Di dalam Khutbah Jum’ah yang lalu telah dijelaskan bahwa setelah Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. membenamkan diri dalam lautan kecintaan terhadap Rasulullah
saw beliau memahami Al Qur’an, memahami hukum-hukum Al Qur’an dan memahami
Tauhid Allah Ta’ala. Sebab, manusia tidak dapat memahami Tauhid Hakiki tanpa melalui
Hadhrat Rasulullah saw dan tidak dapat memahami Al Qur’an. Oleh sebab itu setelah
memahami betul kalimah لا الہ الا اللہ manusia penting sekali harus memahami
. Hanyalah Nabi Muhammad Rasulullah saw orang
yang faham betul hakikat kalimah لا الہ الا اللہ dan amaliahnya juga. Sekarang saya akan
mengemukakan beberapa intisari dari sabda-sabda Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud a.s
tentang Tauhid Ilahi hakiki atau sejati dan bagaimana manusia bisa disebut موحد
(muwahhid, yang beriman kepada Satu Tuhan).

Mengenai Surah An Nas, sambil menjelaskan tafsirnya
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: “ Saya ingin menjelaskan bahwa di dalam
Surah ini Allah Ta’ala memulai dengan menyebutkan
‘Tuhan
manusia’ kemudian
‘Raja
manusia’ dan pada akhirnya menyebutkan
’Sembahan manusia’ yang



menjadi tujuan utama manusia dan yang dicarinya. Yakni
adalah
yang utama sekali dimaksud dan yang dicari. Dan
(ilah)
artinya: yang dimaksud, yang disembah dan yang dicari. Dan arti dari
adalah 
yakni
tiada yang disembah, tiada yang dimaksud dan tiada yang dicari selain Allah.
Itulah Tauhid yang benar dan sejati. Yakni tidak ada yang berhak dipuji dan
dihormati selain Allah Ta’ala.” (Ruadad Jalsa, Ruhani Khaza’in, Vol. 15, p.
618)





Beliau a.s. bersabda:” Tauhid Ilahi baru dapat
sempurna apabila Zat Maha Esa (Tunggal) dijadikan semua maksud utama yang
cemerlang dan obat penawar bagi semua penyakit ruhani. Itulah arti sejati dari
pada
. Para Sufi sudah memahami lafaz
artinya mahbub (yang dicintai) maksud
(yang dimaksud) dan ma’bud (yang disembah). Selama manusia tidak berpegang
teguh kepada semua itu secara sempurna maka kecintaan dan keagungan Allah Ta’la
tidak akan tertanam di dalam lubuk hatinya.” Yakni, apabila manusia berpegang
teguh kepada
dan
menjiwainya sedalam-dalamnya maka kecitaan dan keagungan Islam akan tetap
tertanam di dalam kalbu-nya, jika tidak hanya ucapan mulut belaka.



Berkaitan dengan keindahan ajaran Islam Hadhrat Masih,
Mahdi Mau’ud a.s. bersabda:” Karunia Allah Ta’la diterima orang-orang Muslim
melalui Islam yang dibawa oleh Hadhrat Rasulullah saw. Dari segi apa saja
memandangnya, orang-orang Muslim merasa kagum dan bangga. Tuhan orang-orang
Muslim bukanlah batu, pohon, haiwan, bintang atau manusia sudah mati.
Melainkan Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Pencipta
langit dan bumi dan apapun yang terdapat diantara keduanya. Dia adalah Hayyu
Qayyum Yang hidup dan menghidupkan serta Berdiri Sendiri serta Menegakkan semua
yang lain. Rasul orang-orang Muslim adalah Hadhrat Muhammad saw, yang
kenabiannya berlaku sampai Hari Kiamat. Kerasulan beliau tidak mati, melainkan
buahnya dan berkat-berkatnya yang segar di peroleh di setiap zaman, yang
menjadi dalil bukti kebenarannya di setiap zaman. Maka, di zaman sekarang juga
Allah
Ta’ala telah melanjutkan memberi bukti-bukti,
berkat-berkat dan ni’mat-ni’matnya dan memberikan bukti kebenaran Kenabian
beliau saw dengan mengutus Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud a.s. dan Missi beliau
untuk seluruh dunia. Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Ta’ala berfirman:













menyerukan slogan: engkau bukan seorang Rasul Allah. Mereka
mulai menyerukan slogan : kamu bukan orang muslim!
Beliau a.s. bersabda: “Ingatlah! Menyatakan Tauhid
Allah Ta’ala hanya dengan mulut sekali-kali tidak dapat menarik berkat-berkat
yang di-ikrarkan dengan perasaan yag timbul karena amal saleh. Yakni, Tauhid
Ilahi hanya pernyataan lisan belaka tidak akan dapat menarik berkat-berkat
seperti yang diikrarkan dengan kewajiban-kewajiban lainnya, yakni dengan
melakukan amal-amal saleh. Berkat-berkat Tauhid akan diperoleh apabila manusia
melalui Hadhrat Rasulullah saw melakukan amal-amal saleh dengan mengikuti
tauladan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Benarlah bahwa Tauhid adalah aspek yang
sangat tinggi kedudukannya, yang setiap Muslim sejati dan yang takut kepada
Tuhan harus berusaha meraihnya, akan tetapi untuk menyempurnakan Tauhid itu
mempunyai aspek lain lagi, yaitu mohabbat Ilahi yakni mencintai Allah
Ta’ala. Maksud dan tujuan utama ajaran Al Qur’anul Karim, yaitu sebagaimana
Allah Ta’ala adalah Tunggal tanpa sekutu, begitu juga dari segi kecintaan,
Allah Ta’ala harus diyakini Tunggal tanpa sekutu. Dan itulah yang selalu
menjadi kehendak utama ajaran semua para Anbya. Maka, sebagaimana salah satu
aspek dari
adalah
mengajarkan Tauhid Ilahi , ia juga mengajarkan untuk meraih puncak
paling tinggi dalam keintaan Tauhid Ilahi. Yakni,
memberi ajaran Tauhid juga dan memberi
petunjuk untuk menyempurnakan kecintaan terhadap Tauhid juga. Dan sebagaimana
telah saya katakan juga bahwa ia adalah kalimah yang sangat menawan hati dan
sarat dengan pengertian-pengertian berbobot, tidak terdapat tandingannya di
dalam Taurat maupun Ijil, dan tidak ada pula kitab lain diatas dunia ini yang
telah memberi ajaran sempurna seperti itu.
artinya Kekasih atau Pujaan hati yang
disembah. Jadi, sejatinya Islam itu menerapkan secara sempurna pengertian
cinta. Ingatlah, Tauhid Ilahi tanpa kecintaan



adalah tidak sempurna dan mengecewakan. Jadi,
kecintaan Allah Ta’ala dapat diperoleh dengan menta’ati Hadhrat Muhammad Rasulullah
saw. Oleh sebab itu Allah Ta’ala berfirman: 
Rasulullah
saw bersabda: Ikutilah daku maka Allah Ta’ala akan mencintai kamu. (Ali
Imran:32)


