya, segera ba’da Salat Asar, beliau meminta semua orang yang berada di rumah untuk pergi karena ruangannya akan dipakai kegiatan Lajnah sebanyak 150 hingga 200 orang. Lalu beliau pun menyiapkan keperluan konsumsinya.
Kalau pun ada beberapa orang yang harus tetap berada di dalam rumah, beliau akan memohon agar tetap di dalam kamar selama beberapa jam, karena sebagian besar ruangan dipakai untuk kegiatan Lajnah.
Ada lagi seorang teman sekelas di zaman sekolah dulu menulis kepada saya: ‘Aku teringat suatu hari ketika bermain di rumah Hudhur, kami mendengar suara kedatangan Haji sahib. Maka almarhumah segera memerintahkan aku untuk menemuinya, apakah Haji sahib sudah makan atau belum. Karena saat itu sudah waktunya untuk makan.’
Suatu kali beliau mengetahui ada seseorang yang sedang kesulitan, dan harus mengirimkan anaknya belajar ke luar negeri.
Maka beliau pun mengirimkan Sajadah salat beliau kepada orang tersebut disertai pesan, bahwa beliau sudah mendoakan secara khusus di atas Sajadah ini.
Dan dengan karunia Allah Taala, anak-anak orang itu pun berhasil berangkat ke luar negeri.
Orang itu juga menyurat kepada saya, bahwa ada beberapa acara penting diselenggarakan, sehingga semua anak-anaknya pun berhasil diberangkatkan ke luar negeri.
Ia heran, banyak orang yang juga bersimpati, namun perhatian almarhumah ini sangat khas, yakni, beliau mendoakan secara khusus, lalu mengirimkan pesannya.
Suatu kali, ibunda menyampaikan salah satu mimpi beliau, melihat Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw.
Pada kesempatan lain, beliau menyampaikan kepada saya mengenai cerahnya masa depan Jamaat German.
Maka ketika belum lama ini saya berkunjung ke Germany dan menyaksikan banyak peningkatan berbagai hubungan kharijiah serta ‘networking’ Jama’at di sana [dengan berbagai macam keorganisasian lain], saya pun teringat kepada mimpi ibunda tersebut.
Amal shalih beliau lainnya, adalah sangat memperhatikan semua jenis pembayaran Chandah dan pengorbanan lainnya.
Sewaktu saya masih di Pakistan, beliau selalu meminta saya untuk mengurusnya, dan senantiasa mengingatkan agar jumlah pembayarannya harus akurat sesuai peraturan.
Beliau ini memiliki penghasilan dari beberapa sumber. Oleh karena itu jika prakiraan penghasilan beliau itu ternyata lebih, maka beliau pun segera memastikan bahwa pembayaran Chandahnya pun sesuai dengan itu.
Dr. Noori menulis kepada saya yang disertai copy surat jawaban ibunda kepada beliau pada tahun 1999, sehubungan telah dibebaskannya saya dari tahanan [sebagai tahanan jaminan].
Ibunda menulis: ‘Dear Noori, Assalamu Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Aku telah menerima surat tuan mengenai rasa syukur tuan sehubungan telah dibebaskannya Masroor anakku, dalam keadaan baik-baik.
Ini adalah semata karunia Allah yang besar, sebab, pihak musuh telah berencana jahat.
Namun, dengan karunia Allah, Dia telah memperlihatkan Kekuasaan-Nya, yang tak akan pernah cukup kita mensyukurinya.
Hampir semua orang di Rabwah maupun di luar Rabwah telah banyak mendoakan beliau (Masroor) dengan rintihan yang menyayat qalbu.
Dan Allah Taala telah mengabulkannya. Alhamdulillah, Tsumma Alhamdulillah. Semoga Allah Taala pun senantiasa melindungi semua orang lainnya di masa-masa yang akan datang.’
Begitulah kerendahan hati ibunda. Beliau tak mengemukakan doa-doa makbuliyat beliau sendiri sebagai seorang ibu yang baik. Melainkan, beliau mengatakannya sebagai berkat doa-doa orang Jama’at.
Beliau pun tidak mengatakan semoga Allah Taala senantiasa melindungi anakku. Melainkan, beliau mendoakan untuk semuanya juga.
Inilah ciri khas Jama’at Imam Mahdi a.s. yang haqiqi.
Ungkapan pernyataan beliau adalah hasil gemblengan Tarbiyyat yang mulia dari Hadhrat Muslih Mau’ud r.a..
