Tuesday, September 4, 2012

Keitaatan Kepada Hadhrat Rasulullah saw

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
artinya, ‘Sesungguhnya, kamu dapati di dalam diri Rasulullah suri teladan yang sebaik-baiknya bagi orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah dan Hari Kemudian, dan yang banyak mengingat Allah.’ (Q.S. 33 / Al Ahzab : 22).
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
‘Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku: kemudian Allah pun akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’ (Q.S. 3 / Al Imran : 32).
Untuk menjadi penerima berbagai karunia, rahmat dan berkat Allah Swt, Dia telah mengajari kita agar terlebih dahulu menjadi abdi-Nya, yakni, menjadi hamba yang senantisa mengikuti berbagai perintah-Nya.
Pada Khutbah Jumah yang lalu telah disampaikan, bahwa dengan mengikuti berbagai perintah Allah, akan dikategorikan sebagai ibaad-Nya yang haqiqir; yang untuk itu Allah Taala pun telah mengirimkan berbagai perintah-Nya, sehingga kita dapat memenuhi prasyarat tersebut:
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
yakni, ‘…maka, hendaklah mereka menyambut seruan-Ku, dan beriman kepada-Ku…..’ (Q.S. 2 / Al Baqarah : 187); Kemudian memperoleh keridhaan sebagai ibaad-Nya yang haqiqi, yakni mengalami makbuliyatnya doa-doa.
Akan tetapi, meskipun sudah begitu banyak berbagai perintah Allah di dalam Al Quran Karim, namun untuk mencapai tujuan utama tersebut – sesuai dengan fitrat manusia – akan lebih berpengaruh bagi mereka jika ada contoh amalannya. Layaknya orang yang mengaku mencintai seseorang, maka ia pun akan mencontoh setiap amal orang yang dicintainya itu. Terlebih lagi bila aspek keimanan dimasukkan ke dalam kecintaannya itu, maka ia pun akan berusaha menyenangkan orang yang dicintainya itu, sekaligus juga untuk menyelamatkan keimanannya itu. Kita beruntung termasuk ke dalam Ummat Hadhrat Rasulullah Saw yang adalah contoh praktek pelaksanaan seluruh perintah di dalam Al Quran dan menjadi suri teladan yang sempurna serta berberkat.
Ayat-ayat [Al Quran] yang telah ditilawatkan di awal tadi menarik perhatian kita kepada pokok pembahasan dan perintah ini, yakni, orang Muslim yang mengaku beriman atau sudah beriman akan memperoleh qurb kedekatan Ilahi apabila ia mengikuti ushwatun hasanah Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw. Jika tidak mengikuti contoh berberkat beliau, adalah tak ada’ harapan di Akhirat nanti; taqwa tak akan dapat disebut taqwa; ibadat tak dapat disebut ibadat; Dzikhr tak dapat mencapai maqom yang dapat mencapai qurb kedekatan Ilahi; najat keselamatan dari dosa tak dapat diperoleh tanpa [ber-fatabi’uni] itu; tak dapat memperoleh Rahimiyyat Allah; dan tak juga kecintaan-Nya. Beliau [Saw] itu adalah insan yang paling dicintai Allah. Maka barangsiapa tak mengikutinya tentulah tak akan dicintai Allah.
Sungguh beruntung kita ini orang Muslim. Akan tetapi [hal itu] baru akan memperoleh faedah sebagai bagian dari Ummat [beliau Saw] apabila kita berusaha untuk menjalani jejak langkah ushwatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw. Beliau telah menegaskan, bahwa qurb kedekatan dan kecintaan Ilahi tak akan dapat diperoleh jika mengikuti cara-cara yang beliau tidak lakukan.
Dan di akhir zaman ini, berkat ihsan seorang hamba dan pecinta sejati beliau Saw, yakni Hadhrat Imam Mahdi a.s., beliau memberi petunjuk kepada kita untuk memahami dan mempraktekkan contoh teladan Hadhrat Rasulullah Saw dengan sungguh-sungguh. Beliau a.s. menyatakan: Berbagai bid’ah ibadah yang tak pernah terlihat di dalam contoh berberkat Hadhrat Rasulullah Saw tidak akan pernah dapat mengantarkan kepada qurb kedekatan Ilahi. Qurb Ilahi hanya akan dapat diperoleh jika kita mengikuti contoh beliau yang berberkat.