Mengenai
hakikat Tauhid dan bagaimana standar orang Mu’min berkenaan dengan Tauhid
Ilahi, Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud a.s. bersabda:” Orang-orang yang tunduk
kepada penguasa atau mencari balas jasa dan pangkat dari mereka di dalam hati
mereka timbul perasaan ru’ub (takut) seperti orang merasa ru’ub (takut)
terhadap Tuhan. Maka jadilah mereka penyembah penguasa. Faktor inilah yang bisa
melenyapkan kedudukan dan standar Tauhid Ilahi manusia. Dan membuat manusia
terlempar jauh dari tujuan hidup sejati mereka. Para Anbya telah mengajarkan agar
jangan terjadi bentrokan antara Tauhid Ilahi dengan sarana duniawi, melainkan setiap
aspek harus ada pada tempatnya masing-masing, dan akhirnya semua harus bertumpu
kepada Tauhid Ilahi. Para Anbya ingin mengajar manusia bahwa Tuhan-lah selaku
Pemberi semua kehormatan, semua kesenangan dan semua keperluan. Jika kedudukan seseorang
disamakan dengan Tuhan maka jelaslah bahwa apabila dua kekuatan itu saling
bertabrakan maka salah satu dari padanya pasti binasa. Yakni jika kedua
kelompok itu bertabrakan maka salah satu diantaranya akan binasa. Oleh sebab
itu pastilah Tauhid Allah Ta’ala akan berdiri. Sarana dunia harus dipergunakan
sesuai aspeknya, namun janganlah dijadikan tumpuan utama seolah-olah jadi
sembahan. Yakni barang-barang dunia yang telah disediakan oleh Allah Ta’ala
gunakanlah sesuai fungsinya, akan tetapi jangan dianggap keramat sebagai tuhan.
Utamakan-lah Tauhid. Dengan Tauhid itulah timbul perasaan cinta terhadap Allah
Ta’ala, apabila manusia menganggap bahwa keberuntungan dan kemalangan atau kerugian
ada ditangan-Nya. Dia-lah Muhsin Sejati, setiap partikel urusan berasal dari
pada-Nya, tidak ada sesuatu yang berasal dari yang lain. Apabila manusia telah berhasil
meraih kedudukan suci itu, dia disebut موحد (muwahid, yakni percaya kepada Satu Tuhan). Jika kedudukan seperti itu telah diperoleh,
semua bergantung sepenuhya kepada Allah Ta’ala, tidak ada tumpuan lain lagi,
barulah dapat disebut موحد (muwahid). Jadi, salah satu keadaan Tauhid adalah,
manusia
jangan membuat tuhan dari batu, manusia atau dari suatu benda apapun, melainkan
harus menjauhkan diri bahkan membenci perbuatan demikian. Dan keadaan kedua Tauhid
adalah, jangan terlalu banyak bertumpu
kepada sarana duniawi. Yakni jangan terlalu mempercayakan diri terhadap
sarana duniawi atau jangan terlalu bergantung kepada sarana-sarana dunawi itu.
Beliau a.s. bersabda :” Keadaan ketiga Tauhid adalah, manusia
melenyapkan keinginan-keinginan dirinya dan hawa nafsunya. Yakni
untuk menegakkan Tauhid keadaan ketiga adalah melenyapkan keinginan nafsunya,
menghapuskan maksud-maksud pribadi atau nafsani dan menentangnya.
Kadangkala manusia menimbang kekuatan dan kemampuan pribadinya. Yakni dalam
suatu pekerjaan ia sangat bertumpu hanya kepada kekuatan dan kemampuan
pribadinya dan berkata bahwa ia telah memperoleh suatu keberhasilan karena
kelebihan dan kemampuan pribadinya. Manusia begitu bangga kepada kekuatan
dirinya sehingga setiap pekerjaan dinisbahkan hanya kepada kemampuan dirinya
belaka. Manusia baru mencapai tingkat موحد (muwahid) apabila ia membantah
kekuatan-kekuatan pribadinya sendiri.
Di
sini timbul pertanyaan bahwa dari pengalaman menunjukkan bahwa pada umumnya
manusia sedikit banyak melakukan sesuatu dosa. Kebanyakan orang terlibat dalam
dosa besar, kebanyakan orang terlibat dalam dosa menengah dan kebanyakan orang
terlibat dalam dosa sangat kecil dan halus, misalnya kedekut (kikir), ria atau
pamer dan dosa-dosa lainnya lagi. Selama manusia tidak terlepas dari semua dosa
itu, ia tidak dapat meraih kembali cahayanya yang sudah hilang. Sejatinya,
Allah Ta’ala telah memberi banyak sekali hukum-hukum. Banyak diantaranya yang
tidak dapat dilakukan oleh setiap orang. Misalnya ibadah Hajji, diwajibkan hanya
kepada mereka yang mempunyai kemampuan, aman di jalannya, mempunyai persediaan bekal
cukup bagi keluarga yang ditinggalkan. Tidak benar seseorang pergi naik
Hajji sedangkan keluarganya di rumah
dibiarkan terlantar atau menderita kesusahan. Jika hal itu dan
syarat-syarat lainnya dipenuhi baru Hajj dapat dilaksanakan. Begitu juga Zakat,
wajib atas orang yang mempunyai cukup nisaab (memenuhi ukuran). Dan mengenai
Salat juga, di waktu tertentu dapat dirobah, dapat di qosor, dapat diringankan
empat raka’at menjadi dua raka’at dan dapat
di
jama’ juga, dua waktu Salat digabung menjadi satu waktu Salat. Akan tetapi ada
perkara hal yang sama sekali tidak dapat dirobah yaitu kalimah toyyibah 
. Inilah intisari Agama, yang lainnya
merupakan rinciannya. Tauhid Ilahi tidak dapat disempurnakan jika ibadah tidak
dilaksanakan. Jika ibadah dilaksanakan sesuai dengan perintah Allah Ta’ala maka
Tauhid Ilahi dapat disempurnakan. Itulah maknanya bahwa orang yang mengucapkan 
akan
dianggap benar pernyataannya apabila ia buktikan secara amaliah, sebab baginya
tidak ada tuhan yang patut disembah selalin Allah Yang Maha Esa, Yang patut
dimaksud dan patut dimohon. Jika keadaan iman dan amaliahnya sudah terbukti
demikian maka pernyataannya itu tidak dapat dianggap dusta di hadapan Allah
Ta’ala. Semua benda madiah (material) sudah hangus baginya dan imannya semakin
kuat dan mantap yang membuat dirinya fana, hingga keluarlah selalu ucapan
dan
bagian kedua
terucap sebagai contoh. Sebab dengan
menunjukkan contoh dan gambaran setiap perkara menjadi lebih jelas. Yakni,
dengan menunjukkan contohnya semua perkara menjadi mudah dan jelas. Dan sebagai
contoh utama adalah Hadhrat Rasulullah saw, dengan mengamalkan setiap ajaran Al
Qur’an beliau menunjukkan uswah hasanah kepada kita. Para Anbiya diutus ke
dunia sebagai contoh tauladan. Dan Hadhrat Rasulullah saw adalah contoh
tauladan yang paling sempurna dalam semua aspek sebab semua contoh tauladan para
Anbiya terhimpun pada beliau saw.






