Tuesday, September 9, 2008

Mubarak Ramadan Pertama Di Abad Kedua Khilafat

Huzur membacakan ayat 184 hingga 187 Surah Al Baqarah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

yang artinya,”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.
Yaitu dalam beberapa hari yang ditentukan. Maka barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari itu pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Barangsiapa dengan kerelaan mengerjakan kebajikan, maka itu yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.


Bulan Ramadhan itu bulan yang didalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu barangsiapa di antaramu hadir di bulan ini, maka hendaknya ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak itu pada hari lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur


Huzur kemudian menyampaikan Khutbah mengenai keistimewaan bulan suci Ramadan. Huzur bersabda, pada beberapa hari ini dengan karunia Allah Swt kita telah mengalami kembali bulan puasa Ramadan yang berberkat yang bersifat wajib untuk meningkatkan ketaqwaan dan mengembangkan kerohanian agar dikaruniai kedekatan Ilahi. Puasa juga merupakan suatu sarana latihan agar permohonan doa manusia menjadi makbul.

Ayat 184 Surah Al Baqarah ini memfirmankan bahwa puasa adalah ibadat yang wajib agar kaum mukminin menjadi mutaqqin; lebih mendekatkan lagi dirinya kepada Allah; dan memohon perlindungan-Nya dari segala kemudharatan. Rasulullah Saw bersabda, puasa adalah 'tameng pelindung'. Maka bila seorang mukmin berpuasa niscaya Allah Taala sendirilah yang akan menjadi pelindungnya, memudahkannya untuk menjauhi segala macam dosa; sebaliknya juga dimudahkan dalam beramal shalih. Namun, semua itu menuntut syarat puasa panca-indera: Puasa pendengaran, mata, tangan, lidah, dan anggota tubuh lainnya. Jadi, tameng pelindung ini hanya akan terwujud apabila manusia memahami bagaimana memanfaatkannya.

Orang yang bermusafir atau sakit tidak diperkenankan berpuasa di bulan Ramadan, melainkan tunaikanlah manakala setelah mendapatkan kelapangan. Taqwa adalah keitaatan, bukan hanya sekedar menahan lapar. Di bulan Ramadan membaca Alqur’an dan mempraktekkannya pun sangat penting. Di dalam Hadith Qudsi tercantum, Allah Taala menyatakan, bahwa Dia sendirilah yang menjadi ganjaran bagi orang-orang yang berpuasa.

Huzur mengingatkan kembali, 'tameng pelindung' puasa hanya akan menjadi kenyataan apabila orang yang berpuasanya pun melindungi hawa nafsunya dari segala pendengaran dan penglihatan yang memudharatkan. Kaum pria sangat dianjurkan untuk senantiasa ber-ghaddi basar, yakni merundukkan matanya; demikian pun bagi kaum wanita. Bila kebiasaan baik ini dapat ditanamkan sejak bulan Ramadan, niscaya akan terus berlanjut di waktu-waktu selanjutnya.

'Puasa lidah' maksudnya adalah menghindari segala macam bentuk ucapan yang dapat melecehkan orang lain; sesuai bunyi Hadith, ucapkanlah: ‘Aku sedang berpuasa’ [apabila ada orang yang mengajak bertengkar].

Sedangkan 'berpuasa tangan' maksudnya tidak melakukan sesuatu perbuatan buruk yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Misalnya seorang Muslim diharamkan memakan daging babi dan minum alcohol, namun bila ia melayani orang lain untuk itu, tentulah tidak sesuai dengan larangan tersebut.
Berpuasa akan menjadi tameng pelindung apabila orang yang mengerjakannya menjalankan segala macam yang dilarang oleh Allah Taala yang terkait dalam praktek berpuasa; sehingga ia memperoleh tarbiyat hikmah berpuasa yang melindunginya dari perbuatan munkar.

