Wednesday, September 8, 2010

Jihad Fii Sabilillah yang Haqiqi

[Setelah membaca tasyahud, shalawat, taawudz, bismillah dan tilawat Surah Al Fatihah], Hudhur menilawatkan ayat Al Quran ini:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ‌ؕ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebaikan’ (Q.S. 29 / Al Ankabut : 70).
Kita baru saja memasuki 10 (sepuluh) hari terakhir bulan Ramadan yang telah dikondisikan sedemikian khas untuk mencapai kemakbulan doa-doa, [khususnya lagi melalui malam Lailatul Qadr, yang telah saya jelaskan pada Khutbah Jumah yang lalu].

Hari ini, sebagai hari Jumah, juga adalah suatu hari yang penuh berkat, yang datang pada setiap 7 (tujuh) hari, yang di dalamnya ada saat tertentu untuk kemakbulan doa-doa.
Kesemua hal ini menarik perhatian kita kepada karunia Allah Taala. Oleh karena itu, perhatian akan hal ini janganlah bersifat sementara, melainkan, sebagaimana telah disebutkan di dalam ayat yang telah ditilawatkan tadi, ialah 'jahadu fiina', yakni, untuk memperoleh berbagai kebaikan di jalan Allah, haruslah dengan cara berjihad atau berjuang keras; yang keberhasilannya dapat diperoleh melalui sikap istiqamah dalam mengingat dan melaksanakan berbagai perintah Allah.
Adalah berkat keridhaan-Nya semata, Dia mengkondisikan sedemikian rupa bulan Ramadan, yang memudahkan kaum Mukminin untuk meningkatkan derajat kerohanian mereka.
Bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, berpuasa dan beribadah di bulan Ramadan pun juga termasuk ke dalam 'jahadu fiina' tersebut.
Tiap orang memiliki kemampuan dan kecenderungannya yang berlain-lainan. Dan perintah Ilahi adalah sebagai sarana untuk mendapatkan Allah yang disesuaikan dengan kemampuan orang per-orang, yang jika diusahakan dengan perjuangan keras, Allah Taala pun akan menunjukkan berbagai jalan yang mengarah kepada-Nya.
Maka orang yang suka berpikir naif, pemalas dan tidak berusaha keras, tidak akan berhasil mendapatkan Allah Taala.
Berbagai jalan dan kiat untuk memperoleh qurb Ilahi dan juga agar dimasukkan ke dalam golongan kaum Muhsinin dalam pandangan Allah Taala, telah diterangkan di dalam berbagai tulisan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang mendasarinya kepada ayat Surah Al Ankabut tersebut.
Beliau a.s. bersabda: Mungkinkah orang yang tak serius dan pemalas akan memperoleh ganjaran yang sama dengan mereka yang ber-jahadu fiina dengan segenap pikiran dan kemampuan mereka untuk menemukan Allah Taala ?
Ada banyak tingkatan derajat qurb Ilahi yang dapat dicapai melalui jahadu fiina, yang mampu mengusik perhatian Allah. Ialah dengan cara berusaha keras untuk melaksanakan berbagai macam perintah-Nya.
Yu'minuna bil ghaib dan keyaqinan yang haqiqi kepada berbagai sifat Allah, akan mengarahkan anda kepada jahadu fiina ini.
Sedangkan mereka yang mencoba mencari Allah hanya dengan daya pemikiran filsafat mereka, Allah tidak akan menunjukkan berbagai jalan-Nya.
Allah Taala tidak akan membiarkan manusia tetap berada di dalam kegelapan apabila ia mencari-Nya dengan cara ber-jahadu fiina tersebut.
Dari sejak zaman kebangkitan Rasulullah Saw hingga Yaumil Akhir, kita telah mendapatkan Al Qur’an Karim sebagai sumber nur hidayah.
