Tuesday, October 21, 2008

Hikmah Pembangunan Masjid Khadijah, Berlin

Huzur membacakan ayat 18 dan ayat 71 Surah Taubah,

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Huzur bersabda, alhamdulillah setetes karunia Allah Swt telah jatuh dalam bentuk Masjid Khadija ini, yang merupakan masjid pertama di Bagian Timur negara [Germany] ini. Kini, kota Berlin mendapatkan ciri khasnya. Sejarah perjuangan Jamaat di negara ini, khususnya di kota Berlin telah menapaki jangka waktu 86 (delapan puluh enam) tahun. Para mubaligh Jamaat telah datang ke sini sejak zaman Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. Berbagai laporan para mubalighin awal pada waktu itu mengatakan, bahwa
bangsa German ini memiliki potensi untuk memahami ajaran Islam [Ahmadiyah] yang haqiqi. Berbagai daya upaya para mubaligh terdahulu terkait dengan keberhasilan pembangunan masjid ini perlu diketahui oleh generasi muda dan para mubayin baru, sehingga mereka pun dapat ikut mendoakan mereka. Juga bagi para mubaligh lainnya yang berkhidmat berpencaran ke seluruh dunia.
Para mubaligh awalin yang datang ke Germany merasa sangat optimis akan [masa depan Islam Ahmadiyah] di negara dan kota ini.

Pada tahun 1922, Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.. mengutus tuan Maulwi Mubarak Ali Bengali dari London ke Berlin. Dan pada tahun 1923, beliau pun mengutus tuan Malik Ghulam Farid juga ke Berlin untuk membantu tugas-tugas tuan Maulwi Mubarak.

Pada Khutbah Jumah tanggal 2 February 1923 Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. bersabda, berbagai laporan missi dari Berlin sangat berharap disertai usulan agar kita dapat membangun masjid dan rumah missi di sana. Bahkan disertai permohonan agar Huzur sekaligus berkenan datang mengunjungi Berlin. Meskipun Khalifah Waqt pada waktu itu belum bisa memutuskan untuk memenuhi undangan kunjungan tersebut, namun menerima usulan pembangunan masjid dengan perintah segera membeli sebidang tanah. Hasilnya, tanah seluas 2 (dua) acres (k.l. 0,81 hetar) berhasil dibeli.

Pada kesempatan Khutbah Jumah yang sama, Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. menyerukan kaum Lajnah Imaillah untuk mengumpulkan uang sebesar 50,000 Rupees dalam tempo tiga bulan untuk keperluan pembangunan masjid di Berlin ini. Pada waktu itu Pakistan dan India masih bersatu, penggalangan Dana Masjid ini adalah seruan pertama yang dipercayakan kepada kaum wanita Lajna Imaillah. Semangat keitaatan, kesabaran dan keistimewaan kaum Lajnah dalam menyambut seruan Hadhrat Khalifah pada waktu itu sungguh unik dan istimewa. Mereka berhasil memperlihatkan sikap revolusioner yang sama yang pernah diperlihatkan oleh kaum awwalin. Pendek kata semangat pengorbanan mereka sungguh menjadi teladan yang istimewa, bahkan hingga hari ini. Kaum Lajnah tersebut berlomba-lomba menyerahkan uang dan perhiasan mereka, serta perjanjian dengan jumlah total pada hari pertama 8,000 Rupees, yang dalam tempo dua bulan kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 45,000.

Ketika diketahui jumlah biaya yang diperlukan ternyata jauh melebihi perkiraan semula, target perolehannya pun ditingkatkan menjadi 70,000 Rupees, dan lama perjanjian diperpanjang. Akhirnya, diperoleh total jumlah kurang lebih 72,000 Rupees.

Pada tanggal 5 Agustus 1923, peletakan batu pertama dilaksanakan, yang acaranya dihadiri pula oleh Menteri Dalam Negeri [Germany] dan sejumlah pejabat penting dan tokoh masyarakat lainnya. Jumlah tamu yang hadir mencapai 400 (empat) ratus orang, sedangkan kaum Ahmadi-nya hanya 4 (empat) orang. Begitulah hasil perjuangan gemilang para mubalighin awalin yang gigih pada waktu itu.