Namun, sebelum saya sajikan beberapa contoh keteladanan berberkat Hadhrat Rasulullah Saw yang merupakan sumber petunjuk untuk menjadi ibaad yang haqiqi, inilah yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tulis mengenai status Hadhrat Rasulullah Saw:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
yakni, ‘Katakanlah: Hai hamba-hamba-ku (my servants) yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Q.S. 39 / Al Zumar : 54] Di dalam ayat ini, alih-alih menyebut: ’Yaa ibaadillah [atau Hai hamba-hamba Allah]; Hadhrat Rasulullah Saw diperintahkan [oleh Allah Swt] untuk mengatakan: ’Yaa ibaadi [atau Wahai hamba-hamba-ku]. Ayat ini diwahyukan dalam bentuknya seperti ini dimaksudkan oleh Allah Taala untuk memberikan kabar suka berbagai karunia dan rahmat-Nya serta menenangkan jiwa mereka yang sudah berputus-asa disebabkan dosa-dosa mereka sendiri.
Jadi, Allah Yang Maha Agung ingin memperlihatkan suatu contoh dari berbagai karunia dan rahmat-Nya serta mewujudkan sedemikian rupa dalam memuliakan hamba-Nya yang al-Amin dengan berbagai sifat ihsannya yang khas. Dengan menerapkan bentuk kalimat: ‘Qul: Yaa ibaadi…..’, atau Katakanlah: Wahai hamba-hamba-ku; maksudnya adalah, Allah Taala mengatakan: ‘Lihatlah derajat maqom sedemikian mulia yang telah berhasil dicapai oleh Rasul-Ku yang terkasih ini, berkat keitaatannya yang sempurna kepada-Ku, sehingga semua Milik-Ku menjadi miliknya juga. Maka barangsiapa yang menginginkan najat keselamatan, jadilah hambanya yang sejati.
Dengan kata lain, taatilah beliau sesempurna mungkin, seolah menjadi hambanya. Sehingga, apapun dosa yang kalian telah perbuat, akan diampuni. Kata ‘abd’ dalam ungkapan Bahasa Arab pun berarti ‘hamba sahaya’, sebagaimana difirmankan:
وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ
yakni, ‘…dan sesungguhnya, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik…’ [Q.S. 2 / Al Baqarah : 222]. Jadi, di dalam ayat Al Quran tersebut, menjadi perhatian kita, bahwa: Dimaksudkan di sini: Barangsiapa menginginkan najat keselamatan haruslah membina hubungan sedemikian rupa dengan Rasul ini sebagai hambanya yang haqiqi. Yakni, jangan selangkah pun menjauh dari perintahnya. Malahan, harus merasa terikat dalam keitaatan kepada beliau sebagaimana seorang hamba sahaya terikat dengan tuannya, sehingga memperoleh najat keselamatannya. Namun sungguh disesali, mereka yang berjiwa degil terhadap Hadhrat Rasulullah Saw mengatakan, bahwa menurut fatwa mereka, nama-nama seperti: Ghulam Nabi, Ghulam Rasul, Ghulam Mustafa, Ghulam Ahmad ataupun Ghulam Muhammad, termasuk memusyrikkan nama Rasulullah dengan Allah.
Padahal, rujukan ayat [Q.S. Al Zumar : 54] tersebut menunjukkan bahwa [kombinasi] nama-nama tersebut [Ghulam Nabi, yang artinya hamba seorang nabi; atau Ghulam Muhammad, yang artinya hambanya Muhammad Saw] menyiratkan kepada adanya suatu najat keselamatan. Yakni, kata ‘abd menekankan orang yang menyandang nama tersebut haruslah menjauhkan dirinya dari segala bentuk kebebasan, dan semaunya. Sebaliknya, itaat sempurna kepada tuannya itu. Oleh karena itu para pencahari kebenaran telah dihimbau di sini, bahwa: Bila kalian ingin mendapat najat keselamatan, sesuaikanlah dirimu kepada prasyarat ini. Sehingga, ayat [Al Quran] tersebut berkonotasi sama dengan ayat ini:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
‘Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku: kemudian Allah pun akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’ (Q.S. 3 / Al Imran : 32). Yakni, mengikuti dengan sempurna mensyaratkan adanya pengkhidmatan dan keitaatan sepenuhnya, sebagaimana yang tersirat di dalam kata ‘abd. Sehingga, ayat: ‘Qul: Yaa ibaadi…..’, atau ‘Katakanlah: Wahai hamba-hamba-ku; maksudnya juga adalah ‘Katakanlah: ‘Wahai para pengikutku, yang telah berkubang dalam dosa, janganlah berputus-asa dari rahmat Allah Swt, sebab, Dia akan mengampuni segala dosamu jika kamu mengikuti diriku.’