Pada zaman sebelum beliau Saw pun banyak para nabiyullah yang diutus, yang Allah Taala telah berkenan untuk menampakkan Tanda-tanda-Nya melalui mereka, untuk menunjukkan keberadaan-Nya.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Allah Taala telah menegaskan, 'Walladzina jahadu fiinaa lanahdiyan-nahum subulana, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang ber-jahadu fiinaa untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami', adalah suatu janji yang pasti. Tambahan lagi, Allah Taala pun mengajari kita doa:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
yakni, ‘Tunjukilah kami pada jalan yang lurus’ (Q.S. 1 / Al Fatihah : 6).
Oleh karena itu, panjatkanlah doa mustajab ketika Salat ini dengan khusyu dan permohonan yang sungguh-sungguh agar senantiasa dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang telah dikaruniai nikmat kemajuan dan kedalaman rohani.
[Jangan sampai meninggalkan dunia yang fana ini tanpa menyadari pentingnya perkara shiratalladzina an'amta alaihim ini].
Maka jika doa mustajab yang wajib dibaca pada tiap rakaat Salat ini dipanjatkan dengan sepenuh ikhlas, khusyu dan istiqamah [dalam memohon petunjuk jalan lurus dan qurb-Ilahi, maka niscaya] Allah Taala pun akan mengaruniakannya.
[Sebagaimana tadi telah saya sampaikan, para nabiyullah datang dengan berbagai Tanda-tanda Ilahi-nya masing-masing agar dapat menarik perhatian manusia, bahwa mereka pun dapat memperoleh qurb Ilahi].
Adalah lumrah bagi orang yang bijak bestari, manakala mereka memperoleh petunjuk nasehat yang sangat berfaedah dari seseorang, mereka akan berterima-kasih kepada orang tersebut, dan bahkan akan berikhtiar untuk senantiasa menjaga jalinan hubungan yang baik dengan orang tersebut.
Maka sangat penting untuk menyadari perkara penting yang akan mengarahkan anda kepada falah, keberhasilan hidup ini, ialah, manakala nabiyullah atau orang yang mendapat amanat Ilahi untuk menunjukkan manusia kepada jalan Allah, sangat penting untuk mentaati dan senantiasa mengikat tali hubungan dengan mereka.
Rasulullah Saw telah menubuatkan kedatangan Al Masih dan Al Mahdi di zaman ini.
Maka betapa pentingnya untuk mendengar seruan seorang insan yang telah menunjukkan jalan kiat mengadakan tali hubungan dengan Allah Taala.
Dengan cara berhubungan dengan insan Ilahi tersebut - lih-alih menolaknya mentah-mentah - paling kurang cobalah terlebih dahulu petunjuknya yang mengarahkan kepada Allah Taala itu.
Bukankah anda sudah memiliki doa mustajab di dalam Surah Al Fatihah (1:6) tersebut ?
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. bahkan telah menyeru kepada kaum ghair-Muslim: 'Meskipun sangat boleh jadi tuan-tuan tak dapat melafalkan doa mustajab Qurani:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
yakni, ‘Tunjukilah kami pada jalan yang lurus’, dengan fasih; namun, bilapun tuan memohon kepada Allah agar ditunjukkan suatu jalan yang lurus, maka niscaya Dia pun akan memberi petunjuk.
Hal ini berdasarkan kenyataan yang mereka sampaikan kepadaku, bahwa Allah telah membukakan kebenaran Islam kepada mereka.'
Maka betapa pentingnya perkara ini bagi kaum Muslimin untuk mencoba kiat keberhasilan ini.
Juga bagi kaum Ahmadi, yang telah menerima kebenaran Imam Zaman, agar jangan lantas berdiam diri saja, melainkan, berikhtiarlah dengan keras ber-jahadu fiina, khususnya lagi di dalam hari-hari terakhir bulan Ramadan ini.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Allah Taala Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada tiap-tiap manusia. Bila orang itu memiliki jiwa taqwa, Allah Al Ghafur, yakni mengampuni bagi mereka yang berusaha mencari-Nya.'
Allah Taala senantiasa memenuhi janji-Nya bagi orang yang berusaha bertaubat.