Namun, keadaan ekonomi pada waktu itu melemah, resesi melanda-luas. Jumlah prakiraan biaya pembangunan masjid menjadi melonjak, diluar kemampuan anggaran Jamaat. Oleh karena itu atas pertimbangan, Jamaat akan mengalami kesulitan bila harus mengurus dua pusat pertablighan [di Benua Eropa] sekaligus (yakni di Berlin dan di London), ditambah lagi dengan berbagai macam situasi di Germany yang memburuk, Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. memutuskan, cikal bakal pusat missi [Islam Ahmadiyah] di Berlin ditutup. Semua alokasi dana dialihkan ke London. Dengan karunia Allah Taala, berkat adanya dana alihan tersebut, Masjid Fazl London dapat dibangun pada tahun 1924.

Pada tahun 1948 tuan Sheikh Nasir datang ke Berlin dan missi pertablighan Jamaat dihidupkan kembali. Pada waktu itu bepergian ke luar negeri masih menggunakan kapal laut. Sehingga tuan Malik Ghulam Farid harus menghabiskan waktu selama dua puluh dua hari untuk sampai di Berlin. Beliau inilah ulama Jamaat yang menterjemahkan Alqur’an Karim ke dalam Bahasa Inggris plus tafsir singkatnya. 5 (lima) Volume buah karya tersebut beliau selesaikan sendiri meskipun sebenarnya ada Panitia-nya. Semua pekerjaan pada akhirnya praktis beliau kerjakan sendiri. Beliau adalah ulama Ahmadi yang mahir berbahasa Inggris. Tuan Malik Ghulam Farid ini adalah termasuk salah seorang sahabah Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Beliau juga membuat kamus istilah Alqur'an yang dipublikasikan tahun lalu untuk pertama kalinya.

Sedangkan tuan Maulwi Mubarak Ali bai’at di tangan Hadhrat Khalifatul Masih I r.a.. Ketika Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. mencanangkan gerakan Tahrik ‘Waqfi Zindigi’ (Waqaf Diri) pada tahun 1917, tuan Maulwi Ali ini termasuk di antara 63 orang pertama yang mencatatkan namanya. Beliau meninggal dunia pada tahun 1969 di Bangladesh. Huzur bersabda, para mubaligh dan mualim zaman sekarang hendaknya rajin membaca sejarah perjuangan para mubaligh awalin, sehingga bolehlah saudara-saudara memperoleh informasi tentang pengkhidmatan mereka yang luar biasa.

Huzur bersabda, meskipun dikarenakan berbagai situasi pada waktu itu tidak memungkinkan masjid itu dibangun, namun pengorbanan kaum Lajna Imaillah Hindia tidakah sia-sia, sebab Masjid Fazl London akhirnya dapat diberdirikan, yang kini dikenal oleh semua orang. Dus, pengorbanan dan doa kaum Lajna pada waktu itu sungguh ikhlas dan makbul. Kini, anak keturunan mereka pun ikut berpartisipasi dalam pembangunan masjid ini. Semangat dan gairah pengorbanan mereka masih dapat kita saksikan hingga saat ini; mereka kini berhasil mengumpulkan 1,7 juta Euro untuk pembangunan Masjid Khadija ini; 400.000 Euro di antaranya berasal dari Lajnah UK. Jika jumlah ini dikonversi ke mata uang Pakistan, kira-kira mencapai 190 juta Rupees.

Masjid Khadija ini dibangun di atas lahan seluas lebih dari satu acre (hampir satu hektar). Meskipun ada berbagai pembatasan, namun izin telah diberikan untuk membangun minaratul-masjid setinggi 13 meter. Kompleks bangunan Masjid ini dilengkapi dengan 2 (dua) Ruangan Serba Guna (Halls), sebuah rumah hunian (flat), sebuah Guest House, Perpustakaan dan Ruang Konferensi Pers. Direncanakan pula akan dibangun sebuah Taman.

