Thursday, June 5, 2014

MENGHIDUPKAN KEMBALI SEMANGAT WAQAFIN NAU

اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ ملِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْ عَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ ۖ وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya: Ingatlah ketika perempuan Imran berkata : Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menazarkan kepada Engkau apa yang ada didalam kandunganku untuk berkhidmat. Maka terimalah itu dari-ku, sesungguhnya, hanya Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Ali Imran: 36)


فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya : Dan ketika anak itu telah berusia cukup untuk dapat berlari-lari bersama dia, berkatalah ia, Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat mimpi bahwa aku menyembelihmu sebagai kurban. Maka pikirlah apa pendapatmu? Ia berkata, Hai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapatiku diantara orang-orang yang sabar. (As Saffat: 103)
Artinya: Dan hendaklah ada diantaramu segolongan orang yang mengajak manusia kepada kebajikan, dan menyuruh kepada kebaikan dan melarang terhadap keburukan. Dan mereka itulah orang-orang yang berjaya.(Ali Imran: 105) Artinya: Dan, tidak mungkin bagi orang-orang mukmin keluar semuanya. Maka mengapa tidak keluar dari setiap golongan mereka satu rombongan supaya mereka memperdalam ilmu Agama dan agar mereka memperingatkan kaum mereka, apabila kembali kepada mereka supaya mereka takut dari kesesatan. (At Taubah: 122) Ayat-ayat yang saya tilawatkan ini dari Surah Ali Imran, surah At Taubah dan surah As Saffat, didalamnya diterangkan tentang keinginan seorang Ibu, pelaksanaan tarbiyyat yang benar kedua orang tua terhadap anak mereka, meningkatkan semangat berkurban pada jiwa anak-anak dan mempersiapkannya untuk itu dan pentinya waqaf zindegi. Apa gerangan maksud semuanya itu? Didalam ayat pertama dari Surah Ali Imran dijelsakan keinginan seorang Ibu untuk mewaqafkan anaknya dijalan Agama dan berdoa’a agar Allah swt mengabulkannya. Kemudian didalam Surah As Saffat ayat 103 dijelaskan tentang persiapan seorang Bapak untuk mengurbankan seorang anak di jalan Allah, memberi tarbiyyat dan mendidik anak agar selalu rela melakukan setiap pengurbanan dijalan Allah Ta’ala. Didalam melakukan tarbiyyat sang ayah menghubungkan anaknya dengan usaha mencari keridhaan Allah Ta’ala. Sang anak berkata: Wahai ayah, pasti ayah akan mendapatkan ananda selalu siap mengurbankan apapun di jalan Allah Ta’ala. Dan bukan hanya siap untuk berkurban bahkan ayah akan menjumpai ananda sebagai teladan yang luhur didalam menegakkan kesabaran dan istiqamah. Kemudian didalam surah Ali Imran ayat 105 dijelaskan mengenai golongan orang-orang yang berusaha menyebar luaskan kebaikan dan melarang manusia dari perbuatan jahat. Sebab hal itulah yang membuat manusia berjaya didalam menjalani kehidupan yang diridhai Allah Ta’ala. Selanjutnya ayat ke-empat yang saya tilawatkan dari surah At Taubah ayat 122 dijelaskan bahwa untuk mengenal kebaikan dan keburukan sangat diperlukan untuk memiliki iman dan memahami ilmu Agama. Ilmu agama terkandung didalam Kitab Syari’at yakni Kitab Suci Al Qur’an, sebab Allah swt berfirman : Artinya : Dan telah Ku-sukai bagimu Islam sebagai Agama.