Namun, sebagaimana Dia menjanjikan, bahwa 'Dia akan memberi petunjuk kepada mereka yang ber-jahadu fiina pada jalan-Nya', yakni menyinari jalan mereka yang sedang berjuang keras mencari Allah; sedangkan pada ayat di bagian lainnya Allah Taala pun menegaskan mengenai nasib mereka yang menyimpang dari jalan-Nya yang benar, bahwa mereka akan jatuh ke dalam lembah kegelapan, sebagaimana ayat ini:
فَلَمَّا زَاغُوْۤا اَزَاغَ اللّٰهُ قُلُوْبَهُمْ‌ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِىْ الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
‘…Maka apabila mereka menyimpang dari jalan yang benar, Allah pun menyebabkan hati mereka menyimpang. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasiq [durhaka].’ (Q.S. 61 / Ash Shaf : 6)
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Sebagaimana di dalam kehidupan dunia kita ini setiap amal perbuatan memiliki dampaknya, begitupun di dunia rohani, sebagaimana Allah Taala telah nyatakan di dalam sepasang perkataan-nya ini.
'Walladzina jahadu fiinaa lanahdiyan-nahum subulana, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.'; dan begitupula sebaliknya: '...falamma jaghuu ajaghallahu quluu bahum, yakni, ‘Maka apabila mereka menyimpang dari jalan yang benar, Allah pun menyebabkan hati mereka menyimpang.'
Oleh karena itu, hendaknya diingat baik-baik: Sikap pandir manusia itu sendirilah yang membuat dirinya tetap menjauh dari Allah Taala.
Ada seorang karib ghair-Ahmadi dari Pakistan yang bermulaqat kepada saya, mengajukan pertanyaan: Mengapa demikian banyak musibah yang kini tengah melanda negeri Pakistan ? Kapan dan bagaimana cara mengatasinya ?
Maka saya katakan padanya: 'Hanya ada dua hal penting yang perlu diingat, ialah, sebagaimana Allah Taala telah tegaskan: Datanglah kepada-Ku, dengan cara ber-jahadu fiina.'
Saya menyampaikan nasehat ini merujuk kepada ayat Al Quran tersebut, yakni sebagaimana Allah Taala telah katakan, ialah: Ber-jahadu fiina-lah, maka Aku pun pasti akan memberi kalian petunjuk pada jalan-Ku', yakni, lanahdiyan-nahum subulana.'
Lalu saya pun bertanya kepadanya: Apakah negara tuan sudah melaksanakan perintah Allah tersebut ?
Ia menjawab: 'Justru sebaliknya ! Maka saya ingatkan kepadanya: 'Jika demikian, maka konsekwensi tindakan Allah yang kedua-pun menimpa tuan-tuan'.
Secara keseluruhan, bangsa Pakistan perlu merubah cara berpikir mereka.
Media massa Pakistan sudah demikian banyak menyampaikan bahkan meneriakkan keprihatinan mereka yang mendalam hingga yang ekstrim [terhadap berbagai bencana yang tengah melanda mereka] yang saya tak hendak mengulasnya lagi.
Namun, tak ada seorangpun yang mau mencoba tampil untuk menghentikan berbagai macam kezaliman mereka tersebut.
Semoga Allah Taala berkenan untuk mengasihi mereka.
Sebaliknya, menjelaskan betapa Allah Taala mengasihi mereka yang berfitrat baik, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Sedemikian rupanya Allah Taala menyingkirkan berbagai kelemahan orang-orang yang berfitrat baik, menggantinya dengan kekuatan untuk melangkah di jalan ketaqwaan.
Segala sesuatu yang makruh dalam pandangan Allah Taala, mereka pun menjauhinya.
Allah Taala memberkati segala ikhtiar yang mereka lakukan. Berbagai jalan yang mendekati Allah, menjadi dekat kepada mereka. Mereka diberi kekuatan yang tidak akan pernah menjadi lemah. Diberi perlindungan Ilahi yang tak akan pernah menjadi koyak. Taqwa yang tidak akan pernah diikuti lagi dengan sesuatu kemaksiatan.
