Thursday, December 6, 2012

Riwayat (IV) Para Sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
‘’’Pada Khutbah ini, saya akan sampaikan kembali beberapa eiwayat para sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang sangat menggugah keimanan.
Berbagai peristiwa tersebut memperlihatkan [betapa Allah Swt telah memberi mereka karunia] keimanan yang sempurna kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s.; bagaimana kebenaran telah ‘datang kepada mereka setelah membaca berbagai kitab beliau a.s.; dan juga bagaimana berbagai tulisan aqdas beliau tersebut sedemikian mempengaruhi jiwa mereka.

(34) Hadhrat Sheikh Zainul Abidin sahib r.a. meriwayatkan, bahwa: ‘Suatu kali istri adikku sakit keras, hingga seluruh keluarga berpikir, bahwa, satu-satunya jalan untuk menyembuhkannya adalah dengan berziarah ke Qadian. Maka, ibuku, adikku dan istrinya yang sakit itupun berangkat ke sana. Dalam perjalanan itu, keluarga kami memerintahkan kepadanya, bahwa jika Hadhrat Masih Mau’ud a.s. memerintahkan agar ‘datang saja ke [klinik] Hadhrat [Khalifatul Masih Awwal] Maulana Hakim Nurud-Din sahib r.a., engkau teguhlah memohon agar Hadhrat Masih Mau’ud a.s. saja yang mengobatinya.
Dan begitulah yang terjadi ketika kami tiba di Qadian. Maka pasien pun menyampaikan kepada beliau a.s., bahwa ia tidak siap jika diobati oleh Hadhrat Maulana Nurud-Din r.a.. Mohon, agar Hudhur Aqdas saja yang memberikan pengobatan.. Maka Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pun memberinya resep dan tiga botol madu dari rumah pribadi beliau, sambil berkata: ‘Aku akan berangkat ke Ludhiana besok. Karena sakitmu parah, beritahukanlah aku perkembangannya.’ Kemudian, ketika keluarga kami memperlihatkan resep tersebut kepada Hadhrat Maulana sahib, beliau berkata: ‘Obat ini justru akan memperparah kondisi sakitmu. Seandainya aku yang meresepkannya, tentulah akan berakibat fatal seketika itu juga. Akan tetapi, dikarenakan ini dari Hadhrat Imam Mahdi a.s., engkau akan sembuh. Begitulah, setelah beberapa hari kemudian, pasien pun menjadi pulih dari sakitnya.’
Hadhrat Khalifatul Masih [Al Khamis] Atba menambahkan: ‘Jadi, di samping Hadhrat Khalifatul Masih Awwal r.a. yang beriman sepenuhnya kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s., keluarga pasien itupun yaqin kepada [kemujaraban] resep tersebut, dan Allah Taala akan menyembuhkannya. Begitulah yang terjadi.
(35) Hadhrat Muhammad Sharif Kashmiri sahib r.a., meriwayatkan, bahwa: ‘Suatu kali ketika aku berada di Qadian bersama seorang teman karib yang bernama Mian Jamalud-Din sahib, kami duduk-duduk bersama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. di loteng masjid [Mubarak]. Karibku [Mian sahib] memperkenalkan diriku kepada beliau a.s., kemudian memohon doa sehubungan dengan wabah ta’un [pes] yang sedang mengganas di daerah [tempat tinggal]-ku.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. memberi beberapa nasehat kepadaku. Kemudian bertanya: ‘Bagaimana orang dapat tertular penyakit ta’un ?’ Aku menjawab: ‘Melalui tikus-tikus yang mati.’ Hadhrat Masih Mau’ud a.s. berkata: ‘Maka hal itu merupakan Peringatan Ilahi’. Aku memerincinya lebih lanjut: ‘Bila korban menunjukkan gejala bengkak kemerahan, masih bisa selamat. Akan tetapi jika berwarna kuning, berarti maut.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bertanya: Apakah tuan ‘datang ke tempat wabah yang sedang mengganas ? Lebih baik jika tuan menghindarinya. Namun bagi mereka yang beriman, tak takut akan bahaya penyakit tersebut. Aku berkata: Tetapi istriku meninggal diserang wabah ta’un itu. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjawab: ‘Sangat boleh jadi ia tidak beriman sepenuhnya kepadaku.’ Yakni, bila ia sungguh-sungguh beriman kepadaku, tentulah tak akan mati terserang wabah itu. Maka akupun tersadar, bahwa istriku memang tidak Baiat.’ Maka Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menasehati: ‘Perbanyaklah Istighfar.’ Ternyata kemudian setelah banyak ber-Istighfar, seluruh keluarga kami pun selamat.