(Al Maidah:4) Maka untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala itu memahami Al Qur’anul Karim sangat diperlukan sekali. Dan tujuan mengikuti semua yang telah dijelaskan diatas, tiada lain agar kalian menjadi penyelamat dunia dari kebinasaan. Dan demi menyempurnakan maksud tersebut diatas Allah swt telah mendirikan Jema’at Ahmadiyyah dengan mengutus Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. kedunia. Inilah Jema’at, inilah Organisasi yang kaum wanitanya memanjatkan do’a sebelum kelahiran anak-anak mereka dengan penuh semangat sambil berkata : Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menazarkan kepada Engkau apa yang ada didalam kandunganku untuk berkhidmat. Maka terimalah itu dari-ku. (Ali Imran 36) Sekarang layangkanlah pandangan, maka akan nampak bahwa selain dari para wanita Ahmady tidak ada wanita-wanita lain yang memanjatkan do’a bagi anak-anak mereka sebelum kelahiran mereka itu dengan penuh semangat untuk mewaqafkan dan mengurbankan anak-anak mereka di jalan Allah Ta’ala dan memohon agar Allah Ta’ala mengabulkannya. Tidak akan kita jumpai seorang wanitapun selain dari para wanita Ahmady, baik yang tinggal di Pakistan, di India, di Asia, Africa, Eropah, America, Australia atau di Negara-negara Kepulauan Pacific Selatan yang dengan semangat menyerahkan putera-puteri mereka kepada Khalifa-e-waqt demi menggalang kewajiban-kewajiban yang sangat penting kemudian mereka memanjatkan do’a agar Allah Ta’ala mengabulkannya.Yang memanjatkan do’a seperti itu di atas dunia ini hanyalah para wanita Ahmady semuanya. Mereka takut kalau-kalau Khalifae waqt tidak menerima permohonan mereka itu. Semangat seperti tidak bisa timbul di manapun juga sebab hanya inilah satu-satunya Jema’at yang tinggal bersama Khilafat yang telah Allah Ta’ala tegakkan melalui Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. pencinta haqiqi Rasulullah saw. Tidak hanya sampai disitu, didalam Jema’at Ahmadiyyah terdapat juga Bapa-bapak yang memberi tarbiyyat terhadap anak-anak mereka semata-mata untuk mempersiapkan agar anak-anak mereka selalu siap menyerahkan setiap jenis pengurbanan di jalan Allah Ta’ala. Kemudian apabila telah mencapai usia dewasa anak-anak itu menulis surat kepada Khalifae Waqt dan mengatakan bahwa janji pertama adalah janji kedua Ibu-Bapa saya dan janji kedua adalah janji saya sendiri. Sekarang kemanapun Hudhur hendak mengirim saya untuk menghadapi pengurbanan, kirimlah, saya selalu siap untuk itu. Hudhur akan menjumpai saya diantara orang-orang yang sabar dan istiqamah dan Hudhur tidak akan menjumpai saya diantara orang-orang yang terbelakang didalam memenuhi janji kedua orang tua saya. Inilah anak-anak yang disebut para pengikut setia dari Ummat Nabi Muhammad saw dan yang menyempurnakan kewajiban mereka sebagai Ummat Nabi Muhammad saw. Tarbiyyat Ibu Bapak dan fitrat suci sang anak telah mengajar mereka aspek-aspek kewajiban terhadap Allah Ta’ala dan mengajar standar kewajiban terhadap sesama ummat manusia. Dan mereka memiliki semangat serta keinginan keras untuk memahami ajaran-ajaran Agama dan juga menaruh perhatian untuk menerapkannya didalam kehidupan mereka sendiri. Dan seiring dengan itu timbul pula didalam kalbu mereka semangat yang membara untuk menablighkan Islam dan mengkhidmati insaniyyat. Ingatlah selalu bahwa Bangsa yang hidup dan Bangsa yang meraih kemajuan, tidak pernah membiarkan mati terhadap semangat, pikiran dan terhadap penyempurnaan janji-janji itu. Demi menyegarkan semangat itu semua mereka selalu mengkaji dan mengulang-ulangnya. Apabila timbul kemalasan mereka segera membuat program untuk mengatasinya. Dan kedudukan Khilafat sesuai dengan perintah Allah swt dari waktu kewaktu mengingatkan para anggota Jema’at, supaya derap langkah kemajuan Jema’at jangan sampai menjadi berkurang. Untuk menyebarkan amanat Allah