Jika kata ibaadi atau hamba-hamba-ku diartikan sebagai ‘hamba-hamba-Ku’ atau ‘hamba-hamba Allah’, maka maknanya justru akan menjadi rancu, sebab tak mungkin Allah Taala akan mengampuni semua orang musyrikin maupun kafirin, tanpa harus beriman dan mengikuti ushwatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw. Penterjemahan yang demikian tentu berlentangan dengan petunjuk yang tersirat di dalam Al Qur’an Karim.’ [Essence of Islam, Vol. I, pp. 204– 206]
Inilah yang dimaksudkan sebagai kabar suka bagi mereka yang mentaati dan mengikuti Hadhrat Rasulullah Saw. Sebab, dengan mengikuti beliau dengan sempurna akan menghapuskan keburukan segala dosa. Maka barangsiapa yang sungguh-sungguh ingin menjadi seorang abdi yang sejati dan dicintai Allah Taala, adalah sangat penting untuk senantiasa mengikuti ushwatun hasanah beliau Saw yang berberkat, alih-alih hanya pada suatu kesempatan atau hanya satu segi saja. Sebab, praktek kehidupan Hadhrat Rasulullah Saw tidak terbatas hanya pada satu aspek atau di bulan Ramadhan saja, melainkan, sesuai dengan kesaksian Hadhrat Siti Aisyah r.ha: ‘Seluruh perikehidupan Hadhrat Rasulullah Saw adalah praktek nyata ajaran Al Quran Karim pada setiap aspeknya.’
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pun menulis: ‘Hendaklah diingat, maksud ayat ini adalah: Barangsiapa yang menjadi hamba sejati Hadhrat Rasulullah Saw akan dikaruniai nur cahaya, keimanan, kecintaan dan ketawaqalan yang membebaskan mereka dari segala sesuatu, kecuali Allah, sehingga bebas dari segala dosa. Kemudian mereka pun dikaruniai kehidupan yang maksum di dunia ini juga, dan dibebaskan dari fitnah kubur manusiawi yang gelap dan sempit.
Hal ini tersirat sebagaimana yang diriwayatkan di dalam sebuah Hadith: ‘Aku adalah yang menghidupkan kembali langkah kehidupan mereka yang sudah mati.’ Al Quran Karim pun banyak mengungkapkan bahwa dunia ini sudah mati, namun Allah Taala menghidupkannya kembali dengan cara mengutus Hadhrat Rasulullah Saw, sebagaimana firman-Nya:
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ
yakni, ‘Ketahuilah, bahwa Allah menghidupkan bumi sesudah matinya…...’ [Q.S. 57 / Al Hadid : 18]. Dengan cara yang sama, dirujuk pula para Sahabah beliau Saw, sebagaimana firman-Nya ini:
وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ
yakni, ‘…dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri…’ [Q.S. 58 / Al Mujaadilah : 23]. Maksudnya, Allah Taala telah membantu mereka dengan Rohul Qudus, yang menghidupkan kembali qalbu dari kematian rohaninya, Kemudian dikaruniai dengan berbagai sifat yang maksum, akal pikiran dan ilmu yang maksum, serta membawa insan tersebut ke derajat maqom qurb kedekatan Ilahi yang tampak dari ilmu dan dalil-dalil-nya yang ampuh’ [Essence of Islam, Vol. I, pp, 206–207] Hal ini menarik ridha Allah Taala sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh para Sahabah Hadhrat Rasulullah Saw. Sehingga mereka pun dikaruniai kehidupan rohani dan kekuatan suci untuk melawan Syaithan. Mereka memperoleh ilmu Al Qur’an dan keimanan yang teguh kepada Allah serta qurb kedekatan-Nya. Mereka berhasil mendapatkan semua itu disebabkan mengikuti ushwatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw, yakni memperoleh makna dari perintah Allah ini::
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِي
yakni, ‘Dan bagi mereka yang berjuang keras untuk bertemu dengan Kami — maka Kami pun akan memberi petunjuk kepada mereka…’ (Q.S. 29 / Al Ankabut : 70). Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis: ‘Hal ini menimbulkan pemahaman bahwa najat keselamatan tak akan dapat diperoleh tanpa kehidupan yang dikaruniai dengan Rohul Qudus. Yakni, Al Quran Karim telah menegaskan, bahwa kehidupan rohani tak akan dapat diperoleh jika tanpa mengikuti contoh [sunnah] Hadhrat Rasulullah Saw. Dan mereka yang tidak mentaati beliau Saw berarti mati, atau tidak memiliki kehidupan rohani tersebut. Kehidupan rohani adalah kemampuan intellectual dan aktifitas yang dibimbing oleh Rohul Qudus. Al Quran Karim menunjukkan jumlah perintah Allah yang Dia menginginkan agar manusia mematuhinya, adalah 600 (enam ratus) perkara. Seiring dengan hal tersebut, jumlah sayap Malaikat Jibriel pun ada 600 (enam ratus) helai. Dan sebelum ‘telur’ manusiawi yang berada di bawah sayap Malaikat Jibriel tersebut mampu membawa 600 (enam ratus) butir perintah Allah itu, ia pun tak akan dapat menetaskan bayi [rohani] yang dapat ber-fana fillah sepenuhnya. Yakni, pada kenyataannya tiap diri manusia memiliki kemampuan untuk menelorkan 600 (enam ratus) butir kebaikan. Maka seorang insan yang memiliki 600 (enam ratus) ‘telur’ dan dierami oleh 600 (enam ratus) sayap Malaikat Jibriel adalah insan kamil, yang kelahiran rohaninya sempurna, yang kehidupan [lahir batinnya] menjadi sempurna. Jika orang melihat dengan seksama, maka akan menemukan, bahwa telor rohani manusiawi yang berkat mengikuti ushwatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw akan terlahir menjadi Rohul Qudus, yang ternyata lebih sempurna dan lengkap dibandingkan dengan anak-anak rohani para Nabi lainnya.
Inilah yang dimaksudkan dengan ayat:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
yakni, ‘Kamu adalah ummat terbaik yang dibangkitkan demi untuk kebaikan ummat manusia…..’ [Q.S. 3 / Al Imran : 111] [Essence of Islam, Vol. I, pp. 207 – 208]. Namun, setelah dinyatakan sebagai khair ummah tersebut, kita pun justru terbebankan tanggung jawab untuk mengadakan inqillab haqiqi yang untuk itu kita pun telah mendapatkan tarbiyatnya. Yakni, kita akan dapat meng-inqillab orang lain hanya apabila kita telah berhasil meng-inqillab diri sendiri. Perlu senantiasa memeriksa diri untuk melihat sudah sejauh mana dan bagaimana kita berusaha untuk itu. Pada kenyataannya, orang yang berdosa pun dapat menjadi seorang abd, akan tetapi hanya dengan cara mengikuti ushwatun hasanah yang sempurna dan berberkat Hadhrat Rasulullah Saw, dengan seluruh kemampuan diri. Kemudian, inilah beberapa contoh segi kehidupan Hadhrat Rasulullah Saw: Beliau adalah seorang Nabi Besar yang pada siang hari sibuk dengan urusan daulah [Islamiyah] dan kemajuan rohaniah ummah. Sangat sibuk di saat normal, namun dalam keadaan darurat atau suasana perang, kegiatan beliau jauh lebih sibuk lagi. Namun, kita tak menemukan adanya penundaan waktu beribadah beliau Saw kepada Allah; baik pada siang maupun di malam hari. Yakni, peribadatan beliau pada malam hari akan meningkat, sehingga kaki beliau pun menjadi bengkak-bengkak disebabkan berlama-lama berdiri [ketika Salat]. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan di dalam Al Qur’an:
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
yakni, ‘Sesungguhnya, bangun di tengah malam untuk salat [Tahajjud] adalah lebih kuat untuk menguasai diri dan lebih ampuh dalam berbicara [doa].’ (Q.S. 73 / Al Muzzammil : 7). Sebagaimana diriwayatkan, pada suatu hari Hadhrat ‘Aisyah r.ha. bertanya: ‘Ya Rasulullah, tuan sudah begitu dekat dengan Allah Taala, maengapa pula tuan harus bersusah payah hingga menderiita nyeri ?’ Beliau Saw menjawab: ‘Jutru setelah memperoleh qurb Ilahi, bukankah hamba ini menjadi wajib untuk lebih bersyukur lagi kepada-Nya ?!’ Kini, bukan hanya karunia Allah yang telah menjadikan kita sebagai kaum Muslimin; Dia pun memberi taufiq kepada kita untuk menyampaikan ‘Salam’ dari beliau Saw kepada hamba dan pecinta beliau yang sejati, ialah Hadhrat Imam Mahdi a.s. [atau Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani a.s.]. Dari segi ihsan kebaikan ini saja sudah sedemikian mulia, yang kita tidak akan pernah cukup untuk mensyukurinya.