Kemudian karibku Jamalud-Din sahib berkata kepada Hadhrat sahib a.s.: ‘Hudhur, betapa Raja-raja mencari berkat dari pakaian tuan. [sesuai dengan wahyu Ilahi kepada Hudhur Aqdas a.s.] mengapa tidak dengan diriku ? Maksudku, mataku ini sering berair, mohon [izin] untuk mendapatkan kesembuhan.’ Kemudian ia [Jamalud-Din] pun menyeka kedua matanya dengan ujung sorban Hudhur Aqdas a.s. yang menjuntai di bagian belakang beliau. Maka sembuhlah penyakit matanya itu. Lalu aku berkata: ‘Ya Hudhur, akupun sering menderita penyakit radang mata merah (conjunctivitis)’, sambil memohon izin untuk menggosokkan pula ujung sorban beliau itu. Maka penyakit mataku itupun hilang.
(36) Hadhrat Mian Muhammad Din sahib meriwayatkan, bahwa: ‘Disebabkan pengaruh negative banyak mendengar perkataan teman-teman Hindu maupun Atheis, kehidupanku menjadi jauh dari jalan Islam, hingga suatu kali aku sempat membaca kitab ‘Barahin Ahmadiyah’, karya Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Ketika aku selesai membaca Bab mengenai ‘Berbagai Bukti Keberadaan Allah’, maka lenyaplah sikap atheis-ku. [Hadhrat Khalifatul Masih Al Khamis Atba menambahkan: ‘Beliau merujuk suatu halaman di dalam kitab tersebut, namun keliru. Seharusnya adalah sebagaimana yang tercantum di dalam Halaman 78, Catatan Kaki No. 4 pada Jilid Pertama kitab ‘Ruhani Khazain’, dan Halaman 153 Catatan Kaki No.11 pada Jilid yang sama itu].
Muhammad Din sahib melanjutkan: ‘Membaca kitab tersebut, pandangan mata [rohani]-ku menjadi terbuka. Aku merasa terbangunkan dari keadaan [jiwa]-ku yang tertidur, atau bahkan merasa hidup kembali setelah matinya. Di tengah malam yang sangat dingin di Musim Winter bulan Januari itu aku membaca bagian kalimat: ‘harus dan jadilah seperti itu’ [Kitab ‘‘Barahin Ahmadiyah’’, English translation, Page 92]; maka seketika itu juga aku bertaubat. Kebetulan ada satu ember baru berisi air dingin di halaman depan rumahku. Maka aku cuci pakaianku yang menempel di sekitar pinggangku dengan air yang sangat dingin tersebut, hingga membangunkan pembantu rumah tanggaku dan terkejut melihat aku sedang mencuci sendiri. Maka ia pun tergopoh-gopoh untuk mengambil-alih. Namun, dikarenakan aku sedang mengalami kebangunan rohani sedemikian rupa, aku tak mempedulikannya. Kemudian aku ikatkan pakaianku yang basah itu di seputar pinggangku, lalu mendirikan Salat. Sedemikian khusyu dan nikmatnya aku berlama-lama mengerjakan Salat itu hingga pembantuku pun jatuh tertidur.