Ta’ala keseluruh dunia selalu siap rombongan demi rombongan. Sebagaimana sungai-sungai terus menerus mengalirkan arusnya demi mengairi ladang agar menjadi hijau dan subur. Demikian juga kelompok demi kelompok orang-orang yang berkhidmat kepada Agama terus-menerus menumbuhkan kesuburan ruhani manusia. Para petani di kawasan lahan pertanian yang menggunakan air dari irigasi akan mengetahui apabila pintu saluran irigasi itu ditutup sebelum semua tanaman mendapatkan siraman air secukupnya maka pintu air irigasi itu harus dibuka kembali dari permulaan. Hal itu akan menyebabkan tersia-sianya waktu dan juga air. Sama halnya dengan tugas tabligh jika tidak dilakukan secara tetap atau tidak tersedia tenaga untuk melaksanakan tugas maka akan timbul hambatan-hambatan dalam pelaksanaan tarbiyyat maupun tabligh. Maka Allah Ta’ala berfirman : Dari setiap Kaum harus ada segolongan orang yang selalu siap setiap waktu untuk menyebar luaskan amanat Allah Ta’ala sehingga tidak pernah mengalami kekosongan atau kesenjangan. Jadi, pada hari ini saya ingin mengingatkan kembali tentang Waqafe Nau yang telah dimulai oleh Hadhrat Khalifatul Masih lV r.h. dengan harapan dan disertai dengan do’a agar kelompok orang-orang yang berkhidmat kepada Agama selalu tersedia setiap waktu. Atau siraman air tidak akan mengalami kekeringan. Para tenaga penterjemah literatur juga akan selalu tersedia bagi Jema’at. Bagi pelaksanaan tabligh dan tarbiyyat juga akan selalu tersedia tenaga dalam jumlah yang besar. Dan untuk menjalankan administrasi lain didalam Nizam Jema’at akan selalu tersedia tenaga para Waqifin setiap waktu. Maka hal itu semua harus selalu diingat oleh kita. Setelah menyerahkan anak-anak kepada Jema’at Ibu-Bapak mereka juga tidak boleh melepaskan diri dari kewajiban mereka. Sekalipun semangat menyerahkan anak menjadi Waqafin Nau patut mendapat pujian. Setiap tahun diterima ribuan permohonan untuk Waqafin Nau, akan tetapi setelah menyerahkan anak-anak menjadi Waqafin Nau tanggung jawab kedua Ibu-Bapak juga semakin bertambah. Mempersiapkan anak-anak untuk maksud-maksud yang khas yang akan menyelamatkan dunia dari kehancuran, yang paling pertama berusaha untuk mempersiapkannya adalah kedua Ibu-Bapak mereka. Dengan mengurbankan waktu untuk anak-anak sambil menunjukkan teladan pribadi mereka sendiri kepada anak-anak, yang paling utama adalah, mereka harus menjalinkan hubungkan anak-anak dengan Allah Ta’ala. Untuk menanamkan pentingnya Nizam Jema’at didalam pikiran anak-anak dan membuat mereka selalu siap sedia menyerahkan pengurbanan bagi Nizam Jema’at, anak-anak harus diberi tarbiyyat semenjak mereka masih kecil agar pikiran mereka tidak tercurah kepada perkara lain. Supaya apabila mereka telah mencapai usia untuk mengambil bagian didalam kegiatan Waqafi Nau, pikiran mereka sudah mantap bahwa kehidupan mereka hanyalah untuk berkhidmat terhadap Agama. Dan harus ditanamkan didalam benak anak-anak sebanyak-banyaknya bahwa maksud kehidupan mereka semata-mata untuk menghasilkan ilmu-ilmu Agama. Jumlah anak-anak Waqafin Nau yang masuk Jamia Ahmadiyya harus banyak sekali. Akan tetapi jumlah yang sampai kepada saya selain Pakistan semua Negara sangat sedikit sekali anak-anak Waqafin Nau yang masuk Jamia Ahmadiyya. Dengan karunia Allah Ta’ala pada waktu ini terdapat 1033 mahasiswa Waqafin Nau di Jamia Ahmadiyyah Pakistan. Di India jumlah yang masuk kepada saya ada 93 mahasiswa Waqafin Nau Jamia Ahmadiyya India. Saya ragu jumlah ini nampaknya tidak benar mungkin terdapat kesalahan pada Departemen Waqafin Nau, jumlahnya