Oleh karena itu, mereka pun berhasil memperoleh keridhaan Ilahi.
Namun, kesemua karunia Allah tersebut memerlukan waktu, hingga saatnya dikaruniakan.
Memang, pada mulanya manusia mengalami jatuh-bangun dalam ikhtiar mereka. Namun, seiring dengan usahanya yang keras dan istiqamah, dan Allah Taala melihat adanya sesuatu kemajuan, maka Dia pun menarik mereka ke hadirat-Nya, sebagaimana dinyatakan: 'Walladzina jahadu fiinaa lanahdiyannahum subulana, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.'
Walhasil, melalui berbagai macam ikhtiar yang panjang dan istiqamah, ketaqwaan dan keimanan yang teguh dapat diperoleh; yang akhirnya menemukan berbagai jalan dan kecintaan Ilahi.
Menerangkan tafsir ayat: 'Walladzina jahadu fiinaa lanahdiyannahum subulana, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami', di bagian lainnya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Segala kebaikan tergantung kepada perjuangan yang keras, yang tanpanya, tak akan ada yang dapat diperoleh.'
Ada setengah orang yang keliru memahami, bahwa waliullah Syekh Abdul Qadir Jailani rh.a sanggup merubah seorang penyamun menjadi penyantun hanya dengan tatapan mata saja.
Semua kepercayaan semacam itu – yakni ada orang yang dapat merubah orang yang zalim menjadi orang yang baik dengan satu semburan saja - adalah keliru.
Mereka yang ingin serba cepat dalam urusan dengan Allah Taala akan mengalami kerusakan.
Sebagaimana yang terjadi di dalam berbagai kemajuan duniawi, demikianpun kemajuan rohani, bersifat bertahap yang disertai dengan jahadu fiina yang sesuai dengan berbagai perintah Allah, bukan membuat-buat amalan sendiri. Inilah yang Allah Taala telah amanatkan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
Jahadu fiina sangat diperlukan untuk membukakan pintu gerbang ilmu kerohanian. Yakni, ber-jahadu dalam pelaksanaan berbagai ajaran Ilahi yang sesuai dengan contoh berberkat Rasulullah Saw.
Akan tetapi sangat disayangkan, banyak orang yang telah meninggalkan tarbiyat ini. Mereka mendatangi berbagai Habib [Pirs] ataupun Mama Ajengan [Faqirs] untuk mendapatkan 'semburan' [atau jampi-jampi]. Ini adalah perbuatan dosa. Karena petunjuk hidayah yang haqiqi adalah yang berasal dari Allah Taala saja.
Dia membukakan berbagai jalan yang menuju ke arah khazanah ilmu rohani bagi mereka yang mencari-Nya dengan hati yang ikhlas, lillahi Taala. Maka, bagi mereka yang mempelajari ilmu agama dalam tahap permukaan kemudian melecehkan kaum lain, akan termahrumkan dari kebaikan.
Banyak pula kaum Muslim yang mengunjungi beberapa tempat yang dikeramatkan, memakai isim atau azimat yang mereka pikir dapat mengatasi berbagai macam permasalahan ataupun membersihkan berbagai dosa mereka, tak soal apakah mereka mengerjakan Salat ataupun tidak.
Berbagai tokoh agama mereka pun demikian. Mereka pikir, mereka dapat memberi petunjuk dengan mengatakan kepada masyarakat, bahwa diri mereka dapat menjadi suci hanya melalui azimat atau isim dari mereka.