Jadi, berkat [membaca] kitab ‘Barahin Ahmadiyah’ itulah yang menyebabkan aku mengerjakan kembali Salat-salatku, dan tak pernah lagi meninggalkannya. Dan berkat keberadaan Hadhrat Imam Mahdi a.s. inilah keimananku yang telah terbang jauh hingga ke Bintang Tsurayya, kini membumi kembali. Yakni, pada malam [lailatul-qadarku] itu, diriku dari keadaan Kufur telah berubah menjadi seorang Muslim yang sejati pada keesokan pagi diniharinya. Aku sudah tidak lagi menjadi seorang ‘Muhammad Din’ yang dulu. Yakni, diriku yang sebetulnya memiliki fitrat yang baik, tetapi disebabkan berkubang dalam lumpur pergaulan orang-orang yang sesat, membuat diriku terlempar dari jalan lurus ini. Namun, dengan karunia Allah Swt dan keberkatan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. kini aku mendapat rahmat untuk dapat menjaga kesucian diriku.
Kini, diriku senantiasa bertafakur di dalam keagungan ayat-ayat Al Quran ini:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ ۚ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِّنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ فضلا من الله ونعمة والله عليم حكيم
yang artinya, ‘Dan ketahuilah, bahwa di antaramu ada Rasul Allah; sekiranya ia harus mengikutimu dalam banyak urusan, tentulah kamu akan mendapat kesusahan; akan tetapi Allah telah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan telah menampakkannya indah dalam hatimu, dan Dia telah menjadikan kamu benci kepada kekufuran, dan kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah yang mengikuti jalan yang benar, Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.’ (Q.S. 49 / Al Hujurat : 8-9). Lalu, setelah menerima keimanan haqiqi tersebut, kecintaan dan kekagumanku kepada Al Quran Karim pun memenuhi qalbuku. Aku menjadi berghairah dan tenggelam untuk memperoleh ilmi Syariah. Maka akupun tamat satu kali membaca kitab ‘Barahin Ahmadiyah’ yang biasa aku baca ba;da Salat Tahajjud. Kemudian, aku baca kitab Hadhrat Masih Mau’ud lainnya yang berjudul ‘A'ina Kamalati Islam’. Lalu, akupun menulis Surat Pernyataan Bai’at yang jawabannya aku terima pada bulan October 1894, yang di dalamnya dikatakan pula, bahwa adalah sangat penting untuk Bai’at secara langsung. Maka akupun Bai’at lagi secara fisik pada tanggal 5 Juni 1895 di masjid Mubarak di tangan Hadhrat Imam Mahdi a.s..
Namun kemudian timbul pikiran, bahwa aku ini tak cukup memiliki ilmu agama. Bagaimana kalau nanti kaum Maulwi mempencundangiku ?! Jiwaku terbebani oleh berbagai pertanyaan ini. Namun, beban pikiran dilemmatis tersebut terselesaikan ketika aku menerima jawabannya langsung dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. meskipun tanpa mengajukan sesuatu pertanyaan langsung kepada beliau. Yakni, suatu kali ketika aku sedang memijiti kaki Hadhrat Masih Mau’ud a.s. di masjid wajah beliau sedang mengarah membelakangi diriku. Namun, ketika beban pikiranku tersebut timbul dalam benakku, saat itu pula wajah beliau a.s. mengarah kepada diriku, lalu berkata dengan suara yang lantang dan mengguncang jiwa, bahwa: ‘Orang yang telah membaca berbagai kitab kami tak akan dapat dipecundangi !’
(37) Hadhrat Fateh Muhammad sahib meriwayatkan, bahwa ‘[Suatu malam] abangku mendapat mimpi, bahwa Hadhrat Masih Mau’ud a.s. meminta uang’. Maka aku dan abangku pun berangkat menemui beliau a.s. [di Qadian], lalu menawari sejumlah uang. Namun beliau berkata, bahwa tafsir mimpi tersebut adalah: Kami berdua akan memperoleh ilmu [rohani]. Begitulah yang terjadi, kami berdua kemudian belajar talimul Quranul Karim dan juga berbagai kitab beliau yang berbahasa Urdu.