Oleh karena itu, harus menjadi usaha setiap orang Ahmadi untuk memenuhi kewajiban ibadah mereka kepada Allah Swt sesuai dengan segenap kemampuan diri mereka. Kedawaman mendirikan salat Nawafil di bulan Ramadhan hendaknya jangan bersifat sementara dan untuk sesuatu tujuan duniawi. Melainkan, untuk senantiasa menyatakan tasyakur. Hadhrat Rasulullah Saw sangat dawam mendirikan Salat wajib [Lima Waktu]. Bahkan ketika sedang sakit pun beliau tetap datang ke Masjid meskipun harus dengan bantuan dipapah. Beliau sangat mementingkan ibadah. Tetapi tak ingin dijadikan panutan secara berlebihan. Yakni, suatu hari beliau Saw mendapati seutas tambang terpasang menjuntai di ruangan. Ketika ditanya, Hadhrat Siti Zainab r.ha. menjawab: ‘Untuk membantu menopang tubuhku di kala sudah letih mengerjakan Salat. Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: ‘Salatlah sambil berdiri selama tubuhmu merasa nyaman. Namun, lanjutkanlah sambil duduk bila kamu sudah menjadi letih.’
Tetapi [sekarang ini] ada setengah orang yang mengerjakan Salatnya sambil duduk-duduk [di kursi]. Bahkan ada pula sebagian lagi yang tetap tiduran ketika Salat Shubuh. Ini tidak benar. Melainkan, berusahalah untuk melaksanakannya dengan sebaik mungkin, sesuai dengan segenap kemampuan. Akan tetapi, meskipun peribadatan dan tasyakur beliau Saw adalah teladan, Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: ‘Tak ada seorang pun yang dapat masuk Sorga hanya disebabkan amalannya semata.’ Ketika para Sahabah bertanya, Hadhrat Rasulullah Saw menjawab: ’Bahkan diriku pun tak akan masuk Sorga berdasarkan hal itu. Melainkan, semata-mata karunia dan rahmat Allah Swt yang memudahkan aku memasuki surga’ al Jannah-Nya.’ Begitulah contoh betapa beliau Saw sangat rendah hati dan takut kepada Allah Swt.
Maka berprihatinlah mereka yang bersikap mengada-ada dalam amal shalihnya. Semoga Allah Taala senantiasa melindungi kita dalam pelukan karunia dan maghfirah-Nya. Dan semoga pula Allah memberi taufiq kepada kita untuk melaksanakan ibadah yang haqiqi dan bersikap rendah hati.
Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: 'Jalanilah taqwa dalam setiap tugas pekerjaanmu, dan senantiasalah mencari jalan untuk memperoleh qurb kedekatan Ilahi.’ Jangan ada seorang pun yang ingin segera mati. Sebab, bila ia orang yang shalih, ia dapat meningkatkan diri menjadi muttaqi. Dan bila pun ia orang yang jahiliyah, ia dapat bertaubat.’ Pada kenyataannya, kemampuan untuk bertaubat pun berasal dari Allah Taala juga.
Pada bulan Ramadhan berusahalah untuk menghilangkan berbagai kedhoifan diri, yang hendaknya terus berlanjut hingga ke masa-masa setelah Ramadhan. Di sini, Hadhrat Rasulullah Saw menasehati bagi mereka yang tertarik untuk bertaubat dan menjadi orang yang shalih dan senantiasa berdoa. Sehingga meskipun kematian adalah taqdir yang tak dapat dielakkan, hendaknya terjadi ketika Allah Taala dalam keadaan ridha kepadanya.
Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: ‘Orang yang tidak memanfaatkan berbagai daya kemampuan dan karunia Allah Taala yang ada pada dirinya adalah tidak bersyukur. Sedangkan mereka yang memfaedahkannya dengan benar artinya ia beribadah. Yakni, menggunakan indera telinga, indera mata, lidah, tangan dan kaki untuk berbagai amal shalih menjadi [bernilai] ibadah. Mendengarkan berbagai perkara yang baik dengan telinga yang telah dikaruniakan, menjadikan insan tersebut sebagai penerima keridhaan Allah Taala. Sebaliknya menjadi berdosa bila dipakai untuk mendengarkan ghibat. Namun, adalah juga tidak benar menutup telinga agar tidak mendengar berbagai perkara yang buruk. Sebab, hal tersebut termasuk tidak bersyukur. Begitupun dengan berbagai daya kemampuan lainnya.