Penentangan yang pernah timbul terhadap rencana pembangunan kompleks Masjid ini menurun, yang InshaAllah akan hilang sama sekali manakala syiar Islam yang damai telah sampai ke masyarakat luas.
Huzur bersabda, sungguh mengagumkan, [kita meresmikan proyek besar ini] justru di saat dunia kini sedang dilanda krisis ekonomi. Rencana awal pembangunan masjid Berlin ini tidak dapat dilaksanakan pada tahun 1923 dikarenakan resesi ekonomi saat itu. Akan tetapi kini, Allah Taala telah berkenan memberikan karunia khas-Nya kepada Jamaat Imam Mahdi a.s. ini. Pembangunan masjid ini akhirnya dapat dirampungkan justru disaat krisis ekonomi global yang tengah terjadi. Meskipun 'dana kucuran kredit tengah diperketat' namun kaum Ahmadi tetap melakukan pengorbanan harta benda dengan penuh semangat. Semoga Allah Taala memberkati harta benda kaum Ahmadi.

Huzur bersabda, ada seorang Ahmadi yang menyampaikan kepada beliau, ada seorang petugas pajak yang terheran-heran betapa mungkin penghasilan neto sebuah keluarga Ahmadi lebih kecil dibandingkan dengan jumlah seluruh pengorbanan ‘chandah’ yang mereka keluarkan. Inilah semangat pengorbanan yang dapat menarik karunia Allah Taala. Maka kewajiban setiap Ahmadi untuk memelihara ghairah pengorbanan ini dan mensyukurinya. Sesungguhnya seorang mukmin sejati tidak akan membiarkan semangat pengorbanan mereka menjadi lekang. Tidak pula mereka menjadi riya karenanya. Hendaknya terus menerus memuliakan bangunan masjid ini dengan cara menjaga semangat pengorbanan, yang terus berlanjut pada generasi selanjutnya.

Huzur bersabda, khususnya kaum wanita Ahmadi hendaknya senantiasa ingat, pengorbanan yang telah mereka persembahkan hanya akan mendatangkan berkah keberhasilan yang berkelanjutan apabila mereka pun berusaha mendidik anak keturunan mereka yang sesuai dengan semangat tersebut. Sedangkan bagi kaum pria yang terdahului oleh kaum wanita, hanya akan dapat menyaingi mereka apabila memuliakan tugas kewajiban mereka untuk memakmurkan masjid ini.

Dengan mempersembahkan Masjid ini, kaum wanita memberi pesan kepada kaum pria mereka, bahwa hendaknya mereka rajin beribadah kepada Allah Taala. Bila mereka mau, kaum wanita Ahmadi dapat membangun sebuah masjid di mana-mana. Hal ini tersirat dari permohonan yang sama dari kaum Lajnah Canada [yang siap dengan anggaran 80.000 dollar]. Namun, kaum pria-lah yang berkewajiban untuk memakmurkan [masjid]-nya. Sedangkan kaum wanita tidak fardhu, boleh datang boleh tidak untuk salat Jummah.

Pengorbanan pembangunan masjid oleh kaum wanita membuktikan bahwa mereka membangunnya semata-mata untuk menarik keridhaan Allah Swt. Namun hal ini bukan semata-mata demikian. Sebab, mengacu kepada ayat yang telah dibacakan di awal Khutbah (9:17), yang artinya, Dan oran-orang mukmin laki-laki dan mukminah perempuan itu satu sama lain bersahabat. Mereka menyuruh kepada amal ma'ruf, dan mencegah kemunkaran, dan mendirikan salat, dan membayar zakat serta mentaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan dikasihi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Setelah membangun masjid, kewajiban penting kaum wanita maupun kaum pria adalah mendidik anak keturunan mereka untuk mencintai masjid tersebut. Hal ini menyiratkan bahwa mereka beriman kepada Allah dan kepada Hari Kemudian (sebagaimana dinyatakan oleh ayat tersebut). Adalah sungguh menarik manakala kita merenungkan keadaan iman kita. Yakni, apakah diri kita memang sudah benar-benar beriman ? Apakah kita sudah menjadi mukminin sejati ? Memang sungguh beruntung kita telah menerima bai’at Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang telah memberikan petunjuk untuk setiap langkah kita di jalan yang lurus.