Pada
suatu ketika dalam sebuah Majlis timbul sebuah pertanyaan katanya, didalam Agama
Yahudi juga diajarkan Tauhid Ilahi, sekarang apa kelebihan Islam dalam
mengajarkan Tauhid itu? Dalam menjawab pertanyaan itu Hadhrat Masih, Mahdi
Mau’ud a.s. menjelaskan sebagai berikut: ” Tidak ada ajaran Tauhid di dalam
Yahudi, namun hanya ada sekedar kulit Tauhid saja pasti ada dan hanya
semata-mata kulit saja tidak membawa faedah sedikitpun. Tauhid mempunyai banyak
martabah atau kedudukan. Tanpa mengetahui hal itu Tauhid tidak akan dapat
dipahami. Tidak cukp
hanya
semata-mata mengucapkan
saja,
syaitan juga bisa mengucapkan demikian. Selama tidak disertai dengan amaliah
hakikat mengucapkan
tidak
membawa kesan mendalam di dalam diri manusia. Adakah kesan-kesan demikian
dikalangan orang Yahudi? Mengapa anda tidak memberi tahu kami? Si penanya
itupun diam. Martabah Tauhid Ilahi yang paling utama adalah, manusia tidak
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan firman Allah Ta’ala, dan tidak ada
amal perbuatannya yang menentang kecintaan Allah Ta’ala. Jadi, ia harus betul-betul
terbenam dan fana dalam mencintai Allah Ta’ala. Itulah sebabnya 
yakni tiada yang patut disembah, tiada yang
harus dimaksud dan tiada yang dita’ati selain Allah. Ingatlah, syirik ada
banyak macamnya. Diantaranya dikatakan syirik ja’li dan kedua syirik
khafi. Contoh syirik ja’li adalah manusia menyembah patung berhala,
pohon kayu dan benda-benda lain. Benda-benda tersebut dianggap sembahan mereka.
Dan syirik khafi adalah manusia hormat atau tunduk kepada suatu benda
seperti hormat atau tunduk kepada Allah Ta’ala. Menghormati sesuatu secara
berlebihan yang tidak semestinya seperti harus menghormati Allah Ta’ala. Atau
mencintai suatu benda seperti mencintai Allah Ta’ala, atau ia takut kepada suatau
benda atau menggantungkan harapan-harapan kepadanya. Pikirkan dan renungkanlah
baik-baik, apakah hakikat ini tidak terdapat secara sempurna di dalam para pengikut
Taurat? Di zaman Hadhrat Nabi Musa a.s. sendiri telah terjadi hal itu. Jika
ajaran Taurat cukup, maka seharusnya orang-orang Yahudi sudah mensucikan diri
mereka. Akan tetapi mereka tidak berbuat demikian. Bahkan mereka sangat berhati
keras dan tidak menaruh hormat terhadap Nabi Musa a.s. Hanya Kitab Suci Al
Qur’an yang memberi kesan terhadap kalbu manusia, dengan syarat semua arti dan
maksud yang jelas dan penting di-ikutinya, bukan dibantah. Dan contohnya dapat
disaksikan di setiap zaman, sekarang juga dapat disaksikan. Allah Ta’ala
berfirman di dalam Al Qur’anul Karim : 
Yakni: Hai Rasul katakanlah kepada mereka!
Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah






aku,
Allah Ta’ala akan mencintai kamu (Ali Imran:32). Mengikuti Hadhrat Muhammad Rasulullah
saw dengan sempurna dapat menyampaikan manusia menjadi kekasih Allah Ta’ala.
Dari itu jelaslah bahwa beliau saw adalah contoh yang sempurna sebagai موحد (muwahhid, yakni percaya kepada Satu
Tuhan). Jika orang-orang Yahudi beriman kepada Tauhid Ilahi, tidak ada
alasan bagi mereka untuk menjauh dari موحد (muwahhid) seperti itu. Harus ingat bahwa mereka juga harus beriman
kepada Hadhrat Rasulullah saw. Dan mereka harus ingat bahwa mengingkari dan
memusuhi Khotamur Rusul Allah Ta’ala adalah perkara yang sangat berbahaya
sekali. Akan tetapi mereka tidak memperdulikannya. Dan sekalipun nubuatan itu
telah tertulis di dalam kitab mereka namun mereka telah menolaknya. Tidak ada
alasan lain mengapa mereka telah berlaku demikian melainkan hati mereka
sudah sangat keras.
Pada
suatu peristiwa berkenaan dengan pendirian yang salah tentang Hadhrat Isa a.s.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s bersabda:“ Islam telah membawa Tauhid yang sangat bersih
dan murni yang tidak terdapat contoh maupun tanda-tandanya yang serupa di dalam
agama-agama lain. Sehingga saya yakin bahwa sekalipun di dalam kitab-kitab
terdahulu Tauhid telah dikemukakan dan tujuan kebangkitan semua para Nabi Allah
Ta’ala juga untuk menyebarkan Tauhid Ilahi, akan tetapi cara yang dikemukakan
oleh Hadhrat Khatamul Anbiya tentang Tauhid Ilahi dan cara yang dijelaskan
secara terbuka martabah Tauhid Ilahi oleh Kitab Suci Al Qur’an, sama sekali
tidak terdapat di dalam kitab-kitab lain. Kemudian jika mereka bermaksud
untuk mengotori mata air yang bersih itu, yakni mereka yang menentang Hadhrat
Masih, Mahdi Mau’ud a.s. dan tidak percaya Nabi Isa a.s. sudah wafat, mereka
telah berdusta atas nama Allah, kemudian mereka menamakan diri sebagai Muslim
juga, tentang mereka ini Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersada: “ Apabila
mereka (yang menamakan diri Muslim) itu telah mengotori sumber mata air yang
bersih dan murni ini, tindakan apa lagi yang mereka tinggalkan dalam menghina
Islam? Natijahnya, nasib buruk mereka adalah, ketika Islam sejati yang dibawa
oleh Hadhrat Rasulullah saw dihadapkan kepada mereka, dan dibuktikan dengan
Kitab Suci AL Qur’an bahwa pendapat kalian salah, maka mereka menjawab; Inilah
yang telah dipercayai Nenek moyang kami. Namun saya bertanya,
apakah
dengan hanya menjawab demikian mereka telah terlepas dari kesalahan? Tidak!
Melainkan sesuai dengan Qur’an Syarif dan sesuai dengan sunnah Allah Ta’ala
semenjak dulu sebuah dalil menjadi sempurna, bila saja seorang Nabi atau Utusan
Tuhan datang ke dunia, maka setelah mendengar ajarannya para penentangnya
berkata : 
Yakni, Tidak pernah kami mendengar ajaran
seperti ini dari nenek moyang kami semenjak dulu. (Al Mu’minun:25)