Di kalangan lainnya, termasuk beberapa orang Ahmadi yang naif, ada yang mengadakan semacam tarekat yang berlama-lama berdzikir [bahkan hingga mengalami 'trance'] sampai-sampai melupakan Salat.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Allah Taala berkeinginan agar tiap manusia dapat menghiasi dirinya dengan berbagai ilmu agama-Nya, [sebagaimana firman-Nya ini]:
صِبْغَةَ اللّٰهِ‌ۚ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ صِبْغَةً وَّنَحْنُ لَهٗ عٰبِدُوْنَ‏
Katakanlah, ‘Kami menganut agama Allah; dan siapakah yang lebih baik dari Allah dalam mengajarkan agama, dan kepada-Nya kami menyembah.’ (Q.S. 2 / Al Baqarah : 139).
Maka tiap orang Mukmin hendaknya berusaha keras untuk memperoleh percikan ilmu agama yang Allah Taala ajarkan, juga menghiasi diri mereka dengan berbagai sifat-Nya.
Hal ini menunjukkan, bahwa tiap diri manusia mampu menyandang Sifat-sifat Allah Taala.
Rasulullah Saw bersabda: 'Allah Taala menciptakan Adam dengan berbagai macam Sifat-Nya.'
Antara lain adalah, Allah Taala itu bersifat Sattar, maka kewajiban tiap insan untuk menunjukkan adanya sifat Allah tersebut, yakni, menutupi aib atau kelemahan orang lain.
Allah bersifat As-Syakur (Maha Mensyukuri). Meskipun untuk Allah, istilah ‘Syakur’ ini sangat berbeda, namun tiap insan wajib memiliki sifat bersyukur [kepada sesama manusia maupun kepada Allah]. Kemudian, Allah pun bersifat Rabbul Alamin (Tuhan Seluruh Alam Semesta). Terkait dengan sifat Allah ini, manusia dapat menjadi 'rabb' (pemelihara) dalam lingkup yang terbatas, yakni sebagai orang tua yang memelihara kesejahteraan lahir batin anak-anaknya.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Seorang insan dapat menemukan Tuhannya apabila mereka mau berusaha mencari-Nya dengan cara mempraktekkan berbagai Sifat-Nya. Allah Taala itu bersifat Rahman dan Rahim. Namun, sifat Rahim-Nya ini lebih dominan.'
Maka, bagaimana mungkin orang-orang yang melakukan kezhaliman atas nama Allah dapat menemukan jalan yang mengarah kepada-Nya ?
Hari ini, lagi-lagi kita menerima berita duka. Beberapa orang teroris menyerang Masjid Jamaat di Mardan [Pakistan] ketika Salat Jumat sedang berlangsung.
Akan tetapi, berkat kesigapan beberapa orang Khuddam yang sedang bertugas, para teroris tersebut gagal memasuki Masjid.
Mereka sempat melempar granat. Namun salah seorang di antara mereka ikut terluka, lalu meledakkan dirinya sendiri, sehingga merobohkan pintu dan dinding Masjid. Beberapa orang Khuddam mendapat luka-luka, dan salah seorang dari antaranya syahid. Inna lillahi wa inna illaihi rajiun.
Semoga Allah Taala meningkatkan derajat maqom rohani para syuhada tersebut. Juga memberikan kesembuhan yang cepat kepada mereka yang terluka.
Beberapa orang penyerang berhasil melarikan diri.
Maka manusia macam apakah mereka itu ? Yang tega-teganya melakukan penyerangan biadab dengan mengatas namakan Tuhan ? Sekali-kali mereka tak dapat dikatakan benar disebabkan mereka menyerang orang yang sedang beribadah – dengan mengatas-namakan Tuhan.
Baru dua hari yang lalu mereka pun menyerang serombongan pengunjuk rasa kaum Syiah, dan menewaskan beberapa orang yang tak berdosa.
Hati mereka sudah demikian mengeras, seolah tak dapat diperbaiki lagi.
Maka mereka yang menyokong mereka, dan juga mereka yang berkuasa namun tidak melakukan tindakan apa-apa, ikut bertanggung jawab.
Semoga Allah Taala segera membersihkan negeri tersebut dari kaum yang zhalim itu, dan juga di seluruh dunia, disebabkan mereka itu sudah menyebar ke mana-mana.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Bagi mereka yang ber-jahadu fiina, niscaya akan menemui petunjuk jalan menuju kepada Allah.