Rasulullah Saw bersabda, jika seorang mukmin berpuasa tetapi tidak menjalankan berbagai macam persyaratan tersebut, ketahuilah bahwa Allah sama sekali tidak memerlukan perut yang keroncongan. Sama sekali tidak memerlukan perut seseorang yang kelaparan.

Di dalam hari-hari yang penuh berkat ini hendaknya kita berupaya untuk memperoleh tarbiyat yang dapat kita jalankan selama hidup, mengamalkan hal-hal yang ma'ruf dan meninggalkan yang munkar, sehingga dapat hidup dengan ber-'tameng pelindung' tersebut.

Selama bulan suci Ramadan orang mukmin bukan hanya menghindari perbuatan yang dilarang, bahkan juga yang halal (makan minum, dlsb) demi mentaati perintah Allah dalam rangka tarbiyat mendisiplinkan diri. Niscaya hal ini akan menjadi sumber peningkatan kondisi rohani dan qurb-Ilahi. Di dalam ayat yang terakhir sudah dikemukakan tentang hal ini.

Terkait dengan gemblengan berpuasa selama sebulan penuh, kalam Ilahi 'fainni-qariib', 'sesungguhnya Aku dekat', jelas merujuk kepada apabila kita benar-benar berusaha keras untuk mendapatkan qurb-Ilahi melalui faedah tarbiyat di hari-hari Ramadan yang berberkat ini; yakinlah bahwa Allah Swt Sendiri yang akan menjadi ganjarannya; Dia akan datang demikian mendekat.

Huzur menyampaikan sebuah kisah di dalam sebuah Hadith, pada suatu medan pertempuran yang tengah mereda, ada seorang ibu yang sibuk berlari kian kemari mencari anaknya. Bila pun ia tidak mendapati anak kandungnya, ia tetap memeluk dan menciumi setiap pemuda yang ditemuinya. Begitulah seterusnya ia sibuk berlari-lari.

Rasulullah Saw beserta para sahabat menyaksikannya dari kejauhan. Akhirnya, sang ibu tersebut mendapati anaknya sedang duduk kelelahan. Maka ibu itu pun segera memeluknya dengan penuh kasih sayang dan duduk bersamanya dengan damai.

Rasulullah Saw bersabda: 'Lihatlah betapa seorang ibu mencari-cari anaknya dengan penuh khawatir akan keselamatannya, tak mempedulikan resiko bahaya yang dapat menimpanya, dan ketika ia menemukan anaknya, ia pun segera duduk bersamanya dengan penuh suka cita.

Tahukah kalian, Allah Taala bahkan lebih bersuka cita lagi dibandingkan sang ibu itu manakala Dia menemukan hamba-Nya yang tengah berjuang untuk memperoleh qurb-Ilahi dan dengan cara meningkatkan berbagai amal shalihnya. Huzur bersabda, maka mengapakah kita tidak berusaha untuk seperti itu ? Seorang ibu hanya dapat memberikan rasa aman dan sentosa yang terbatas, sedangkan Tuhan kita adalah Rab-ul Alamin, Tuhan Semesta Alam, Al Malik, Yang Maha Memiliki Segala Sesuatu. Bila Dia sudah ridho dan 'memeluk' hamba-Nya, apa lagi yang tidak akan diperbuat-Nya ? Oleh karena itu, [pada bulan Ramadan ini] tingkatkanlah bersujud kepada-Nya lebih daripada hari-hari sebelumnya. Merintihlah dan mohonlah pertolongan-Nya. Namun, rintihan tersebut hendaknya bukan hanya dikala butuh, melainkan benar-benar untuk memohon qurb kedekatan-Nya. Dan apakah yang dimaksud dengan memperoleh qurb-Ilahi tersebut ? Merujuk kepada ayat 2:187, syaratnya ialah, 'falyastajibuli wal-yu'minubi ‘, yakni hendaknya mereka mendengar seruan-Ku dan beriman kepada-Ku'. Artinya, pernyataan di mulut saja tidaklah cukup, melainkan harus dibuktikan dengan kenyataan beriman kepada Allah dan rasul-Nya yang terus meningkat. Karena inilah sebagai bukti seorang mukmin yang keimanannya paripurna. Inilah mengapa sebabnya beribadat kepada Allah senantiasa ditekankan, ialah agar kaum mukminin senantiasa berusaha untuk memperoleh kemajuan.