Lalu, suatu kali kami menjual sebatang pohon Pepal tree (Ficus religiosa) [sebagai bagian dari keyakinan agama] pada waktu wabah penyakit ta’un menyerang desa kami. Kemudian kami tawarkan sisa penjualan pepohonan tersebut selanjutnya untuk Hadhrat Masih Mau’ud a.s. ketika beliau sedang berjalan kaki [dan bertemu dengan kami]. Namun, beliau a.s. segera melangkahkan kaki ‘ke arah desa kami, lalu berdoa di sana. Sehingga, wabah penyakit yang ganas itupun lenyap dari desa kami.’
(38) Hadhrat Fazl Din sahib r.a. meriwayatkan bahwa: ‘Aku ini adalah orang yang berpikiran liberal [bebas, tak berpihak] dalam urusan faham agama. Namun, disebabkan pengaruh beberapa teman, membuat diriku berkecimpung dalam faham Naqsyabandiyah, yang sangat ketat dalam menjaga Salat, Puasa dan sunat Tahajjud. Namun, akupun diajari tak boleh menyampaikan tentang mimpiku kepada siapapun. Padahal, aku ini banyak mendapatkan mimpi. Maka aku pendam saja di dalam diriku. Suatu hari, aku bersama istrilu pindah ke Amritsar sehubungan dengan pekerjaanku. Suatu malam ba’da Tahajjud, aku tenggelam dalam kesibukan berdoa sedemikian rupa hingga tertidur. Lalu mendapat mimpi: ‘Serombongan lasykar malaikat berwujud manusia turun dari langit, kemudian duduk mengelilingi diriku.
Salah seorang perwira tinggi dari antara mereka yang berpangkat Jendral juga duduk di dekatku. Lalu sebuah singgasana beronamen indah turun dari langit. Maka seluruh lasykar malaikati itupun berdiri tegak memberikan penghormatan. Kemudian aku melihat di dalam singgasana itu ada dua orang suci yang tampak mirip satu sama lain dan dipenuhi dengan pancaran sinar rohani. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka ini ?’ Aku mendapat jawaban, bahwa: ‘Yang duduk di sebelah kanan adalah insan kesayangan Tuhan, ialah Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw. Sedangkan yang duduk di sebelah kiri, adalah insan yang paling dikasihi Hadhrat Rasulullah Saw, ialah ibnu Maryam a.s.. Aku bertanya lagi: ‘Dia kah itu Isa a.s. ?’ Aku mendapat jawaban seketika: ‘Bukan ! Isa ibnu Maryam yang dulu telah wafat ! Sedangkan ibnu Maryam yang ini adalah kekasih Hadhrat Rasulullah Saw ! Kemudian Hadhrat Rasulullah Saw memerintahkan kepada Sang Jendral itu untuk mengumumkan kepada setiap insan, bahwa adalah sangat penting untuk mentaati ibnu Maryam a.s. kita ini manakala ia ‘datang. Barangsiapa yang tidak taat kepadanya, berarti bukan berasal dari [umat]-ku……..’
Namun, pada detik-detik episode mimpiku itu, istriku membangunkan, bahwa waktu Salat Fajar telah tiba. Maka akupun sangat masygul kepadanya yang telah mengusikku di saat-saat penting itu.
Keesokan pagi harinya, aku ceritakan tentang mimpiku itu kepada guru agamaku. Ia mengatakan, bahwa: ‘Betapa beruntungnya tuan telah mendapat mimpi bertemu dengan Hadhrat Rasulullah Saw. Dan sekarang ini memang sudah waktunya bagi kedatangan Imam Mahdi a.s.’ Kemudian akupun berganti pekerjaan. Pada periode itulah aku mendapat banyak mimpi lainnya. Namun, sebagaimana diajarkan mereka, akupun hanya mermendamnya di dalam diriku sendiri.