Sebagaimana benih tanaman yang tumbuh berkat adanya air irigasi, bahkan mereka merubah bentuk dirinya menjadi kecambah untuk kemudian menjadi tanaman yang berfaedah, begitu pula urusan rohani. Jika tak berjuang keras setiap hari memohon petunjuk dan pertolongan kepada Allah, karunia-Nya tak akan datang. Inqilabi haqiqi tak akan terjadi jika tak ada pertolongan Ilahi.
[Jadi, jahadu fiina ini tidak bersifat angin-anginan, melainkan terus menerus. Kaum Mukmin haqiqi wajib memperjuangkan hal ini. Yakni, bahkan menghilangkan ego dan sifat mereka yang lama, seperti benih tanaman yang merubah total keadaan mereka, menjadi tanaman yang mendatangkan faedah]
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Para Sahabah Rasulullah Saw berhasil mencapai ketinggian derajat maqom kerohanian mereka tidak sesederhana melalui peribadatan saja, [melainkan dengan mengorbankan jiwa raga mereka, laksana domba-domba qurbani. Maka mereka pun berhasil meraih kemuliaan tersebut]
Namun, sekarang ini setengah orang ingin masuk surga dengan mengandalkan semburan tokoh agama mereka. Padahal, di dunia ini tak ada lagi wujud yang demikian mulia selain dari Rasulullah Saw saja. Lalu mengapakah beliau ini tak mempraktekkan perbuatan semacam itu ?
Lihatlah betapa lamanya Rasulullah Saw seorang diri menghabiskan waktu beribadah kepada Allah di dalam Gua Hira, maka kemudian beliau pun menerima Karunia Allah yang agung itu.
Jadi, sebelum dapat menghilangkan diri pribadi di jalan Allah, tak akan ada sesuatu ganjaran yang dapat diperoleh.
Sebaliknya, manakala Allah Taala telah menyaksikan seorang insan telah berusaha keras dengan segala kemampuan dan pikirannya, laksana maut bagi keinginan diri pribadinya semata lillahi Taala, saat itulah Dia pun berkenan untuk menunjukkan diri-Nya.
Mereka yang sungguh-sungguh ber-jahadu fiina, tak akan pernah mengalami kegagalan. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: 'Walladzina jahadu fiinaa lanahdiyannahum subulana, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. ’
Jika kita dapat demikian bersimpati dan sedapatnya memberi sesuatu bantuan kepada kaum muda kita yang berhari-hari rajin belajar hingga tengah malam dikarenakan sedang menghadapi ujian, mungkinkah Allah Taala menyia-nyiakan mereka yang sudah berjuang keras mencari-Nya ? Sungguh tidak pernah terjadi.
Manakala Rohul Qudus telah datang membantu seorang Mukmin haqiqi, ini semata-mata karunia Allah Taala, yang diberikan-Nya tanpa banyak perjuangan keras. Ini berkat keyakinan mereka yang sempurna kepada Rasulullah Saw dan juga kepada seluruh ajaran Al Quran Karim. Ringkasnya, hal ini berkat keimanannya yang teguh. Berkat sikapnya yang siddiq dan istiqamah.
Akan tetapi, khusus untuk memperoleh petunjuk Ilahi, telah dinyatakan-Nya: 'Walladzina jahadu fiinaa lanahdiyannahum subulana, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.’ yakni, tak akan diberikan tanpa adanya unsur jahadu fiina.
Barangsiapa yang menuju kepada Allah, maka Allah pun menghampirinya. Bagi mereka yang tidak malas, melainkan berjuang keras, sedemikian rupanya hingga mencapai titik tertentu, maka ia pun akan dapat menyaksikan nur hidayah Ilahi.
