Monday, June 9, 2014

Maksud dan Tujuan ber-Jalsah Salanah

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
. ’Pada hari ini, dengan karunia Allah Taala, Jalsah Salanah dimulai. Meskipun biasa diduga, bahwa Jalsah Salanah dimulai dengan Acara Pembukaan yang akan diadakan setelah ini, namun sesungguhnya, Khutbah Jumah ini pun merupakan bagian dari Jalsah, maka inilah Pembukaannya itu. Maka merujuk kepada hal tersebut, saya ingin menyampaikan beberapa perkara penting terkait.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Tujuan utama Jalsah Salanah adalah agar berkat penyelenggaraannya, Jama’ah menjadi siap untuk senantiasa meningkatkan ilmu dan pemahaman tentang Tauhid Ilahi. Sehingga sikap takut kepada Allah Taala mulai timbul. Keshalihan dan ketaqwaan terlihat meningkat. Rindu kepada Allah Taala. Sikap silih-asih semakin mengental. Qalbu menjadi lunak dan semakin peduli terhadap satu sama lain. Sikap ukhuwah antar ‘sesama saudara rohani menjadi istimewa sebagaimana digambarkan di dalam Al Quran, "ruhamaa’u-bainahum", yakni, "kasih sayang di antara mereka'’ –
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
(QS. 48 / Al-Fath : 30). Kerendahan hati dan itaat menjadi sikap akhlakiah. Kejujurannya berderajat tinggi sehingga tak dapat ditemukan di tempat lain. Qalbunya senantiasa membara untuk ikut menablighkan Islam ke seluruh pelosok dunia. Setiap saat bersedia untuk mengorbankan jiwa, raga, harta, waktu dan kehormatannya demi untuk melaksanakan tekadnya tersebut pada setiap detik kehidupannya. Maka kita semua yang sudah hadir di sini, hendaknya tiap-tiap jiwa memeriksa keadaan dirinya masing-masing.
Hendaknya disadari, bahwa kita jauh-jauh bersusah-payah untuk ‘datang dan berkumpul bersama di tempat ini. Memang betul sekarang ini banyak sarana [transportasi] yang mudah didapatkan sehingga perjalanan pun tak terasa menyiksa lagi.
Akan tetapi, bagi sebagian orang yang sudah terbiasa dengan segala kemudahan tersebut, tetap terasa beban perjalanannya, sehingga menyadari safar adalah safar. Maka mereka yang sudah ‘datang di Jalsah Salanah ini hendaknya senantiasa ingat kepada semua perkara ini dan menguji diri, apakah sudah mengindahkan dan memenuhi kehendak Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengenai maksud dan tujuan utama ber-Jalsah Salanah. Maka selama Jalsah Salanah berlangsung dalam 3 (tiga) hari mendatang ini, hendaknya setiap peserta senantiasa ingat untuk memprioritaskan pikiran mereka kepada semua perkara mengenai maksud dan tujuan utama ber-Jalsah Salanah, sehingga Jama'ah pun dapat memenuhi kehendak Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Yakni terjadi inqillab haqiqi di dalam kehidupan mereka, sehingga terjadilah suatu revolusi rohani di seluruh dunia. Jika pikiran dan berbagai perbuatan kita tidak bergerak dan tidak berubah sesuai dengan petunjuk ini, maka keikut-sertaan kita di dalam Jalsah Salanah ini pun tiada guna dan tidak mendatangkan faedah.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘[Jalsah] ini bukanlah perhelatan duniawi yang di dalamnya kita ‘datang dan duduk-duduk bersama karib-kerabat lalu menghabiskan waktu dengan berbual-bual. Kemudian ‘datang ke berbagai Bazaar-nya, makan enak, minum kopi atau chae, dan belanja barang-barang Pakistani ataupun Indiani. Bukan itu, sebab hal itu semua dapat diperoleh di tempat lain. Maka dapatkanlah faedah sebanyak-banyaknya dari ber-Jalsah Salanah ini. Ada setengah orang yang mengatakan: Kami sudah menunggu setahun penuh untuk menperoleh berbagai bahan pangan [dari Pakistan atau India itu] dengan mudah dan berharga murah ketika ber- Jalsah...’ Jika demikian tujuan mereka, maka tiada lagi ganjaran pahala dari Allah Taala. Karena semua barang tersebut bisa didapatkan setiap saat di berbagai ‘shopping center’ dengan harga yang kurang lebih sama.