Setelah 15 hingga 20 tahun bekerja, akupun kembali ke kampong halamanku. Di sanalah aku bertemu dengan seorang karib kerabat Maulwi yang sudah mengikuti aqidah kaum Ahmadi, dan bersoal-jawab denganku, namun aku beum tertarik. Aku ingin mendiskusikannya terlebih dahuulu dengan Ustadz-ku. Tetapi, ketika aku mendatangi rumahnya, ternyata ia sudah meninggal pada beberapa bulan sebelumnya, hingga jiwaku pun terguncang. Sementara itu, teman Maulwi Ahmadi-ku menyarankan agar aku membaca sebuah buku.
Setelah aku selesai membacanya, ia pun memberikan buku ‘Barahin Ahmadiyah’ untuk dibaca, yang demikian dalam mengguncang rohaniku. Sehingga, akupun merasa, bahwa bila penulis buku ini adalah orang yang benar, dan aku Bai’at kepadanya, tentulah aku Baiat kepada orang yang benar. Namun ada pula godaan pikiran: Bagaimana pula jika beliau tak benar ? Maka, dua bulan pun berlalu dengan percuma. Hingga pada hari pertama di bulan suci Ramadan itu, aku berdoa sedemikian rupa khusyu dan mengiba kepada Allah Swt: ‘Seandainya ‘Mirza sahib’ ini benar, dan berasal dari Engkau, mohonlah perlihatkan kepadaku melalui suatu mimpi atau petunjuk lainnya.’
Maka setelah 15 hari [banyak berdoa] aku mendapat mimpi, bahwa: ‘Aku dan seorang teman berada di luar suatu Taman yang dipagari tembok setinggi kurang lebih satu meter (3 kaki). Keadaan Taman tersebut sebagaimana yang dicitrakan sebagai ‘Jannatin tajri mintahtihal anhar’, yakni, Kebun [Taman Firdaus] yang di bawahnya daliri air sungai.’ Namun, dalam mimpiku itu airnya surut. Kemudian, aku bersama temanku itu berusaha mengukur pagar temboknya, tetapi gagal. Lalu, kami pun berusaha untuk memasuki Taman tersebut dengan mencari-cari pintu gerbangnya. Namun tak berhasil meskipun sudah berjalan hingga sepertiga-bagian daripadanya.
Maka kami pun berjalan ‘ke arah Timur, padamana kami lihat ada seorang Waliullah tang sedang duduk di bawah sebuah pohon rindang, memberi isyarat dengan tangannya agar kami ‘datang kepadanya, dan seolah berkata: Jika kalian tak mendatangiku tak akan pernah berhasil mendapatkan pintu gerbang Taman [Firdaus] ini.’ Berkat mimpi itu, akupun menjadi teringat kepada Waliullah yang aku lihat dalam mimpiku yang terdahulu, yakni, yang duduk bersama Hadhrat Rasulullah Saw di suatu singgasana Maka akupun bertanya: ‘Siapakah tuan ini ?’ Beliau menjawab: ‘Akulah ibnu Maryam. Dan di situlah pintu gerbang Taman ini.’
Maka kami pun masuk ke dalamnya, kemudian menyusuri dan menikmati keindahannya, hingga kami pun kehausan. Namun kami lihat air sungainya surut. Tiba-tiba ‘datang seorang anak laki-laki sekira umur 10 atau 12 tahun sambil membawa air dalam bejana berbentuk oval-benjol, yang diberikannya kepadaku. Maka akupun meminum hingga setengahnya, lalu aku berikan kepada temanku. Tetapi anak itu merampasnya seraya berkata: ‘Tidak ! Ia tak berhak untuk itu !’. Maka temanku yang menjadi tersipu-sipu malu itupun mengajakku untuk meninggalkan Taman itu.
Namun, pada saat itulah aku dibangunkan oleh anak Maulwi Ahmadi temanku, mengingatkan bahwa waktu Salat Fajar telah tiba, dan ayahnya sudah menunggu di Masjid.