Bulan suci Ramadan terkait dengan rangkaian usaha dan daya upaya yang hendaknya kaum mukminin memanfaatkan sepenuhnya. Bila rintihan kaum mukminin ikhlas sepenuhnya, maka ayat 'ujibu dawatad'daa'i', yakni 'Aku mengabulkan permohonan doa-doamu' pun menjadi kenyataan. Dan hal ini akan mengarahkannya ke tingkat rohani yang lebih tinggi. Makbuliyat doa-doa terkait dengan peningkatan rohani yang berkelanjutan.

Huzur membacakan beberapa ikhtisar tulisan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang menafsirkan ayat 2:187, yakni penyingkapan bertahap tabir penghalang di antara manusia dengan Tuhan-nya pada mana di hari-hari yang berberkat Ramadan, Allah Swt memberikan kesempatan kepada kita untuk menyingkirkan tabir penghalang tersebut demi untuk memperoleh qurb-Ilahi. Maka penting untuk dihindari agar tabir penghalang tersebut jangan sampai kembali lagi manakala bulan Ramadan berakhir.

Salat dan doa adalah upaya yang nyata penting untuk menyingkirkan tabir tersebut, dan doa yang paling makbul untuk itu adalah mendoakan keunggulan agama Islam; doa agar seluruh dunia berada di haribaan bendera Rasulullah Saw.

Doa-doa semacam ini sungguh dapat menarik keridhaan Allah Swt, sehingga Dia pun memenuhi janji-Nya untuk mengabulkan berbagai kebutuhan pribadi kita. Maka kaum Ahmadi hendaknya beristiqamah dalam doa-doa mereka untuk kemenangan Islam, dan memohon agar setiap diri kita tetap teguh dalam keimanannya.
Jumah ini merupakan Jumah pertama di bulan Ramadan, di hari yang berberkat ini kita mendapatkan dua peluang yang dapat dipanjatkan kepada Allah Swt.

Sesungguhnya, di dalam Salat Jumah, ada suatu saat pada mana semua permohonan doa akan dikabulkan. Malah, sebagai tambahannya, waktu di antara Asar dan Maghrib pun ada saat tertentu doa-doa menjadi makbul. Akan tetapi dikarenakan tidak ada salat nafl di antara Asar dan Maghrib maka hendaknya diisi dengan banyak-banyak berdziqrullah.

Doakanlah juga berbagai kepahitan ujian yang tengah dihadapi oleh beberapa Jamaat di berbagai tempat. Karena hanya Allah-lah yang akan menyingkirkan segala penderitaan kita. Kita akan menyaksikan taqabuliyatnya doa-doa yang kita penjatkan, InshaAllah.

Huzur bersabda, panjatkanlah doa-doa khusus semoga Allah Swt berkenan kepada kita untuk menyaksikan kemenangan Islam dan Jamaat Ahmadiyyah semasa kita hidup. Semoga Allah menutupi segala kelemahan kita. Semoga Allah Swt senantiasa menunjukkan jalan kepada kita, kiat untuk memperoleh qurb-Nya; dan menjadikan dambaan untuk mendapatkan qurb-Ilahi sebagai target utama kita. Kita semua memang demikian lemah, namun kita berdoa semoga kita diikut-sertakan untuk merasai janji Ilahi kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. ‘Engkau telah diberi pertolongan dengan kemuliaan...'; Allah Swt pun telah menjanjikan kepada beliau a.s., barang siapa menghinakan engkau, niscaya Aku akan menghinakannya. Dan kita telah menyaksikan kebenaran hal ini. Apa yang terjadi pada diri mereka yang menghinakan beliau a.s.; namun hendaknya kita mawas diri, agar jangan sampai dikarenakan berbagai kelemahan dan kealpaan kita, pemenuhan janji-Nya tersebut menjadi tertunda.