Mereka yang ‘datang ke Jalsah Salanah ini hendaknya tidak bertujuan untuk mendapatkan barang-barang duniawi. Janganlah ‘datang dengan maksud itu. Melainkan, datanglah, silakan ‘datang untuk mendapatkan berbagai khazanah rohaniah yang tak akan dapat diperoleh di berbagai ‘shopping center’ duniawi manapun. Berbagai khazanah rohaniah yang hanya dapat diperoleh di dalam Jalsah Salanah ini adalah khazanah yang sungguh tak ternilai harganya; yang bukan hanya dapat menghilangkan segala bentuk dahaga dan lapar rohani, melainkan, bagi mereka yang berhasil mendapatkan faedah dari berbagai khazanah ini, keadaannya menjadi berubah. Dari yang tadinya papa menjadi yang paling berpunya.
Berbagai khazanah Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang telah dikaruniakan kepada kita, dan dibagi-bagikan [kepada semua orang] selama Jalsah berlangsung melalui berbagai program Acaranya ini – bagi orang Ahmadi yang haqiqi – sekali ia berhasil mendapatkannya, maka ia pun mampu menghilangkan dahaga, lapar dan kepapaan orang lain. Oleh karena itu, adalah kewajiban setiap orang Ahmadi, atau setiap orang yang berpartisipasi di dalam Jalsah ini, jika sebelumnya pemahaman mereka terbatas, ataupun sudah agak memahami maksud dan tujuan utama ber-Jalsah Salanah, kini bentuklah sikap dan pikiran mereka yang sungguh-sungguh sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dan dinasehatkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s..
Kemudian, berusahalah untuk memperoleh faedah yang sebanyak-banyaknya dari Jalsah Salanah ini. Sekarang saya ingin menyampaikan beberapa harapan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. terhadap mereka yang ‘datang ke Jalsah; apa yang beliau kehendaki dari Jama'at, dan orang Ahmadi seperti apa yang beliau ingin saksikan, sehingga segala apa yang beliau sabdakan ini dapat menjadi standar bagi Jama'at. Namun saya akan menyampaikan beberapa tulisan beliau a.s. yang ada di hadapan saya ini tidak secara langsung kata perkata, melainkan ikhtisarnya. Beliau bersabda kepada orang yang ‘datang dan berpartisipasi di dalam Jalsah Salanah, sekaligus menyediakan syllabus [yatbiyyat] untuk dilaksanakan agar dapat menjamin kesejahteraan yang tidak hanya di dunia ini saja, melainkan juga di akhirat nanti.
Menerangkan ayat Al Quran Karim [di dalam Surah Al-Nahl ayat 129] ini:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوا وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
yang artinya, ‘Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan berbuat kebaikan.’ Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Allah Taala tidak ridha [jika amal] tanpa disertai jiwa taqwa. Jika sikap taqwa tak ‘ada, maka Allah pun tak suka. Oleh karena itu tiada tujuan haqiqi bagi seorang mukmin selain daripada untuk mencari keridhaan Allah Swt. Tiada pilihan lain baginya selain menapaki jalan ketaqwaan.