Berkenaan
dengan Tauhid fil asbab Hadhrat Masih, Mahdi Mau’ud a.s. bersabda: “
Tauhid bukan hanya sekedar mengatakan dengan mulut : واشھد ان محمد رسول
اللہ اللہ اشھد ان لا الہ الا Melainkan makna Tauhid adalah bahwa Keagungan Allah Ta’ala tertanam
sedalam-dalamnya di dalam kalbu. Jangan menempatkan kebesaran sesuatu yang lain
di dalam kalbu. Setiap amal, setiap gerak dan ketenangan semata-mata hanya
karena Allah Ta’ala. Dan harus percaya penuh kepada-Nya dalam setiap urusan.
Jangan menaruh pandangan, tawakkal ataupun pengharapan kepada yang lain selain
kepada Allah Ta’ala. Jangan menyekutukan sesuatu apapun dengan Zat Allah Ta’ala
dan Sifat-sifat-Nya. Pada zaman ini hakikat syirik berupa penyembahan terhadap
makhluk sudah jelas dan manusia sedang mulai sadar. Yakni orang-orang Kristen
juga yang sebelumnya menganggap Yesus sebagai Tuhan sekarang mereka mulai
meninggalkannya, mulai menyadari. Oleh sebab itu orang-orang Kristen di Eropah
dan di semua Negara setiap hari sedang mulai meninggalkan Agama mereka dengan
rasa benci. Maka, hal ini sedang diselidiki setiap hari di dalam surat-surat
kabar dan majalah-majalah serta selebaran-selebaran yang dibaca di sini. Sekarang
begitu cepatnya jumlah orang-orang yang meninggalkan Agama mereka, ribuan kali
lipat dari sebelumnya. Bahkan banyak sekali orang-orang yang menamakan diri
mereka Kristen sudah tidak percaya lagi bahwa Hadhrat Isa a.s. masih hidup.
Sebabnya mereka-pun sudah tidak percaya lagi kepada Tuhan.” Beliau a.s.
bersabda; “Pendeknya sekarang manusia tidak percaya lagi penyembahan terhadap
makhluk. Namun pemujaan terhadap sarana duniawi adalah semacam syirik yang
tidak dipahami oleh banyak manusia. Misalnya seorang petani berkata:” Jika ia
tidak bekerja di ladang dan tidak
membawa
hasil buahnya, maka ia tidak bisa hidup. Begitu juga setiap orang yang
mempunyai usaha lain bergantung kepada usahanya dan ia menganggap, jika tidak
melakukan ini maka kita tidak mungkin bisa hidup. Hal itu namanya ‘asbabe
peresti’ artinya penyembahan terhadap barang-barang duniawi. Dan hal itu
terjadi, karena mereka tidak beriman kepada qudrat atau kekuatan Allah
Ta’ala. Jangankan kepada suatu usaha, bahkan makanan, air, udara, barang-barang
yang menjadi sarana kehidupan juga, tidak dapat memberi faedah kepada manusia,
jika tidak ada izin dari Allah Ta’ala. Yakni jika tidak ada izin Allah
Ta’ala apapun tidak dapat memberi faedah. Itulah sebabnya apabila manusia hendak
minum air, ia harus ingat bahwa air ini telah diciptakan oleh Allah Ta’ala. Dan
air-pun tidak dapat memberi manfa’at jika tidak ada izin dari Allah Ta’ala.
Dengan izin Allah Ta’ala, air bisa memberi faedah kepada manusia. Air itu juga
jika tidak ada izin Allah Ta’ala akan mendatangkan bahaya. Kisah seorang sedang
berpuasa, ketika berbuka puasa ia meminum seteguk air. Segera setelah minum air
ia jatuh tidak berdaya, sebab air telah menjadi racun baginya. Segera
setelah minum air dia merasa sakit, jatuh terbaring sehingga tidak bisa bangun
lagi. Itulah air yang memberi kehidupan, di sana telah menjadi tacun baginya. Setelah
berbuka puasa orang-orang banyak minum air yang kadang-kadang membahayakan
juga. Kita harus selalu waspada. Selanjutnya beliau a.s. bersabda:”
Pekerjaan, apakah yang bersifat kemasyarakatan, atau bersifat lainnya lagi,
tidak mengandung berkat jika tidak ada keridhaan dari langit. Pendeknya, harus
yakin bahwa dalam setiap pekerjaan terdapat kinerja tangan Tuhan. Jika tidak
mempunyai keyakinan demikian maka di dalamnya terdapat pengaruh atheisme atau
dahriyat. Mula-mula barang-barang itu diputuskan di langit kemudian berlangsung
prosesnya di atas bumi. Tauhid Ilahi tidak mempunyai aspek kesombongan.
Tengoklah keadaan para maulwi, pandai memberi nasihat kepada orang lain, mereka
sendiri tidak melakukannya sedikitpun, dan sekarang mereka tidak dipercaya
lagi.
Pada
suatu ketika, seorang maulwi sedang memberi ceramah tentang sedekah, isterinya
juga ada di sana .
Maulwi itu telah menjelaskan tentang pentingnya sedekah atau derma dan dikaitkan
dengan pengampunan Allah Ta’ala. Ada
seorang perempuan sangat terkesan sekali mendengar ceramahnya itu sehingga ia
mengurbankan sebuah
perhiasan
yang sedang ia pakai dikakinya. Maulwi itu berkata kepadanya, engkau telah
mengurbankan sebuah perhiasan dari sebelah kakimu. Apakah kakimu yang kedua mau
dibiarkan masuk neraka? Setelah mendengar perkataan maulwi itu, ia serahkan
perhiasan dari kakinya yang kedua. Setibanya di rumah isterinya-pun sangat
terkesan dan ingin memberi sedekah atau derma seperti perempuan itu. Namun
maulwi itu berkata: “ Nasihat itu hanya untuk disampaikan bukan untuk
diamalkan. Jika tidak berbuat seperti itu dari mana kita bisa memenuhi
keperluan hidup kita.” Begitulah keadaan para maulwi pada zaman ini.
Pada
suatu kesempatan dalam menjelaskan tentang seorang mu’min sejati yang berpegang
teguh kepada Tahuid Ilahi, bagaimana seharusnya, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:”
Mu’min adalah manusia yang tidak peduli terhadap dirinya, ia hanya menginginkan
keridhaan Allah Ta’ala. Dan setiap waktu ia selalu ingat untuk itha’at kepada-Nya.
Apabila setiap perkara-nya diserahkan kepada Allah Ta’ala, maka ia tidak merasa
takut akan terjadi kerugian atau keuntungan. Apabila manusia memasukkan wujud
lain di dalam pikirannya selain Allah Ta’ala, maka ia terlibat di dalam perbuatan
ria, kemunafikan, kesombongan serta perbuatan dosa. Ingatlah, perbuatan
menyekutukan seperti itu adalah racun dan disangkal di bagian pertama dari
yaitu
artinya tiada tuhan. Apabila seorang manusia tidak dapat
melaksanakan perintah Allah Ta’ala demi kepentingan orang lain, maka akhirnya
ia sedikit banyak terlibat dalam menyekutukan salah satu sifat Allah Ta’ala,
karena itu ia tidak dapat melakukan perintah Ilahi. Allah Ta’ala mempunyai
banyak sekali hukum atau perintah-Nya. Orang yang tidak mengamalkan perintah Allah
Ta’ala, ia meninggalkannya. Yakni ia menyekutukan sesuatu dengan sifat Allah
Ta’ala. Maka pekerjaannya tidak akan berhasil. Oleh sebab itu diwaktu mengucapkan
artinya
tiada tuhan, ia menyangkal wujud tuhan-tuhan (sembahan) seperti itu. Seorang
mu’min sejati apabila mengucapkan
ia
menyangkal wujud tuhan-tuhan (sembahan) seperti itu, yakni tidak




menyekutukan
sifat-sifat Allah Ta’ala dengan sifat sesuatu apapun. Itulah hakikat kalimah 

Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. bersabda:” Ada
beberapa kisah tertulis di dalam beberapa buku. Terdapat sebuah kissah seorang
yang sedang berpuasa. Seorang Maulwi bertamu kerumah salah seorang kawannya
dengan tujuan secara tidak langsung hendak memberi tahu kawannya itu bahwa dia
sedang berpuasa. Ketika yang punya rumah mau menghidangkan makanan kepadanya, dia
menjawab: Ma’af saya sedang ada uzur!! Dia bukan langsung mengatakan dirinya
sedang berpuasa, melainkan dia memberitahukannya dengan cara agar kawannya itu
terkesan dan memuji bahwa dia susah payah sedang menahan nafsu karena puasa itu,
padahal kawannya itu ingin menghidangkan sesuatu baginya. Alhasil, dia tidak
langsung mengatakan dengan jelas bahwa dirinya sedang berpuasa, namun mencari jalan
untuk mengatakan alasan: Saya tidak akan makan atau minum apapun! Pendeknya,
banyak sekali dosa-dosa tersembunyi dibalik tabir, yang menghancurkan amal
saleh. Seperti, berpura-pura atau dibuat-buat, atau dengan cara lain yang
tujuannya untuk menzahirkan kebaikannya. Itu semua adalah dosa tersembunyi.
Dengan itu lambat laun amal saleh menjadi hancur, sehingga manusia menjadi jauh
dari Tauhid. Orang-orang kaya-raya pada takabbur dan sombong, yang
menghancurkan amal mereka. Oleh karena itu orang-orang miskin yang tidak
memiliki pikiran seperti itu, mereka meraih kedudukan ruhani lebih tinggi dari
mereka, sebab takabbur dan kesombongan membuat manusia jauh dari Tauhid Ilahi.
Sebab ria, nifaq (kemunafiqan) dan sebagainya seumpama seekor tikus, yang
selalu memakan amal dari dalam. Allah Ta’ala Maha Mulia, akan tetapi untuk
datang mendekat kepada-Nya diperlukan sifat merendahkan diri. Jika manusia
merendah diri, maka ia dapat mendekat kepada-Nya. Orang yang tinggi hati atau
ego, baik dari segi ilmu maupun dari segi harta kekayaan atau keturunan, akan
tertinggal jauh di belakang. Itulah sebabnya sudah tertulis di dalam banyak
kitab-kitab bahwa wali-wali Allah sangat sedikit yang timbul dari kalangan
orang-orang berada. Sebab ketinggian martabah keluarga menjadikan mereka
takbbur dan sombong. Ketika pikiran demikian timbul dikalangan orang-orang
setelah zaman qurun
permulaan
Islam, mereka tertinggal jauh di belakang. Tabir hambatan seperti itu membuat
manusia bernasib malang .
Sangat sedikit sekali manusia demikian yang mendapat keselamatan dari padanya.
Kekayaan dan kepemimpinan juga merupakan tabir penghalang.
Hadhrat
Masih, Mahdi Mau’ud a.s. menerima sebuah Ilham
yakni; engkau dari pada-Ku dan Aku dari
pada engkau. Banyak orang mengajukan keberatan katanya, Ilham ini
bertentangan dengan Tauhid Ilahi. Beliau a.s. bersabda:
sungguh jelas, manusia tidak bisa mengajukan
suatu kritikan. Kedatangan saya semata-mata karunia Allah Ta’ala dan saya dari
pada-Nya. Segala apa yang telah saya capai adalah, karena karunia Allah Ta’ala,
Dia Yang telah memberi. Harus diingat bahwa, sebagaimana telah berulang kali
dinyatakan di dalam Al Qur’an bahwa وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ yakni, Dia Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, baik bagi
Zat-Nya, maupun bagi Sifat-Nya atau bagi kinerja-Nya. Sebetulnya adalah, iman
terhadap Tauhid Ilahi tidak dapat sempurna, apabila manusia tidak suci-bersih
dari setiap jenis syirik. Tauhid Ilahi seseorang akan sampai ketingkat sempurna
apabila manusia percaya bahwa Allah Ta’ala tidak dapat dibandingkan dengan
sesuatu, baik dari segi Zat-Nya, sifat-siat-Nya atau dari segi kinerja-Nya. Orang-orang
bodoh mengajukan keberatan terhadap Ilham-ku ini dan mereka tidak paham apa
hakikatnya. Sekalipun telah ikrar bahwa Tuhan adalah Tunggal atau Esa, namun
mereka menisbahkan sifat Allah Ta’ala kepada seseorang. Misalnya mereka percaya
bahwa Hadhrat Nabi Isa a.s. adalah muhyi (Pemberi kehidupkan) dan mumit
(Pemberi kematian) yakni, mereka percaya bahwa Hadhrat Nabi Isa a.s. bisa
menghidupkan dan mematikan, bahkan mereka percaya beliau sebagai‘alimul
ghaib, beliau mengetahui perkara ghaib. Mereka percaya beliau Al Hayyu
Qayyum. Apakah itu bukan syirik? Ini adalah syirik sangat berbahaya sekali,
yang telah menghancurkan Agama Kristen. Sekarang orang-orang Muslim memasukkan
keyakinan itu kedalam aqidah mereka. Maka, sifat-sifat Allah Ta’ala seperti
itu, jangan dinisbahkan kepada seseorang sekalipun kepada seorang Nabi atau
Wali Allah Ta’ala, begitu juga terhadap kinerja-kinerja Allah Ta’ala jangan
dimasukkan kedalam kinerja manusia.