Aku ini belum pernah melihat ‘Mirza sahib’ secara langsung selain melalui kedua mimpiku itu, yang ketika aku ceritakan kepada Maulwi sahib, ia memberikan tafsirnya sebagai berikut: (1) Taman dengan airnya yang sudah surut adalah keadaan Kebun Syariah [Islam]; (2) Airnya yang surut merujuk kepada keadaan kaum Ulamanya kini yang sudah kering dari ilmu [rohani] yang haqiqi; Adapun (3) the palaces sebagaimana bejana air yang bentuknya oval tak simetris itu merujuk kepada amal perbuatan mereka [kaum ulama] yang sudah tak sesuai lagi. Sedangkan (4) Berjalan ‘ke arah Timur, merujuk kepada Qadian yang letaknya di sebelah Timur ‘kampung kami. Atau, sesuai dengan bunyi Hadith, bahwa [Hadhrat Imam Mahdi] akan ‘datang dari sebelah Timur [Damascus, Syria]. Adapun (5) Waliullah yang penampilannya sebagaimana yang aku gambarkan berdasarkan mimpi tersebut, adalah merujuk kepada Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani, [Imam Mahdi] a.s..; Dan (6) Beliau a.s. memberi isyarat dengan tangan, merujuk kepada [peringatan beliau:] bahwa jika umat tidak mengikuti [petunjuk] jalan Syariah, maka ‘Jannatin tajri mitahtihal anhar’ itupun tak akan dapat ditemukan.’
Setelah menafsirkan tabir mimpiku itu, tuan Maulwi berkata kepadaku, bahwa pada hari Jumat nanti ia akan berada di Qadian. Afdhal jika aku dapat ikut serta agar dapat menyaksikan secara langsung bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani itulah yang dimaksud dengan Waliullah [ibnu Maryam a.s.] dalam mimpiku. Namun, pada saat aku tiba di Qadian, tubuhku terserang sakit demam. Ketika beliau a.s. mengetahuinya, beliaupun berkata kepada Maulwi sahib: Jangan biarkan tuan ini berpuasa jika sedang bersafar.’ Kemudian beliaupun memberiku obat, yang terbukti mujarab menghilangkan sakitku.
Tetapi, dikarenakan pada waktu itu aku masih dalam keadaan demam, maka aku tak dapat mengenali wajah Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dengan pasti. Besok Jumatnya, kami berdua ‘datang ke masjid [Aqsa], dan mendapat tempat di saf pertama. Lalu, ketika Hadhrat Masih Mau’ud a.s. memasuki masjid, barulah aku mengenali wajah beliau. Itulah yang aku saksikan sebagai Waliullah di dalam mimpiku itu. Maka tuan Maulwi temanku itupun berkesimpulan, bahwa tentulah aku ini akan segera mengambil Bai’atnya. Namun, aku bertemu dengan temanku yang di dalam mimpi itu. Ia memberi keragu-raguan di dalam pikiranku dengan mengatakan, bahwa semua yang aku alami hanya disebabkan aku banyak membaca buku ‘Mirza sahib’, hingga terbawa dalam mimpi.
Aku ini memang lemah mental, sehingga keesokan harinya akupun pergi bersama temanku itu. Namun, dalam perjalanan aku bertemu dengan tuan Maulwi yang menanyaiku mengenai Bai’atku; yang aku jawab: ‘Belum.. Maka ia pun bertanya lagi: ‘Mengapa tidak ? ‘Kan mimpi-mimpimu sudah zahir ?!’ Aku menjawab: Temanku mengatakan jangan, karena mimpiku itu hanya disebabkan aku banyak membaca buku ‘Mirza sahib.’ Maka tuan Maulwi itupun menjadi sangat kecewa, dan berkata: Mulai saat ini, aku bukan lagi pembimbing rohanimu !’ Sementara itu, seorang teman lainnya memanggilku untuk pindah ke kota lain sehubungan dengan adanya lowongan pekerjaan. Maka akupun berangkat ke sana melalui Qadian. Tetapi, sesampainya di kota tujuan itu, aku langsung sibuk dalam pekerjaan.