[Hendaknya jangan seperti orang yang berlari-lari kesana-kemari mencari air, namun kemudian berputus asa, padahal sumber air sudah tinggal beberapa langkah saja dari dirinya]. Maka begitu pun untuk memperoleh falah, keberhasilan rohani, jangan pernah berputus-pengharapan.
Islam memberikan ilmu kerohanian yang haqiqi, yang sanggup mematikan kehidupan yang bergelimang dosa, lalu menggantinya dengan kehidupan yang baru, [kehidupan yang laksana surgawi].
Adapun tidak setiap orang dapat berhasil memperolehnya, ialah dikarenakan mereka tidak berusaha mendapatkannya dengan ber-jahadu fiina, tidak ber-taubatan nasuha, dan juga tidak sungguh-sungguh menyerahkan dirinya kepada Allah Taala, sebagaimana telah difirmankan-Nya: 'Walladzina jahadu fiinaa lanahdiyannahum subulana, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.'
Adalah berkat jahadu fiina mereka [sehingga mereka pun memperoleh pertolongan rohul qudus, sanggup mengerjakan berbagai amalan shalihan, dan bergerak terus], sehingga mereka pun dapat mengatasi berbagai godaan Syaitan.
Perjuangan mereka sungguh diluar dugaan. [Mereka mengorbankan kehidupan mereka sedemikian rupa. Sehingga Allah Taala pun berkenan menerimanya].
Allah Taala menjuluki para Sahabah Rasulullah Saw sebagai bintang-bintang di langit. Berkilauan, sehingga orang yang mengikuti jalan mereka niscaya akan memperoleh [nur cahaya] petunjuk Ilahi.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 'Tujuan utama Bai’at adalah untuk memperoleh kecintaan Allah Taala, dan membersihkan dosa.'
Maka orang yang setelah baiat tidak ber-jahadu fiina dan itidak pula mendirikan Salat, berarti tidak memenuhi janji Baiatnya.
Semoga Allah Taala membuat setiap diri kita memahami hakekat tentang hal ini. Dan semoga pula berbagai ikhtiar kita dapat memajukan langkah kita lebih baik, dan juga dapat memenuhi janji Baiat kita kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., demi untuk memperoleh keridhaan Allah Taala.
Semoga kita tak akan pernah menjadi terbebani ketika berada di hadapan Allah Taala disebabkan adanya berbagai kelemahan dalam memenuhi janji kita, dan juga disebabkan kurang berikhtiar.
Semoga Allah Taala senantiasa memudahkan kita untuk dapat memenuhi janji kita, dan juga untuk memperoleh qurb-Nya, serta mengisi sisa hari [di bulan Ramadan] ini dengan peribadatan dan doa-doa yang lebih banyak lagi.
Semoga Allah Taala sendirilah yang menjadi Tameng kita, sekaligus mencambuk pihak musuh.
Sebelumnya, saya mengantisipasi Salat Jenazah Gaib bagi para syuhada pada Jumat yang akan datang. Namun, dikarenakan informasi detail syahidin tersebut sudah saya terima, maka dengan ini saya umumkan, bahwa saya akan mengimami Salat Jenazah bagi almarhum bada Salat Jumah ini.
Nama syahidin tersebut adalah Syaikh Amir Razzaq. Berusia 40 tahun, jabatan terakhirnya sebagai Sekretaris Waqfi Jadid. [Sebelumnya pernah menjabat sebagai Qaid Majlis Khuddam. Beliau memiliki bisnis sendiri, di bidang Elektronik].
Ketika penyerangan terjadi, beliau sedang berada di dalam Masjid, lalu terkena reruntuhan tembok dan pintu akibat ledakan bom teroris hingga beliau mendapat luka parah yang mensyahidkannya dalam perjalanan ke rumah sakit.
Almarhum yang dikenal suka bekerja keras, dan sangat berkhidmat kepada Jamaat ini, meninggalkan seorang istri, dan sepasang anak yang masih kecil-kecil.
Pemakamannya InsyaAllah akan dilaksanakan di Rabwah.
o o O o o
modifyedByMMA / LA 09072010