Kita tengah menjalani hari-hari Ramadhan yang di dalamnya Allah Taala memerintahkan untuk makan Sahuri dan berbuka puasa di saat Iftar [Maghrib]. Maka orang yang tidak mengikuti [sunnah] ini berarti tidak taat dan menjadi berdosa, terkecuali jika ada alasannya. Demikian pun orang yang tidak berpuasa padahal dirinya sehat wal-afiat, berarti tidak taat dan berdosa.
Hadhrat Rasulullah Saw pun memiliki kesabaran dan toleransi yang tinggi. Sebelum adanya perintah larangan [minum] alcohol, suatu kali ada seorang sahabah yang mabuk bicara tak sopan kepada Hadhrat Rasulullah Saw, tetapi beliau hanya diam saja. Masih ada banyak lagi berbagai peristiwa yang menggambarkan kesabaran beliau Saw, [meskipun] setelah berhijrah ke Madinah dan mendapat kekuasaan besar.
Suatu kali ada seorang Yahudi yang mencari gara-gara dengan beliau Saw dan berulang kali memanggil nama beliau dengan: ‘Hai Muhammad’. Padahal pada saat itu beliau Saw sudah menjadi Pemimpin Madinah. Maka para Sahabah pun tak senang atas perlakuan tersebut, sebab kaum Muslimin menyapa beliau dengan sebutan: ‘Wahai Rasulullah’. Tetapi kaum ghair-Muslim itu memanggil beliau Saw dengan nama keluarga: ‘Hai Abu Qasim.’ Maka para Sahabah pun mengingatkan orang Yahudi itu atas sapaannya yang tak sopan. Tetapi ia bersikeras bahwa ia akan tetap memanggil beliau dengan nama yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh orang tuanya. Mendengar percek-cokan tersebut Hadhrat Rasulullah Saw pun tersenyum lalu berkata: ‘Orang Yahudi ini benar. Orang tuaku memberi nama aku Muhammad. Maka tuan-tuan janganlah menjadi berang.’
Di lain waktu, ada seorang wanita berada yang menggelapkan harta benda orang lain. Oleh karena itu dijatuhi hukuman. Maka Sukunya pun menjadi gundah: Seorang wanita yang mereka hormati mendapat hukuman. Oleh karena itu mereka mengirimkan perutusan kepada Hadhrat Rasulullah Saw untuk memohon grasi. Namun, Hadhrat Rasulullah Saw memperlihatkan ketidak-senangan beliau. Sesungguhnya beliau Saw itu sangat berkasih-sayang, Akan tetapi beliau tidak suka dengan sesuatu permohonan ampun yang bertentangan dengan perintah Allah. Beliau bersabda: ‘Berbagai kaum terdahulu menjadi binasa dikarenakan jika ada orang dari kalangan atas mereka melakukan pencurian, mereka membiarkannya. Tetapi jika yang melakukannya kalangan bawah, mereka pun segera menghukumnya. Islam sama sekali tidak membolehkan [ketidak-adilan] ini. Demi Allah, seandainya anakku Siti Fatimah melakukan kejahatan seperti ini, aku pun akan menghukumnya juga.’ Begitulah, sekarang ini rasa keadilan telah lenyap dari kalangan kaum Muslimin. Inilah mengapa sebabnya mereka pun terpuruk.
Maka kita harus sangat berhati-hati dalam hal ini. Para Pengurus [Jamaat] kita pun haruslah memenuhi kewajiban berbuat adil dan berusaha keras untuk menjaganya. Sebab, perkara keadilan ini sangat peka dan dapat menjadi penyebab kemunduran [suatu kaum]. Rasa keadilan Hadhrat Rasulullah Saw kepada pihak musuh pun sangat sesuai dengan perintah Al Quran.
Suatu kali, beliau mengirimkan beberapa orang Sahabah ke Makkah sebagai perutusan. Di seputar Ka’bah mereka melihat ada beberapa orang yang menguntit, yang mereka curigai akan melaporkannya kepada penduduk Makkah untuk menyerang mereka. Maka mereka pun membunuh orang-orang itu. Tak seberapa lama, datanglah perutusan kaum Makkah menghadap Hadhrat Rasulullah Saw untuk mengadukan perkara pembunuhan tersebut. Alih-alih menyalahkan mereka disebabkan perbuatan [provokatif] mereka, Hadhrat Rasulullah Saw setuju untuk membayar [ganti rugi] uang darah.