Banyak
orang yang mulai banyak bergantung kepada sarana duniawi demikian kuatnya
sehingga mereka lupa kepada Kekuasaan Allah Ta’ala. Sedangkan hakikat Tauhid
Ilahi adalah, sekelumitpun jangan melakukan syirik fil asbab yakni
syirik terhadap suatu sarana atau benda. Jangan terlalu banyak menaruh
keyakinan terhadap keistimewaan benda-benda dunia, atau memandang benda-benda
itu berkhasiat dengan sendirinya, melainkan harus diyakini sekuat mungkin bahwa
Tuhan-lah yang telah menciptakan khasiat atau keistimewaan benda itu. Misalnya
di dalam beberapa jenis akar-akar tetumbuhan mengandung obat untuk menyembuhkan
diarrhoea (diare) untuk menyembuhkan berbagai penyakit lainnya atau bisa dibuat sebagai
racun pembunuh. Semua kekuatan atau keistimewaan benda-benda itu bukan timbul
dengan sendirinya, melainkan Allah Ta’ala telah menanamkan di dalamnya. Jika
Allah Ta’ala mengeluarkan khasiat atau keistimewaannya itu maka benda-benda itu
tidak akan ada nilainya lagi. Pendeknya, janganlah memandang keistimewaan suatu
benda itu terlalu berlebih-lebihan, jangan menyekutukan sesuatu dengan sifat
Allah Ta’ala dan kinerja-Nya. Itulah kepercayaan yang benar dalam Tauhid Ilahi
dan orang yang berbuat demikian disebut موحد (muwahhid). Akan tetapi jika seseorang menisbahkan sifat Allah Ta’ala
dan kinerja-Nya terhadap benda lain, maka bagaimanapun kerasnya dia mengakui
Tauhid Ilahi, dia tidak dapat dikatakan موحد (muwahhid). موحد (muwahhid) seperti itu terdapat di dalam orang-orang
Agama Arya juga, yang menyatakan dengan mulutnya beriman kepada Satu Tuhan,
namun sekalipun telah ikrar demikian mereka percaya bahwa badan dan ruh manusia
tidak diciptakan oleh Allah Ta’ala. Mereka tidak memerlukan Allah Ta’ala untuk
kehadiran dan kehidupan mereka. Seakan-akan ruh dan badan jasmani mereka adalah
kekal dengan sendirinya. Adakah syirik yang lebih besar dari ini? Begitu juga
banyak sekali manusia yang tidak dapat membedakan antara syirik dengan Tauhid
Ilahi. Mereka melakukan suatu perbuatan atau berpegang kepada akidah yang
secara jelas terdapat syirik di dalam diri mereka. Misalnya seseorang berkata:
Jika tidak ada si Fulan, tentu kami sudah binasa atau pekerjaan kami tidak
berjalan dengan baik. Jadi, janganlah hendaknya manusia terlalu
berlebih-lebihan dalam menaruh keyakinan terhadap kekuatan sarana-sarana
duniawi dan janganlah menyekutukan sifat-sifat Ilahiyah kepada siapapun.
Kekuatan
dan kemampuan yang Allah Ta’ala tanamkan di dalam diri manusia,
fungsi-fungsinya tidak akan melampaui batas. Misalnya mata, diciptakan untuk
melihat, kuping untuk mendengar, lidah untuk berbicara dan alat perasa. Seseorang
tidak dapat berkata bahwa mata dapat digunakkan untuk mendengar dan kuping
untuk melihat atau untuk bicara dan alat untuk perasa. Semua organ itu
keistimewaan dan kemampuannya terbatas. Akan tetapi kinerja dan sifat-sifat
Allah Ta’ala tidak terbatas. Dia adalah laisa kamislihi syaiun (Dia tidak
dapat diserupakan dengan sesuatu). Pendeknya Tauhid ini baru akan sempurna
apabila diyakini bahwa Allah Ta’ala itu Tunggal tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan
manusia harus menganggap hakikat dirinya adalah halikatuz zat dan batilatul
hakikat, yakni saya dan semua wujud saya bukan wujud yang berarti.
Mengenai
Aku
dari engkau, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:” Untuk memahami hakikat dari
Ilham ini harus diingat bahwa setelah manusia mencapai kepuncak martabah fana
yang sempurna telah memperoleh kehidupan baru dan suci yang kepadanya Allah
Ta’ala berfirman kepadanya:
yakni: engkau dari Aku, adalah dalil bahwa
ia telah mengenal qurub-Nya dan hakikat ma’rifat-Nya. Dan insan ini menjadi
sasaran bagi penampakan Tauhid Ilahi, Kehormatan dan Keagungan-Nya serta
Jalal-Nya (Kegagahan-Nya). Dan ia menjadi bukti nyata dan hidup bagi Wujud Zat
Allah Ta’ala. Dari segi itu seolah-olah manifestasi Allah Ta’ala selalu nampak
pada dirinya.” Yakni orang yang selalu terbenam di dalam lautan kecintaan
Allah Ta’ala, manifestasi Allah Ta’ala pasti nampak pada dirinya.
Penampakan Allah Ta’ala mempunyai sebuah cermin. Dalam keadaan apabila wujud
manusia menjadi penampakan cermin wujud Allah Ta’ala. Kepadanya Allah Ta’ala
berfirman:
yakni:
Aku dari engkau. Orang yang mendengar suara
Aku dari engkau, datang kedunia ini
apabila ibadah kepada Allah Ta’ala sudah ditinggalkan, tanda-tanda ibadah
kepada Allah Ta’ala sudah hilang lenyap. Yakni suara
Aku
dari engkau datang kepada manusia, apabila manusia





sama-sekali
sudah meninggalkan ibadah kepada Allah Ta’ala tanda-tanda ibadah-pun sudah
hilang lenyap. Pada zaman
ini juga karena kejahatan dan keburukan sudah sangat meningkat di atas dunia
dan jalan untuk mengenal Tuhan serta jalan-jalan untuk menuju kepada-Nya sudah
tidak nampak lagi, maka Allah Ta’ala telah mendirikan Jema’at Ahmadiyya ini.
Dan semata-mata dengan karunia-Nya, Allah Ta’ala telah mengutus saya, agar saya
memberi tahu kepada orang-orang yang lengah dan tidak mengenal Allah Ta’ala dan
bukan hanya memberi tahu melainkan saya perlihatkan Tuhan kepada mereka yang datang
dengan patuh ta’at disertai kebenaran dan kejujuran. Atas dasar itu Allah
Ta’ala berfirman kepada saya 
Yakni:
engkau dari-Ku dan Aku dari engkau. Salah satu jenis lagi Tauhid adalah
karena hangatnya cinta kepada Allah Ta’ala semua keinginan nafsi dibuang jauh
dan seluruh wujud terbenam di dalam kecintaan-Nya.”