Namun, pada hari ketiganya, aku mendapat mimpi yang ketiga. Yakni, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. sedang duduk di dekatku. Maka akupun berusaha untuk mencium kaki beliau untuk menunjukkan Gaddi Nashin (tradisi janji bakti dan kesetiaan rohani di Anak Benua India). Namun, beliau a.s. mencegahnya seraya berkata: ‘Itu perbuatan syirik. Tuan sudah bertanya kepada Allah mengenai berbagai tanda kebenaran-Nya yang semuanya sudah terbukti.’ Ketika terbangun, wajahkupun banyak berlinangan air mata. Lalu, tanpa memberitahu siapapun dan masih bertelanjang-kaki, aku berangkat pergi.
Seseorang yang mengenaliku melaporkannya kepada majikanku. Maka ia pun mengejarku dengan menunggang kuda. Lalu menanyaiku: ‘Ada apa ?’ Aku jawab: ‘Tak apa-apa. Aku hanya bergegas pergi ke Qadian. Maka iapun marah. Tetapi aku bersikeras memohon dengan penuh kerendahan hati agar dibiarkan pergi. Jika tidak, aku akan mati di tempat. Sesampainya di Qadian, aku memohon agar dapat menemui Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Dan hal itu terjadi. Aku dapat menyaksikan wajah aqdas beliau a.s. saat Salat Maghrib di masjid. Lalu akupun mohon Bai’at. Namun Hadhrat Masih Mau’ud a.s. berkata: ‘Bai’atlah tiga hari lagi..
Begitulah, pada beberapa hari kemudian, akupun masuk ke dalam pangkuan [Jamaah] Ahmadiyah.’ Semoga Allah Swt senantiasa meningkatkan derajat maqom para sahabah Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tersebut; dan juga memberi taufik kepada anak keturunan mereka untuk dapat mengikuti keteladannya.
Selanjutnya saya akan sampaikan tentang syahidnya tuan Chaudhry Nusrat Mahmud baru-baru ini. Beliau berasal dari Mandi Bahauddin, Pakistan, namun hijrah ke USA pada tahun 2008. Beliau yang lahir pada tahun 1949 ini, pada bulan September 2012 datang ke Pakistan untuk menikahkan putri bungsunya. Pada tanggal 19 Oktober itu, mantu beliau yang bernama Saad Faruq disyahidkan ketika rombongan keluarga tersebut pulang dari Salat Jumat, Dan tuan Nusrat Mahmud mendapat luka-luka berat Lalu, dilarikan ke rumah sakit dan mendapat perawatan intensif selama 38 hari. Namun pada tanggal 27 November yang lalu beliau menghadap kepada Sang Khalik, dan mendapat status syahid.
Tuan Nusrat Mahmud yang adalah seorang Musi dan berkhidmat kepada Jama’at dalam berbagai bidang ini, jabatan terakhirnya adalah sebagai Sekretaris Tarbiyat di Jamaat Long Island, New York City, USA. Kashif sahib putra beliau menulis: ‘Almarhum adalah seorang ayah yang penyayang dan peduli terhadap anak-anaknya. Halus jika berbicara. Tetapi senantiasa mengingatkan anak-anak mengenai tugas pekerjaan Jama’at mereka. Juga sangat berdisiplian dalam hal Salat. Adapun istri beliau yang kini menjadi janda masih dalam perawatan di USA. Semoga Allah Swt memberikan kesembuhan seperti sediakala. Adapun Kashif putra almarhum ini adalah Naib Qaid Majlis Khuddamul Ahmadiyah di Canada.
Putra beliau lainnya yang ditinggalkan adalah 3 orang wanita. Semoga Allah Swt senantiasa meningkatkan derajat maqom almarhum, dan memberikan karunia kepada anak-anak beliau untuk beramal shalih sebagaimana yang dicontohkan.
Semoga Allah Swt senantiasa melindungi kaum Ahmadi Pakistani dari pihak musuh dan memberikan pertolongan-Nya yang khas. Saya ingatkan kembali agar banyak-banyaklah berdoa di saat-saat seperti sekarang ini.
oo0O0oo
MMA/LA/12052012