harus lebih banyak dari itu. Jumlah angka yang benar harus dimintakan lagi dari India berapa anak Waqafin Nau yang sedang belajar di Jamia Ahmadiyyah. Di Germany, sesuai dengan laporan bulan Juni 2012 terdapat 70 orang Siswa, sekarang mereka mempunyai 80 Siswa termasuk para Siswa dari Negara-negara Eropah lainnya. Di Canada terdapat 55 orang Siswa, sekarang mungkin sudah bertambah lagi termasuk para Siswa dari America. UK mempunyai 120 orang Students, jumlah ini mungkin sudah bertambah lagi. Disini juga termasuk para Student yang datang dari Negara-negara Eropah lainnya. Di Ghana Jamia baru sudah dibuka yang menyediakan pendidikan level Syahid. Disana terdapat 12 orang Students dan di Bangladesh terdapat 23 Student. Jumlah students seluruhnya adalah 1400 sedangkan total Waqafin Nau laki-laki mendekati jumlah 28.000 orang. Dihadapan kita terdapat medan khidmat yang membentang luas keseluruh dunia, termasuk Asia, Africa, Eropah, America, Australia dan Negara-negara Kepulauan, Tabligh kita harus sampai kesetiap penjuru dunia. Bukan hanya sampai kesetiap Benua, setiap Negara atau setiap kota, bahkan kita harus sampai kesetiap kampung, bahkan kita harus menyampaikan keindahan ajaran Islam kepada setiap orang. Untuk melaksanakan pekerjaan ini tidak cukup dengan jumlah muballighin yang sedikit. Anak-anak bersemangat dan merasa gembira ketika mereka masih kecil sebagai anak-anak Waqafin Nau. Diwaktu masih kecil mereka merasa gembira sekali. Akan tetapi di Negara-negara Eropah ini disebabkan kurangnya perhatian dari Ibu-Bapak mereka, karena pengaruh tensi pendidikan duniawi, atau disebabkan seringnya bergaul dengan teman-teman mereka, perhatian terhadap Jamia mereka tinggalkan demi meraih pendidikan duniawi. Diwaktu kecil kebanyakan mengatakan ingin masuk Jamia namun apabila sudah lulus GSCE/sekolah menengah perhatian mereka berubah. Kebanyakan pikira anak-anak memiliki kecenderungan kearah suatu mata pelajaran yang semenjak kecil dapat dipantau. Mereka memiliki hobbi terhadap suatu mata pelajaran tertentu, misalnya terhadap sains (science). Otaknya sangat menguasainya dengan baik. Ia harus dibimbing dan diarahkan terhadap mata pelajaran itu. Akan tetapi setelah lulus dari pendidikan menengah disebabkan adanya pengaruh pergaulan, kebanyakan dari mereka secara serampangan memilih mata pelajaran yang berbeda mengikikuti orang lain. Banyak anak-anak yang berjumpa dengan saya dan sayapun bertanya kepada mereka, dan mereka pun belum tahu atau belum mempunyai suatu cita-cita didalam pikiran mereka padahal mereka telah sampai kelas sepuluh atau di USA dan Australia disebut Grade 10. Maka jika tarbiyyat Ibu Bapak sejak awal permulaan ditanamkan didalam pikiran mereka bahwa mereka itu anak-anak Waqafin Nau dan apapun yang mereka miliki adalah milik Jema’at tentu mereka akan mampu berpikir kearah yang benar dan akan timbul perhatian untuk meminta bimbingan Pusat atau Jema’at didalam memilih subject yang akan mereka tempuh. Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya bahwa sekarang hanya didalam Jema’at Ahmadiyyah terdapat Ibu Bapak yang mewaqafkan anak-anak mereka dengan penuh semangat dan mereka melakukan tarbiyyat juga dengan semangat dan penuh kecintaan agar anak-anak mereka menjadi para pengkhidmat Jema’at dan penegak ruh atau spirit Waqaf. Akan tetapi kami dapat mengatakan bahwa sebagian besar Orang Tua yang mengirimkan anak-anak mereka untuk Waqafin Nau tidak memberi perhatian khas terhadap tarbiyyat seperti itu. Maka Ibu Bapak yang mengirimkan anak-anak mereka untuk Waqafin Nau