Kemudian Huzur membacakan beberapa ikhtisar tulisan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang mendefinisikan orang mukminin sejati, yakni, bahkan meskipun terhadap kelemahan sekecil apapun di dalam akhlaknya, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. berkehendak agar memperbaikinya. Karena hal yang tampak kecil tersebut tetap akan dapat melemahkan keimanan. Jika amal dan perkataan kita betul-betul hanya untuk menarik keridhaan Allah Swt, maka boleh berharap dengan karunia-Nya, Dia akan menghilangkan berbagai kelemahan kita. Bila hal kelemahan kecil diabaikan, dan mengabaikan disiplin yang berkaitan dengan Salat dikarenakan mengerjakan hal-hal yang mudharat, bila hal ini berlangsung terus menerus, akan melemahkan keteguhan keimanan mereka dan tergelincir ke dalam perbuatan syirik.

Selanjutnya Huzur menerangkan sabda Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang mengacu kepada ayat Quran (2:5), walladzina yu'minuna bimaa undzilla ilaika wamaa undzilla minqablika wabil akhiraati hum yu'qinun', yakni, dan mereka yang beriman kepada apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan juga kepada orang-orang sebelum mereka, dan kepada yang akan datang pun mereka yakin.' Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, ketika beliau bertanya-tanya mengapa wahyu Alquran dibacakan, sedangkan berbagai wahyu yang beliau terima tidak ditilawatkan. Allah Taala memberi ilham kepada beliau, mengacu kepada ayat tersebut, bahwa bimaa undzilla ilaika, yakni apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka', adalah Alquran. Sedangkan undzilla minqablika, yakni apa-apa yang diturunkan kepada sebelum mereka', adalah merujuk kepada berbagai Kitabullah terdahulu, sebelum Alquran diwahyukan. Dan, wabil akhiraati hum yu'qinun', yakni yang akan diturunkan kemudian', merujuk kepada berbagai wahyu yang diterima oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Hal ini menunjuk kepada berbagai wahyu Ilahi yang akan dikirimkan setelah Alquran Karim. Memang, arti kata ‘Aakhira’ di dalam ayat ini juga berarti Hari Pembalasan. Namun, .penjelasan yang disampaikan oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun terbukti benar.

Meskipun yakin bahwa hanya Jamaah Imam Mahdi a.s. ini saja yang mendapat kehormatan untuk membangun dan memakmurkan masjid-masjid, akan tetapi perlu diingat, apakah kita pun telah melaksanakan berbagai kewajiban lainnya ? Ayat ini merujuk kepada kewajiban mendirikan Salat. Keindahan sebuah masjid akan tampak manakala dipenuhi oleh jamaahnya ketika mendirikan Salat Lima Waktu. Masyarakat umum setempat mula-mula mempertanyakan, hanya sedikit orang Ahmadi yang tinggal di lingkungan mereka di sini, mengapa harus membangun masjid ? Maka pertanyaan mereka ini akan hilang apabila saudara-saudara datang ke Masjid ini secara dawam untuk mendirikan salat dan memakmurkannya.
Di dalam ayat ini, Allah Taala pun memerintahkan untuk membayar Zakat. Masyarakat umum tersebut pun terheran-heran ketika mengetahui bahwa seluruh biaya pembangunan masjid ini murni berasal dari pengorbanan harta benda para anggota. [Mereka tidak memahami], dengan pengorbanan ini seorang mukmin menyempurnakan keimanannya kepada Allah Swt. Tidak seperti sistem keuangan masyarakat umum yang kini tengah terjadi [dilanda ketidak-pastian]. Seorang mukmin mengorbankan harta bendanya didasari kecintaan, takut dan pengharapan kepada Allah mudah-mudahan sesuai dengan janji-Nya bagi mereka yang ikhlas semata-mata mencari keridhaan-Nya.

Huzur bersabda, dimanapun di dunia ini kaum Ahmadi melakukan pengorbanan, murni semata-mata atas semangat ikrar akan ‘mengorbankan harta, waktu dan kehormatan’. Mereka pun mampu untuk melaksanakannya karena mereka memperoleh hidayah setelah mereka baiat menerima kebenaran Hadhrat Masih Mau'ud a.s..

Di dalam ayat lain yang Huzur bacakan (9:71), Allah Swt mengemukakan tali persaudaraan antara kaum mukminin dengan kaum mukminah, yang tidak berarti bebas meninggalkan batas-batas pardah dan menjaga tata susila; melainkan justru meneguhkan tali persaudaraan berdasarkan pardah dalam berlomba-lomba memberikan pengorbanan. Tali ikatan persaudaraan rohani ini akan tumbuh manakala kesusahan bersama ditanggulangi bersama.