Dalam
menjelaskan keikhlasan Sahabah, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:” Keadaan
para Sahabah sangat menakjubkan, mereka tidak memandang panas dan tidak pula
sejuk (dingin) mereka telah membinasakan kehidupan mereka. Mereka tidak menghiraukan
kehormatan dan tidak pula keselamatan jiwa mereka. Mereka laksana kambing rela menyerahkan
leher untuk disembelih. Melakukan semua seperti itu tidak mudah. Keikhlasan
yang bagaimana lagi sebagai bukti bagi Jema’at ini? Membuktikan keikhlasan dengan
mengurbankan nyawa. Nafs mereka sudah betul-betul kosong dari keinginan duniawi.
Seperti orang-orang yang betul-betul sudah siap berdiri untuk menempuh perjalanan.
Demikianlah orang-orang itu sudah siap
meninggalkan dunia untuk menuju alam akhirat. Sebagian besar pekerjaan manusia
terlibat dalam urusan dunia dan sibuk memikirkan harus begini-harus begitu. Sekarang
sudah tiba waktu yang ditentukan. Allah Ta’ala tidak menyia-nyiakan siapapun.
Terdapat
pengaduan yang salah bahwa kekayaan kita akan hancur. Di zaman Hadhrat
Rasulullah saw, kekayaan apa yang dimiliki oleh Hadhrat Abu Bakar r.a. dan
lain-lain? Mungkin seseorang memiliki seratus dua ratus Dollar atau lebih, akan
tetapi ganjaran yang diterima mereka adalah kedudukan sebagai raja. Dan mereka
menjadi
waris
kedudukan Kaisar kerajaan Kisra (Iran ). Akan tetapi ghairat Allah
Ta’ala tidak menghendaki bahwa sebagian dari sesuatu diserahkan untuk Tuhan dan
sebagian lagi untuk syaitan, sedangkan Tauhid Ilahi menghendaki maut, sebab kematian
itulah penyebab kehidupan sejati.” Selanjutnya beliau a.s. bersabda:”
Pahamillah dengan sesungguhnya bahwa setelah kehidupan dunia ini ada lagi
kehidupan akhirat yang tidak akan pernah berakhir. Untuk itu kalian harus
mempersiapkan diri. Dunia beserta segala keindahannya akan habis di sini. Saya
berkata dengan sesungguhnya bahwa menjauhkan diri dari semua perkara itu
kemudian datang kepada Allah Ta’ala, itulah orang mu’min. Apabila seorang
manusia menjadi milik Tuhan, tidak mungkin Tuhan Yang Maha Kuasa akan
meninggalkannya. Barangsiapa yang menyerahkan sesuatu di jalan Allah Ta’ala,
dialah yang akan menerima ganjaran banyak dari pada-Nya. Jika kalian
mendahulukan untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala dan tidak menginginkan anak
keturunan, maka yakinlah kalian akan mendapat anak keturunan. Dan jika tidak
menginginkan harta maka Dia pasti akan memberinya kepada kalian. Janganlah
kalian melakukan dua macam usaha. Sebab dalam satu waktu tidak dapat melakukan
dua macam usaha. Lakukanlah hanya satu usaha, yakni berusahalah betul-betul
untuk mendapatkan Allah Ta’ala. Orang yang meninggalkan urusan dunia karena
Allah Ta’ala, dunia juga akan dia peroleh dengan syarat, jauhkan diri dari
setiap jenis syirik. Saya ingatkan lagi bahwa akar Islam adalah Tauhid Ilahi.
Yakni jangan terdapat sesuatu di dalam hati manusia kecuali Allah Ta’ala.
Janganlah menjadi seorang yang lupa kepada Allah dan Rasul-Nya, bagaimanapun kerasnya bala atau musibat
menimpa. Atau harus menghadapi kesusahan dan kesulitan, akan tetapi jangan
keluar keluhan dari mulut kalian. Bala atau musibah yang menimpa manusia,
disebabkan perbuatan nafsinya sendiri. Allah Ta’ala tidak berlaku zalim. Memang
kepada orang-orang saleh juga datang musibah, namun lain, menyebutnya musibah
padahal sebetulnya ia bukan musibah, melainkan ilham berbentuk ni’mat. Dengan
itu hubungannya dengan Allah Ta’ala semakin bertambah dan kedudukannya semakin
tinggi. Orang lain tidak bisa memahaminya. Orang yang tidak mempunyai hubungan
dengan Allah Ta’ala dan karena perbuatan buruknya ia mendapat bala musibah maka
ia akan lebih sesat lagi. Tentang orang-orang seperti itulah Allah Ta’ala
berfirman:

Yakni:
Di dalam hati mereka terdapat penyakit maka Allah menambah parah penyakit
mereka. (Al Baqarah: 11). Maka takutlah selalu dan mintalah selalu
krunia-Nya kepada Allah Ta’ala. Jangan sampai kalian menjadi orang-orang yang
memutuskan hubungan dengan Allah Ta’ala. Orang yang menggabungkan diri dengan
Jema’at yang didirikan oleh Allah Ta’ala, dia tidak melakukan suatu ihsan
apapun kepada Allah Ta’ala, melainkan sebaliknya Allah Ta’ala telah memberi
taufiq, karunia dan ihsan kepadanya.


Allah
Maha Kuasa, menghancurkan sebuah Kaum kemudian menciptakan Kaum lain sebagai
gantinya. Zaman sekarang ini serupa dengan zaman Nabi Luth dan Nabi Nuh a.s.
Kecualai jika turun azab yang sangat dahsyat yang menghancur-leburkan dunia
sampai lenyap. Allah Ta’ala dengan
karunia dan kasih-sayang-Nya menghendaki islah atau perbaikan, maka Dia
telah mendirikan Silsilah Ahmadiyya ini.” Kita juga mempunyai tanggung jawab
yang sangat besar sekali untuk memahami ajaran ini serta memahami Tauhid
hakiki. Beliau bersabda:” Yang paling penting sekali bagi Jema’at kita adalah
melakukan perbaikan diri yang bersih agar memperoleh ma’rifat Ilahi yang segar.
Jika seseorang menda’wakan diri telah memperoleh ma’rifat Ilahi namun ia tidak
melakukan perbaikan diri yang bersih, maka penda’awaannya itu hanya semata-mata
di mulut belaka. Jangan hendaknya kemalasaan orang lain mempengaruhi Jema’at
kita menjadi lalai. Jangan mengikuti langkah orang-orang dunia. Dengan melihat
kecintaan mereka kepada dunia jangan mempengaruhi hati kita menjadi keras. Melihat
gerak-gerak mereka jauh dari Agama dan tidak mencintai Allah Ta’ala jangan sampai
hati kita terpengaruh oleh mereka. Manusia mempunyai banyak sekali cita-cita
dan keinginan. Padahal siapakah yang tahu tentang keputusan Ghaib. Kehidupan
tidak sesuai dengan keinginan-keinginan. Masalah keinginan-keinginan lain
sifatnya dan keputusan taqdir juga lain lagi. Dan yang benar adalah keputusan
taqdir. Maka hati kita harus dibangun-bangunkan atau diingat-ingatkan, harus
waspada untuk memahami semua itu. Semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada
kita untuk memahami Tauhid Ilahi yang sejati. Dan
semoga
Allah Ta’ala memberi taufiq kepada kita semua amal yang kita lakukan
semata-mata demi meraih keridhaan-Nya.
Setelah
salat Jum’ah akan dilaksanakan salat jenazah ghaib bagi Abdul Karim Abbas Sahib
di Syria yang meninggal dunia pada tanggal 5 Mei 2014. Inna lillahi wa inna
ilahi raji’un. Beliau bai’at pada tahun 2005 dan menjadi pelopor terdepan di
dalam Jema’at di sana .
Beliau hanya seorang Ahmady di dalam keluarga beliau dan beliau seorang Ahmady
yang sangat mukhlis.
Alihbahasa Hasan Basri
Tanggal 16 Mei 2014 dari Baitul Futuh London UK