Ibunda ini pandai menjaga emosi diri. Namun, ketika anak laki-laki saya mengunjungi beliau pada beberapa tahun yang lalu, beliau sangat terharu atas apa yang saya amanatkan; yang anak keturunan yang lainnya pun berjanji akan memenuhinya.
Setelah saya memangku jabatan Khilafat, hubungan pribadi saya dengan beliau menjadi sedikit berbeda. Hal ini saya rasakan setiap kali saya menelepon beliau. Utamanya manakala saya akan berperjalanan dinas ke luar negeri.
Ini karena beliau sangat memahami kondisi saya, sebagaimana tak ada orang lain yang dapat memahami seseorang selain dari ibunya saja.
Namun, beliau ini [ketika ditelephon itu] hanya sedikit berkata-kata, lalu mendoakan: Semoga Allah Taala senantiasa memberkati setiap kata yang saya sampaikan pada berbagai Pidato maupun Khutbah.
Beliau pun mengatakan bahwa beliau telah banyak melakukan Salat Nawafil (Tahajjud) untuk itu, dan juga sujud dengan doa-doa yang khas.
Ketika saya bertemu secara langsung dengan beliau di Qadian pada tahun 2005, saya mersakan suatu hal yang istimewa.
Hubungan pribadi beliau yang khas dengan para Khalifah terdahulu yang pernah saya saksikan, kini pun saya rasakan. Hubungan keluarga sebagai seorang ibu dan anaknya sudah tak ada lagi. Tergantikan dengan hubungan dengan Khilafat yang bernuansa berbeda dan mulia.
Dr. Ibrahim yang sempat mewawancara beliau [di Qadian], padamana saya pun diexpose, ibunda mengatakan: ‘Aku memuliakannya disebabkan beliau itu kini sudah menjadi seorang Khalifah Waqt.’
Dan ibunda mengutamakan hubungan dengan Khilafat ini di atas perhubungan lainnya.
Dan ketika kami bermulaqat di Qadian itu, terlihat beliau sangat bersuka-cita, dengan sorot mata dan wajah yang penuh ceria.
Seberapa banyak pun waktu yang tersisa di dalam kepadatan acara Jalsah, saya pun berusaha menemui beliau. Lalu, beliau pun bergegas menemui saya dengan penuh kasih. Kami duduk bersama dan berbincang-bincang.
Namun, kesempatan tersebut hanya berlangsung 15 hari saja. Ketika beliau harus kembali [ke Pakistan]. Beliau pun pamit disertai dengan doa-doa yang mendalam.
Dr. Furrukh menulis kepada saya: ‘Ketika aku berta’ziah menemui ibunda sehubungan dengan wafatnya Hadhrat Khalifatul Masih IV rh.a [pada tahun 2003]. Beliau mohon didoakan agar Allah Taala memberi taufik untuk dapat segera ber-Bai’at kepada Khalifah berikutnya.’
Semoga Allah Taala mengaruniai beliau dengan Surga Al Jannah-Nya.
Pada tahun 1913, ketika Hadhrat Muslih Mau’ud r.a. hendak memulai penerbitan surat kabar Al Fazl, istri beliau, Hadhrat Ummi Nasir segera menawarkan perhiasan untuk pembiayaan pertamanya.
Beliau r.a. menulis: ‘Allah Taala telah berkenan mengilhami istriku sebagaimana pengorbanan yang telah dilakukan oleh Hadhrat Khadijah r.a. yang terilhami untuk membantu missi Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw.
Yakni, [Ummi Nasir] mengorbankan dua perangkat perhiasan beliau untuk dijual yang uangnya untuk mendanai penerbitan pertama surat kabar Al Fazal.
Satu dari perhiasan tersebut adalah gelang emas permata milik pribadi beliau. Dan satunya lagi adalah gelang emas pemberian orang tuanya sejak muda, yang biasa beliau pinjamkan kepada anak beliau [Hadhrat Sayidah] Nasirah Begum rh.a. (ibunda Hudhur Atba).
Berkat bantuan penjualan perhiasan tersebutlah surat kabar Al Fazal dapat diterbitkan.’
Oleh karena itu saya menghimbau kepada seluruh pembaca Al Fazl agar senantiasa mengingat dan mendoakan putri Hadhrat Muslih Mau’ud r.a. ini, dan juga ibunda beliau.
Yakni, meskipun secara tak sadar, ibunda telah ikut membantu penerbitan Al Fazl, yang saat ini telah berkembang pula dengan adanya penerbitan Al Fazl International.
Semoga Allah Taala senantiasa meningkatkan maqom Al Jannah beliau. Dan makbuliyat doa-doa beliau selama ini pun terkabulkan kepada kita semua.