Tiap anggota berlomba-lomba melakukan amal shalih betapapun kecilnya. Dan berlomba-lomba dalam memperlihatkan contoh hablum-minannas terbaik mereka masing-masing.
Tiap diri kita hendaknya ber-Jihad melawan shu'udhon dan ghibat terhadap orang lain. Kebanyakan amal buruk disebabkan pikiran negatif terhadap orang lain.

Tingkatkanlah standar selalu berkata-kata benar tiap diri kita, dan jadikan hal ini sebagai ciri khas masing-masing. Sikap bersyukur kita harus sedemikian rupa sehingga setiap saat mendatangkan kabar suka adanya karunia dan hidayah Allah Swt. Sikap sabar dan memaafkan senantiasa menjadi jalan hidup kita. Sikap adil kita sedemikian tingginya sehingga menjadi contoh dalam melaksanakan ihsan terhadap sesama. Menjaga janji amanat harus menjadi bagian akhlak dan ciri khas kita, sehingga dunia mempercayai kita semudah mereka mengejapkan mata.

Menjaga kehormatan dan kemuliaan orang lain harus menjadi sikap kita, baik pria maupun wanita.
Kaum wanita Ahmadi hendaknya senantiasa mengenakan Pardah mereka serta menjaga kepatutan cara berbusana yang Islami. Hak-hak tetangga hendaknya senantiasa dipenuhi. Maksud tetangga di sini tidak terbatas hanya di seputar sebelah-menyebelah rumah saja, melainkan juga yang jauh-jauh; termasuk sesama anggota Jamaah.

Huzur bersabda, seandainya berbagai penyakit dan kelemahan sosial ini dapat dihilangkan, tentulah kita patut dijuluki oleh [masyarakat seluruh] dunia sebagai kaum mukminin sejati.
Ayat Alquran tersebut kemudian memerintahkan untuk mendirikan Salat dan membayar Zakat sebagaimana telah disampaikan. Ayat ini mengajari kiat bagaimana memperkokoh suatu Jamaah dengan cara memuliakan kewajiban melaksanakan aspek tali persaudaraan masing-masing; yakni saling menasehati untuk beramal shalih dan nahi munkar; serta mentaati Allah dan Rasul-Nya.

Berkah manfaat baiat kepada Imam Zaman dan membangun masjid hanya akan terasa apabila semua kaidah tersebut dilaksanakan. Bagi kaum Ahmadi lama yang sudah melewati beberapa generasi, kita memperoleh berkah ini semua dikarenakan keitaatan para orang tua kita dahulu. Setiap karunia Allah yang kita peroleh hendaknya mengingatkan kita kepada amal shalih para pendahulu kita, yang memungkinkan kita memperoleh buahnya sekarang. Semoga Allah mengangkat derajat maqom mereka di Jannah. Akhirnya, penghujung ayat tersebut menyebutkan, barangsiapa melaksanakan semua perintah-Nya tersebut niscaya akan memperoleh karunia rahmat-Nya. Begitulah Allah Ar-Rahim, Dia pun pasti melimpahkan rahimiyyat-Nya.

Semoga Allah menjadikan kita senantiasa patut menerima bagian karunia-Nya. Semoga kita dapat memuliakan kewajiban kita terhadap sebuah masjid. Dan memanfaatkan semaksimal mungkin liputan media terhadap keberadaan masjid ini. Yakni, manfaat apa yang dapat kita persembahkan sesuai pengharapan mereka terhadap kita. Senantiasa berupaya untuk memperoleh berbagai karunia keberkatan ini yang hanya akan dapat kita peroleh apabila kita beribadah kepada Allah, memperlihatkan contoh teladan keshalihan, citra Islam dan Ahmadiyah, serta rasa cinta kita terhadap Allah dan Rasul-Nya kepada anak keturunan kita. Semoga Allah Swt memudahkan kita untuk melaksanakan ini semua. Aamiin !

o o O o o

Please note: Department of Tarbiyyat Majlis Ansarullah USA and Jamaat BaKul takes full responsibility of anything that is not communicated properly in this message.
transltByMMA/LA102008