Apakah taqwa itu ? Jalan yang bagaimana jika insan menapakinya mereka pun niscaya akan memperoleh jiwa, dan bagi seorang Ahmadi Muslim mengapa perlu berjalan di atasnya, menjawab semua pertanyaan tersebut, beliau a.s. bersabda: ‘Adalah sangat diperlukan bagi seluruh anggota Jama'at untuk menapaki jalan ketaqwaan, karena mereka semua terkait dengan seorang wujud, dan telah Bai'at kepada orang yang telah mendakwakan diri, bahwa ia diutus oleh Allah Swta. Artinya, engkau akan dapat memperoleh faedah dari pertalian dengan seorang Utusan Ilahi ini jika engkau sudah mampu membebaskan diri dari segala jenis kemudharatan. Sebelum engkau bai'at, engkau tenggelam dalam kesibukan duniawi dengan segala macam kemudharatannya. Namun setelah bai'at, engkau harus membebaskan diri dari segala kemudharatan tersebut, yang tidak akan berhasil jika tanpa disertai dengan jiwa yang taqwa.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. memberikan contoh: ‘Jika seseorang jatuh sakit, namun ia tidak mengobatinya, baik itu sakit ringan maupun berat, tentulah rasa sakit dan deritanya akan terus bertambah. Bahkan kadangkala pengobatannya itu pun menyakitkan, akan tetapi tetap harus dijalani, yang jika tidak, tentulah sakitnya itu akan semakin parah, dan tidak akan pulih kembali. Contohnya, jika pada pipi seseorang ada suatu bercak hitam, ia pun menjadi khawatir, jangan-jangan akan semakin membesar hingga menutupi seluruh wajahnya. Hal ini kadangkala terjadi, dan mereka ‘datang [berobat] kepadaku dengan penuh kekhawatiran tentang hal itu. Maka janganlah menyepelekan suatu kemudharatan kecil, sebab hal itupun dapat menjauhkan dirimu dari taqwa. Kemudharatan kecil tersebut dapat berkembang enjadi dosa besar sehingga membuat qalbumu ditutupi oleh kegelapan. Oleh karena itu, khawatir dan takutlah kepada kemudharatan meskipun kecil, khawatiri dan takutilah ia jika sampai membesar.
Ingatlah, Allah Taala itu disamping Ar-Rahman Ar-Rahim, juga adalah Al-Qahar atau Penakluk, dan juga Al-Muntaqim atau Penghukum para pembangkang, termasuk kepada Jamaah yang berbagai pengakuannya muluk, tetapi prakteknya tidak begitu, sehingga mendatangkan azab Ilahi. Oleh karena itu, adalah kewajiban setiap orang Ahmadi untuk senantiasa meningkatkan contoh praktek kehidupannya yang anda sekalian harus melakukannya. Ini adalah suatu peringatan yang sangat besar, yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah sampaikan kepada kita. Maka selama hari-hari [ber-Jalah] ini, perbanyaklah Salat dan doa sebagaimana Allah telah membuka peluang besar untuk itu, maka perbanyaklah Salat dan doa, sehingga Dia pun berkenan menjadikan kita sebagai insan yang sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Sekarang ini, menyaksikan kondisi kaum Muslimin sedunia, kita pun menjadi lebih takut lagi dimurkai melihat berbagai kelemahan dan kekurangan kita, semoga Allah tidak menjadikan kita sebagai sasaran kemurkaan dan azab-Nya. Yakni, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah memberi kita permisalan: ‘Jika perbuatan buruk sudah dimulai. lalu tercipta jurang yang semakin melebar antara ucapan dengan perbuatan, maka Allah Taala pun akan menghukum kaum yang mengatakan mukmin seperti itu, melalui tangan kaum kafirin. Sejarah menyaksikan kebenaran pernyataanku ini, yakni sudah beberapa kali kaum Muslimin mendapat azab sebagaimana yang dilakukan oleh Jenghis Khan dan juga Hulakhu Khan, meskipun Allah Taala telah menjanjikan kepada mereka untuk menolong dan melindungi mereka.
Mengapa hal ini sampai terjadi, ialah disebabkan meskipun lidah mereka mengucapkan "laa ilaha il-lallaah" namun hati mereka bengkok ke suatu arah yang lain. Perbuatan mereka tenggelam sepenuhnya kepada urusan materi duniawi. Maka jadikanlah hal a untuk bersikap takut dan ngeri. Oleh karena itu, senantiasalah bermawas-diri, sadar dan bersyukur, bahwa semata-mata sifat Rahimiyyat-Nya, Allah Taala memberikan rahmat dan karunianya kepada kita, seorang Mahdi Zamani yang adalah pecinta sejati Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw, ialah Hadhrat Masih Mau’ud a.s. demi untuk meng-inqillab dunia. Kemudian Allah Taala pun melanjutkan sifat Rahmaniyyat dan Rahimiyyat-Nya itu kepada kita berupa taufiq untuk menerima [kebenaran pendakwaan] sang Imam Zaman tersebut. Namun, bila kita tidak mengindahkan hal ini, tentulah – na’udzubillah – kita pun akan terkena konsekwensi hukum alam apabila ucapan dan perbuatan sudah berbeda satu sama lainnya. Oleh karena itu sadari dan periksalah diri, sudah sejauh manakah persesuaian antara ucapan dengan perbuatannya. Dan jika engkau melihat adanya perbedaan di antara keduanya, bersikaplah takut dan prihatin ‘
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Jika hati tak suci, maka betapapun sucinya apa yang diucapkan oleh orang tersebut, tetap tak ‘ada nilainya dalam pandangan Allah Taala. Malah akan mengundang kemurkaan-Nya. Oleh karena itu para anggota Jama'at-ku haruslah memahami, bahwa mereka ‘datang kepadaku laksana lahan subur yang siap ditanami benih unggul sehingga menjadi pohon-pohon rindang penghasil buah-buahan. Maka setiap anggota harap melihat dan memeriksa diri sendiri: ‘Insan macam apa pula aku ini lahir dan batinnya ?’ Jika - na’udzubillah - Jama'at kita ini hatinya yang ada di dalam, dan lidahnya mengucapkan sesuatu yang lain, maka akhir kesudahannya tak baik.