harus mengadakan peninjauan kembali sampai dimana mereka berusaha memelihara dan memperindah cendremata Waqaf itu sebelum diserahkan kepada Jema’at dan seberapa jauh mereka telah memenuhi kewajiban-kewajiban mereka. Mereka yang tinggal dinegeri-negeri yang terdapat kebebasan disegala aspek kehidupan sangat perlu sekali menaruh perhatian dan memberi bimbingan secara khusus. Demikian juga dinegara-negara miskin Asia dan Africa para Orang Tua jangan lengah mengawasi anak-anak yang telah mereka Waqafkan, kewajiban terletak diatas pundak kedua Ibu Bapak untuk berusaha mengawasi mereka secara khusus. Saya memberi nasihat kepada para Waqifin Nau yang telah berusia 12 atau 13 tahun bahwa mereka harus mulai berpikir tentang diri mereka dan harus merenungkan pentingnya nilai diri mereka. Jangan cukup hanya merasa diri mereka sebagai Waqifin Nau. Mereka akan menghargai pentingnya kedudukan diri mereka apabila mereka telah memahami betul tujuan mereka dan apa yang harus mereka hasilkan, maka tentu akan timbul perhatian terhadap hal itu. Bagi para Waqafin Nau yang berusia 15 atau 16 tahun harus mempunyai kesadaran yang lebih baik lagi terhadap pentingnya diri mereka dan terhadap tanggung jawab mereka. Didalam ayat-ayat yang telah saya tilawatkan itu tidak hanya menjelaskan tentang keinginan dan tanggung jawab Orang Tua atau Nizam Jema’at bahkan perhatian anak-anak juga telah diingatkan. Perkara pertama yang harus diingat oleh setiap anak Waqafin Nau adalah bahwa sebelum anak itu lahir Ibunya telah mempunyai keinginan untuk mewaqafkannya demi maksud dan tujuan yang sangat penting. Kemudian ia banyak memanjatkann do’a juga dengan sangat merendahkan diri agar keinginannya itu sempurna. Maka anak-anak Waqafin Nau harus menghargai keinginan dan do’a kedua Orang Tua, sebab sang Ayah juga ikut bagian dalam hal itu, dan harus berusaha membuat diri mereka anak-anak yang tepat diwaqafkan dijalan Allah Ta’ala. Hal itu akan terwujud apabila seseorang berusaha membuat perkataan dan amal perbuatan-nya atau pikiran dan hati-nya selaras dengan kehendak Allah Ta’ala. Perkara kedua adalah oleh karena kedua Ibu Bapak telah berbuat banyak sekali kebaikan terhadap anak-anak Waqafin Nau, mereka harus memanjatkan do’a bagi kedua Orang Tua itu semoga Allah Ta’ala mengasihani mereka, dan harus menghargai setiap langkah yang mereka lakukan dalam memberi tarbiyyat kepada mereka. Harus timbul realisasi bahwa usaha yang dilakukan oleh kedua Ibu Bapak demi menyempurnakan janji, sayapun menjadi bagian dari padanya. Harus menerima tarbiyyat mereka dengan hati senang dan tidak akan membiarkan janji kedua orang tua menjadi gagal. Seorang Waqafin Nau harus betul-betul merasakan pentingnya mendahulukan urusan Agama dari pada kepentingan dunia dan harus menyatakan didalam hati bahwa janji ini akan saya utamakan untuk memenuhinya dengan sungguh-sungguh. Perkara yang ketiga; berjanji akan berlaku sabar dan istiqamah dalam menghadapi setiap jenis pengurbanan demi meraih keridhaan Allah Ta’ala. Sekalipun dimasa kesusahan dan kesulitan yang sangat keras saya akan tetap mempertahankan janji Waqaf saya. Tidak ada kesenangan dunia yang akan menggelincirkan janji saya. Sekarang dengan karunia Allah swt banyak sekali karunia Tuhan turun kepada Jema’at ini. Dimasa Khilafat Saniah banyak sekali peristiwa dimana keadaan kewangan Jema’at sangat sulit sekali di Qadian sehingga tunjangan pokok (basic allowance) pun tidak dapat dibayar penuh kepada pegawai Jema’at untuk beberapa bulan lamanya. Begitu juga pada awal permulaan setelah hijrah ke