Sikap menjaga perasaan pihak lain beliau Saw pun tampak di dalam riwayat sebuah Hadith. Suatu hari ada seorang Yahudi yang menghadap beliau Saw dengan keluhan, bahwa Hadhrat Abu Bakar r.a. telah melukai perasaannya dengan mengatakan bahwa Rasulullah Saw lebih mulia dibandingkan Nabi Musa, [yang pada kenyataannya memang demikian, bahwa Hadhrat Rasulullah Saw adalah Khatamul Mursalin]. Namun, beliau Saw ‘berpihak’ kepada orang Yahudi itu dengan menasehati Hadhrat Abu Bakar r.a., agar jangan berkata lugas eksplisit seperti itu.
Sikap Hadhrat Rasulullah Saw terhadap pihak yang suka berbuat ‘sosial pun terlihat di dalam sebuah Hadith. Pada suatu hari dalam suatu peperangan dengan suatu Suku, kaum Muslimin berhasil menawan pihak musuh, yang di antaranya ada seorang wanita anak seorang dermawan Arab terkenal yang bernama Hatim. Ketika Hadhrat Rasulullah Saw mengetahui hal ini, beliau pun memusyawarahkannya; yang atas permohonan wanita itu, beliau Saw pun membebaskan tahanan asal Suku wanita tersebut. Sebagaimana diketahui, Hadhrat Rasulullah Saw menghormati dan memuliakan kaum wanita; kebalikan dari kebiasaan buruk kaum pria Arab [pada waktu itu] yang suka memukul pihak perempuan mereka. Beliau Saw seringkali mengingatkan kaum pria: ‘Wanita itu adalah lajnah para pembantu Allah. Bukan pembantu kalian.’
Hadhrat Rasulullah Saw memberi nasehat kepada seorang sahabah yang bertanya tentang Hak-hak seorang istri, sebagai berikut: ‘Berilah ia pangan sesuai dengan yang Allah telah rezekikan kepadamu. Berilah ia sandang sesuai dengan yang Allah telah mampu-kan bagimu. Janganlah menamparnya. Jangan mencercanya. Dan jangan mengusirnya dari rumah.’ Namun sekarang ini, justru berbagai peristiwa [kekerasan rumah tangga] semacam itu bermunculan. Maka Ummat hendaknya memikirkan hal ini. Yakni, di satu pihak mereka itu tampak beribadah, namun di pihak lain, tidak mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya.
Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: ‘Khairukum khairukum li ahlihii. Wa ana khairukum li ahlii’; yakni, ‘Yang terbaik di antaramu adalah yang terbaik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik terhadap keluargaku.’
Di samping kesibukan mengurus tugas utama beliau, Hadhrat Rasulullah Saw biasa ikut membantu kesibukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Hadhrat Siti ‘Aisyah r.ha. meriwayatkan: ‘Setiap kali beliau ada waktu di rumah, beliau pun sibuk membantu dan mengkhidmati keluarga. Menyiapkan pakaian sendiri. Memeras susu kambing. Bila pulang larut malam tak pernah membangunkan siapa-siapa; dan menyiapkan makan sendiri.’ Maka ini adalah terbiyat penting bagi kaum pria yang mereka pikir berdosa bagi dirinya untuk membantu pekerjaan rumah tangga, dan menyediakan makan adalah melulu tugas kaum wanita.
Pada kenyataannya, orang-orang semacam itu tak akan pernah merasa puas sebelum dapat menganiaya dan mendera istri-istri mereka. Bahkan setengah dari antara mereka itu ada yang berkhidmat di Jama’at, tetapi begitulah sikap mereka di rumah. Bahkan pada beberapa keluarga, pihak ibu dan saudara perempuan mereka sampai dipukuli dengan rotan bila saudara laki-lakinya sampai harus menyuguhi tea/chae kepada tamu, lalu mengatakan, bahwa saudara laki-lakinya itu diperbudak istrinya karena miskin oleh karena itu harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Jadi, pihak pria yang seringkali menjadi tersesat. Yakni, menjadi bersikap kasar terhadap istrinya. Padahal mereka itu tak akan menjadi miskin ini itu bila mengikuti contoh teladan Hadhrat Rasulullah Saw. Mereka justru menjadi miskin bila bersikap kasar terhadap istri, lalu dihisab karenanya. Maka berprihatinlah untuk itu.