Allah melihat ada suatu Jama'ah yang hatinya kosong dan menafi’kan segala sesuatu namun membuat pendakwaan besar dengan mulut mereka, ketahuilah Dia itu Al-Ghani, [Maha Kaya] Maha Mencukupi. Dia tak mempedulikan jamaah yang seperti itu. Lihatlah sejarah awal Hadhrat Rasulullah Saw yang ada di hadapan matamu. Yakni situasi yang timbul ketika Perang Badar, yang kemenangannya sudah dikhabar-gaibkan. Sudah didambakan adanya kemenangan mutlak [bagi kaum Muslimin]. Akan tetapi Hadhrat Rasulullah Saw tetap menangis-nangis dan mencucurkan air mata dalam doa-doa beliau. Sehingga Hadhrat Abu Bakar Siddiq (r.a) pun bertanya: ‘Ya Rasulullah, jika semua kabar kemenangan dan semua aspek keunggulan telah dijanjikan, apakah masih diperlukan doa-doa yang sedemikian menyayat hati ?’ Hadhrat Rasulullah Saw menjawab: ‘Allah Taala itu Al-Ghani, Maha Mencukupi Diri-Nya Sendiri. Sangat boleh jadi ada beberapa syarat tersembunyi yang menyertai janji-janji kemenangan itu !’
Jadi, inilah derajat ketaqwaan yang tinggi dan contoh teragung dari Hadhrat Rasulullah Saw yang ada di hadapan kita. Maka bila kita dapat memelihara contoh ketaqwaan ini dengan kekhawatiran, lalu berusaha memperoleh karunia dan rahmat Ilahi, maka insyaAllah falah, keberhasilan pun akan didapatkan bagi mereka yang ucapan dan perbuatannya sesuai satu sama lainnya. Adapun gambaran yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah sajikan kepada, yakni contoh penganiayaan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dan Hulakhu Khan – bahkan sekarang pun, jika kita menengok keadaan sekeliling, kita menyaksikan hal yang sama.
Kaum Muslimin tak berdaya. Kehidupan mereka dibentuk dan diberlakukan sesuai dengan apa yang didiktekan, difahami, dan diprasyaratkan oleh pihak lain. Hanya mengikuti rancangan mereka. Melupakan ajaran Al Quran Karim. Di berbagai ‘negara mereka sendiri, demi untuk mempertahankan kursi dan singgasana kekuasaan mereka, mereka pun melakukan keaniayaan terhadap rakyat kecil yang menamakan diri mereka Muslimin..... Mereka membunuhi rakyat mereka sendiri tanpa ‘alasan, pertimbangan ataupun batasan, yang mereka pikir itulah cara untuk menyelamatkan singgasana mereka. Itulah pikiran kacau mereka, yang tentu saja salah, sehingga akan menerima hukuman Allah Taala disebabkan keaniayaan dan kekejaman mereka itu. Dan mereka itu justru akan kehilangan singgasananya.
Di berbagai negara [Muslim] yang pemerintahannya telah digulingkan dan pemerintahan baru tampil dengan mengatas-namakan rakyat, ternyata kondisinya sama saja. Yakni, mereka hanya mengikuti kebijakan keaniayaan dan kekejaman yang sama, sehingga berkonsekwensi melemahkan kekuatan mereka sendiri. Yakni, disadari maupun tidak, mereka itu justru memenuhi keinginan musuh mereka sendiri. Oleh karena itulah kaum Muslimin menjadi lemah, dan tetap lemah, sehingga musuh mereka pun tetap dapat menguasai berbagai sumber alam mereka. Doakanlah, semoga Allah Taala mengaruniai akal sehat dan bijaksana kepada kaum Muslimin.