Rabwah keadaan seperti itu berulang muncul kembali, namun dari antara para Waqifin Zindegi pada waktu itu tidak pernah ada yang mengeluh lalu meninggalkan pekerjaan-nya. Bahkan pada tahun 1970 dan 1980 di beberapa Negara Africa juga mengalami keadaan yang sama seperti itu dan sangat sulit sekali sehingga allowance yang diterima dari Jema’at sangat sedikit hanya cukup untuk lima belas hari saja. Para Waqifin setempat mungkin bisa bertahan dengan makan hanya satu kali saja dalam sehari mengingat tunjangan hanya sedikit sekali. Namun mereka tetap mempertahankan janji Waqaf mereka dan tugas tabligh tidak pernah mereka tinggalkan. Perkara ke-empat meningkatkan kemampuan dan berusaha membuat diri mereka termasuk golongan orang-orang yang menyebarkan amal kebaikan dan mencegah manusia dari kejahatan. Menegakkan teladan akhlaq yang tinggi dengan meningkatkan akhlak pribadi. Apabila teladan yang baik telah ditegakkan maka amal perbuatan yang baikpun akan dapat dilakukan dan akan terpelihara dari perbuatan jahat atau dosa, maka dengan sendirinya perhatian manusiapun akan tertarik kepadanya. Perkara kelima, untuk dapat mengenal kebaikan dan keburukan harus berusaha memperoleh pengertian dan pemahaman Kitab Suci Alqur’an dan Hadis-Hadis Rasulullah saw dan membaca Kitab-kitab Hadhrat Masih Mau’ud a.s. serta membaca nasihat-nasihat beliau a.s. Setiap waktu harus berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan Agama. Para siswa yang belajar di Jamia Ahmadiyyah diberi pendidikan Agama, akan tetapi setelah lulus dari sana jangan menganggap bahwa ilmu mereka telah cukup, melainkan mereka harus selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan Agama lebih banyak lagi. Sangat berguna sekali apabila manusia banyak berusaha memahami ilmu pengetahuan Agama sehingga ilmu pengatahuannya akan selalu segar. Air segar akan selalu mengalir dari padanya. Begitu juga mereka yang tidak belajar di Jamia harus terus-menerus membaca Literatur Jema’at. Bukan berarti bahwa anak-anak Waqafin Nau yang belajar disekolah-sekolah dunia tidak memerlukan pendidikan Agama. Seberapa banyak literature dapat diperoleh harus dibaca dan dipelajari, terjemah dan tafsir Al Qur’anul Karim juga haris dipelajari dengan penuh perhatian. Buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa mereka harus dibaca dengan penuh perhatian. Perkara ke-enam apa yang telah diperintahkan oleh Tuhan harus banyak diperhatikan oleh anak-anak Waqafin Nau, yaitu secara amaliah terjun kemedan tabligh. Sekarang Waqafin Nau perempuan mengajukan complain mengapa tidak ada Jamia untuk mereka. Yakni mereka tidak dapat memperoleh ilmu pengetahuan Agama. Sebagaimana telah saya katakana, jika mereka belajar sendiri tentu mereka akan tertarik untuk melakukan Tabligh sesuai kemampuan mereka dan akan selalu mendapat kesempatan untuk tabligh dilingkungan mereka sendiri. Dengan cara demikian ilmu pengetahuan Agama mereka akan semakin bertambah. Apabila telah memperoleh kesempatan tabligh maka dengan sendirinya mereka akan mempersiapkan diri dengan membaca literature Jema’at. Dengan demikian jalan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan Agama timbul dengan sendirinya. Maka medan tabligh selalu terbuka bagi setiap orang. Dan Waqafin Nau harus terjun dan melompat kemedan Tabligh itu. Mereka harus selalu mengambil bagian didalam kegiatan tabligh dengan penuh semangat. Dan harus mengambil bagian sambil berfikir bahwa saya tidak akan tinggal tenang sebelum dunia dibawa kebawah naungan Bendera Hadhrat Rasulullah saw. Dan semangat yang