Hadhrat Rasulullah Saw biasa mendoakan anak-anak beliau dan juga anak-anak lainnya, sebagai berikut: ‘Wahai Allah, Aku mencintai mereka. Maka Engkau cintai pulalah mereka semua ini.’ Beliau Saw tak pernah menghukum [anak-anak]. Melainkan mentarbiyati mereka dengan penuh kecintaan dan doa. Jika musim panen buah-buahan tiba, beliau pun berdoa agar diberkati Allah, lalu memberikan buah pertamanya kepada anak-anak yang paling muda di dalam majlis tersebut. Diriwayatkan pula, bahwa Hadhrat Rasulullah Saw biasa bermain dengan anak-anak. Kebanyakan orang tua mencintai anaknya. Tapi ‘ada juga sebagian yang suka menghukum anak tanpa alasan.
Belum lama ini saya bertemu dengan seorang pemuda remaja yang mengatakan, bahwa: Aku suka ketakutan dan menderita depressi karena sering dipukuli ayahku.’ Ketika ayahnya itu ditanya apa alasannya berbuat seperti itu ? Ia menjawab: Adalah penting untuk senantiasa memberi sesuatu pengaruh kepada anak-anak.’ Begitulah keadaan sebagian para orang tua. Bahkan di [negara] sini, kita sampai mendengar peristiwa orang tua yang membunuh anaknya hanya disebabkan oleh kesenangan pribadinya. Dan kini, berita-berita semacam ini semakin marak. Tapi ada pula mereka [orang tua] yang sangat mencintai anaknya, namun tidak bersimpati kepada anak orang lain. Padahal, contoh teladan Hadhrat Rasulullah Saw yang berberkat adalah mencintai semua anak.
Kemudian, beliau Saw pun seringkali menasehati agar berbuat baik kepada tetangga. Sebagaimana diriwayatkan, suatu kali Rasulullah Saw bersabda [hingga tiga kali]: ‘Demi Allah dia itu bukanlah orang mukmin, dia itu bukan orang mukmin, dia bukan orang mukmin !’ Para habah bertanya: ‘Siapa ya Rasulullah ?!’ Beliau Saw menjawab: ‘Orang yang jahil dan bersikap buruk kepada tetangganya, sehingga mereka pun menjadi tidak aman.’ Jadi, berbagai aspek ushwatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw telah disampaikan pada hari ini.
Bersikaplah baik terhadap sanak saudara dalam hal bekerja sama dalam kebaikan; dalam hal nahi munkar; dalam hal menghilangkan saling curiga-mencurigai; dalam hal menjaga prasangka-baik, dan berbagai akhlakul fadillah lainnya di manapun nasehat Hadhrat Rasulullah Saw dapat ditemukan. Sehingga, para abdi yang haqiqi pun dapat menimbulkan inqillab haqiqi di zaman zahiliyah tersebut. Maka pada hari ini pun, jika ada contoh teladan yang dapat diperoleh, tiada lain adalah ushwatun hasanah beliau Saw ini, sehingga, kita pun dapat menjadi penerima berbagai keberkatan Allah Swt dan menghiasi dunia maupun akhirat kita [dengan akhlak fadillah itu].
Perlu banyak berdoa pada hari-hari atau dua hari terakhir di bulan Ramadhan, sesuai dengan faedahnya sebagai bulan takabuliyyatnya doa-doa. Dan juga bagi sisa umur anda sekalian, semoga Allah Taala menjadikan kita sebagai mukmin yang haqiqi, yang mengikuti ushwatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Najat keselamatan tak akan diperoleh dengan hasil usaha sendiri, melainkan dengan karunia Allah Taala. Dan Dia tidak pernah mengubah sunnah yang telah ditetapkan-Nya, yakni dengan cara [menaati firman-Nya]:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
yakni ‘Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku: kemudian Allah pun akan mencintaimu…’; dan juga:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
yakni, ‘Dan, barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya....’ (Q.S. 3 / Al Imran : 86). Semoga Allah Taala memberi taufiq kepada kita sekalian untuk memahami realitas ini. Dan semoga pula Ramadhan yang segera akan berlalu, memberikan pendalaman hikmah. Dan semoga pula kita dapat mengikuti ushwatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw hingga ke bulan Ramadhan berikutnya, dengan menapaki berbagai tujuan yang baru. Amin !
oo0O0oo
MMA/LA/09012012