Semoga Allah menutupi segala kelemahan kita. Sebaliknya, penampakkan kebesaran-Nya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. juga diperlihatkan-Nya kepada kita. Semoga kita dapat menjadi contoh sebagai hambanya yang sejati, baik di desa maupun di kota. Semoga berbagai kelemahan dan sikap abai kita tidak menjadikan diri kita jauh dari Allah Swt. Dan juga semoga kelemahan tubuh kita digantinya dengan fisik yang kuat agar dapat dikorbankan untuk kepentingan agama.

Huzur kemudian membacakan sebuah doa Rasulullah Saw,
“Allahumma inni as'aluka hubbaka wa hubbama yuhibbuka wal amalaladzi yubalighunni hubbaka, Allahuma ja'alhubbaka habba illa'ya min-nafsi wa'mali wa ahli wa minal maa'il barri'. Ya Allah, hamba mohon agar diberi kecintaan Engkau, dan amal shalih yang dapat menuntun hamba untuk menarik kecintaan Engkau. Dan jadikanlah kecintaan hamba kepada Engkau melebihi kecintaan kepada diri sendiri, kepada keluarga; dan menjadi air penyejuk dahaga rohani.”
Huzur bersabda, inilah bentuk kecintaan kepada Allah yang dapat membuat setiap amal shalih kita menjadi sumber penarik keridhaan-Nya. Singkirkanlah jauh-jauh sikap egois mementingkan diri sendiri, demi lillahi Taala. Semoga kecintaan kepada harta benda dan keluarga (63:10) tidak menjauhkan diri kita dari kecintaan kepada Allah Swt.

Huzur bersabda, hendaknya kita senantiasa berdoa seikhlasnya untuk kejayaan keimanan kita, dan juga sekaligus agar memperoleh qurb-Nya. Semua ini dapat meningkatkan ketaqwaan kita, dan setiap diri kita mampu mendengar suara 'fainni qarib', sesungguhnya Aku dekat' di bulan Ramadan ini, serta menyaksikan terwujudnya 'ujibu dawatad'daa'i', yakni' Aku mengabulkan doa-doa mereka yang memohon', sehingga memperoleh petunjuk hidayah.

Menasehati Jamaah, Huzur bersabda, Wahai para hamba Masih Muhammadi yang telah diperlihatkan jalan petunjuk oleh Allah Swt, yang tengah mengalami penganiayaan di berbagai negara, Dia telah memberi kalian kesempatan untuk memanjatkan doa-doa sepenuh hati di bulan Ramadan dengan merujuk kepada berbagai prasyarat yang telah diterangkan.

Bulan Ramadan ini pun merupakan Ramadan pertama di Abad Kedua Khilafat Ahmadiyah, maka dengan sabar dan doa jadikanlah Ramadan ini sebagai sarana untuk menunjukkan berbagai jalan baru; meningkatkan peribadatan yang dapat menarik kecintaan Ilahi. Kesuksesan Masih Muhammadi terletak pada doa-doa yang dipanjatkan. Dan Allah Swt akan datang mendekat dari singgasana-Nya di langit ke tujuh di bulan Ramadan, semoga Dia menarik kita ke dalam haribaan-Nya. Dan semoga pula kita dapat mengalami pemenuhan janji-janji-Nya.

o o O o o
Please note: Department of Tarbiyyat Majlis Ansarullah USA and Jamaat BaKul takes full responsibility of anything that is not communicated properly in this message.
transltByMMA/LA090808