Sekarang saya kembali kepada topic bahasan mengenai derajat ketaqwaan yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. ingin saksikan dari mereka telah menerima kebenaran beliau, serta petunjuk beliau yang dengan cara mengikutinya derajat ketaqwaan pun akan dapat diperoleh. Sebagaimana beliau a.s. telah sabdakan, fondasi haqiqi untuk memperoleh derajat yang istimewa ini, tolok ukurnya adalah ketaqwaan itu sendiri.. Perkenankan saya mengembangkan lebih lanjut mengenai pembahasan perkara ini.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Senantiasalah melihat dan memeriksa diri sudah sejauh mana kita maju dalam ketaqwaan dan takut kepada Allah….yang tolok ukurnya adalah Al Quran Karim. Karena di dalamnya Allah Taala telah mengemukakan, dari berbagai tanda seorang muttaqi, adalah insan yang semakin kental dalam ketaqwaannya akan semakin terbebaskan dari perburuan nafsu duniawi. Sehingga Allah pun menjadi Penjamin segala keperluannya. Mencukupi diri mereka, sebagaimana telah difirmankan-Nya [di dalam ayat 3 dan 4 Surah 65 / Al-Thalaq]:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
yakni, ‘…..Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah — maka Dia pun akan memberi baginya suaty jalan keluar, [65:3]... ‘Dan Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari mana tidak pernah ia menyangka…...’ Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pun bersabda: ‘Ciri lainnya dari seorang yang muttaqi adalah, Allah Taala membebaskan dirinya dari ketergantungan prasarana dan cara duniawi yang tak menjamin, kering dan hampa. Misalkan seorang pemilik toko yang berpendapat bahwa perniagaannya tak akan untung jika tidak menipu, berdusta dan curang. Oleh karena itu ia pun terus-terusan begitu, yang adalah tidak benar ... Sebab, bagi mereka yang sungguh-sungguh bertaqwa, Allah Sendiri yang akan menjadi Wali dan Penjamin serta menyelamatkan diri mereka dari perbuatan munkar tersebut.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Ingatlah, orang yang meninggalkan Allah Swt, maka Dia pun akan meninggalkannya juga. Dan jika Allah Ar-Rahman maka sadarilah, bahwa Syaithan pun akan mengikatnya. Maka setiap orang Ahmadi harus berusaha mencapai derajat siddiqiyah dan lurus dalam setiap tahapannya.\ Contohnya, adalah sekarang ini banyak orang Ahmadi yang ‘datang ke berbagai Negara Europa untuk mendapatkan status ‘asylum’ yang adakalanya ada beberapa orang yang berdusta, padahal harus menyampaikan hal yang benar. Yakni, permohonan yang diajukan kepada petugas, situasi dan kondisi yang dihadapi kaum Ahmadi di Pakistan, sudah cukup memberikan dampak [yang positif].
Saya menasehati mereka semua agar jangan sampai membuat pengacara mereka membuat kisah yang mengada-ada dan tidak benar. Sampaikanlah segala apa yang tuan-tuan rasakan dan berbagai kondisi nyata [terjadi], itulah mereka yang sudah berhasil. Adalah fakta yang sudah tidak diragukan lagi, kaum Ahmadi di Pakistan banyak menghadapi berbagai penganiayaan dan penindasan. Tak ‘ada orang yang dapat membantahnya. Malah sekarang ini penganiayaan tersebut sudah meningkat lagi ke batas yang extrim. Sehingga, jika semua kisah penderitaan tersebut disampaikan apa adanya, tanpa dibuat-buat, lalu berserah diri kepada Allah Al-Ghani, maka niscaya tujuannya pun akan tercapai.
Mayoritas masyarakat bangsa ini umumnya memiliki sifat welas-asih, ikut merasakan merasakan derita orang lain, lalu berusaha untuk membantu. Maka kita pun haruslah berusaha dalam setiap langkahnya bersandar kepada kebenaran.