membara seperti itulah yang membawa perhatian kearah meningkatnya Ilmu pengetahuan Agama dan perhatian terhadap tabligh juga akan selalu meningkat. Perkara ke-tujuh, setiap Waqafi Nau harus selalu ingat secara khusus bahwa ia termasuk kedalam kelompok orang-orang waqaf zindegi yang bertugas untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran. Jika Waqafi Nau mempunyai ilmu dan memperoleh kesempatan juga untuk berkhidmat namun jika tidak mempunyai semangat kecintaan yang sungguh-sungguh untuk menyelamatkan dunia, perasaan hati tidak terpanggil untuk menyelamatkan insaniyyat dari kehancuran, maka usaha yang harus dilakukan dengan perasaan cinta kasih itu tidak akan mendapat berkat. Maka setiap orang yang mempunyai perasaan cinta kasih untuk menyampaikan amanat Allah swt akan memanjatkan do’a-do’a dengan perasan hati perih dan pilu. Dan do’a yang dipanjatakn dengan hati yang perih dan pilu itu akan membawa kejayaan didalam maksud dan tujuan kita. Insya Allah!! Oleh sebab itu setiap orang harus ingat betul bahwa wawasan do’a-do’a kita tidak terbatas hanya untuk lingkungan sendiri. Do’a-do’a kita harus mengalir kesemua penjuru sehingga seorangpun tidak ada yang mahrum dari karunia yang Tuhan turunkan kepada kita dimasa ini. Maka do’a-do’a kita tidak dapat dipanjatkan tanpa disertai perasaan hati yang perih dan pilu. Hal itu semua dan renungan seperti itu harus tertanam didalam kalbu para Waqafin Nau hakiki dan para Waqifin Zindegi yang sejati. Tanpa itu semua tidak ada harapan untuk meraih kemenangan. Tanpa itu semua para Waqafin Nau dan para Waqifin Zindegi hanya menyandang nama belaka, tidak mempunyai khasiyat apapun. Hanya mengambil titel saja bukan maksud dan tunjuan kita dan bukan pula tujuan kedua Orang Tua yang telah mengurbankan anak-anak mereka di jalan Allah swt. Maka sebagaimana telah saya katakan bahwa kedua Orang Tua juga dan para Waqafin Nau juga harus menyempurnakan kewajiban-kewajiban mereka. Saya ingin mengingatkan kembali bahwa untuk menyebar luaskan agama keseluruh penjuru dunia diperlukan Ilmu Agama. Dan Ilmu ini sebanyak-banyaknya dapat diperoleh dari sebuah lembaga yang maksud dan tujuannya hanya mengajarkan Ilmu Agama. Dan Lembaga ini didalam Jema’at Ahmadiyya disebut Jamia Ahmadiyyah. Sebagaimana telah saya katakan bahwa sekarang Jamia Ahmadiyya tidak terbatas hanya ada di Pakistan atau di Qadian saja melainkan di UK, di German, di Indonesia, Canada dan di Ghana juga. Sebuah Jamia baru telah dibuka di Ghana untuk mencetak para Muballighin level Syahid. Sebelumnya disana sudah ada Jamia namun hanya untuk mempersiapkan tenaga Muallimin dalam waktu tiga tahun. Sekarang Jamia yang baru di Ghana akan mempersiapkan tenaga Muballighin level Syahid untuk berkhidmat di semua Jema’at Ahamdiyyah diseluruh Africa. Di Bangladesh juga sekarang sudah ada Jamia Ahmadiyyah. Pekerjaan tabligh sangat besar dan luas sekali. Pelaksanaannya akan dapat dilakukan lebih baik oleh para Muballighin yang terlatih. Oleh sebab itu harus diusahakan agar sebanyak-banyaknya jumlah para Waqafin Nau belajar di jamia. Dengan jumlah bilangan siswa Jamia yang telah disebutkan sebelumnya kita tidak akan mempunyai Muballighin disetiap tempat sekalipun dalam jarak waktu yang cukup lama. Sebelum kita memiliki Muballighin atau Mu’allimin yang bekerja full time sangat sulit sekali untuk mengadakan perobahan secara revolusioner atau melancarkan pekerjaan tabligh secara revolusioner. Telah diterima laporan dari Jema’at diseluruh dunia sampai 12 Juli 2012, terdapat 25.000 anak-anak Waqfe Nau yang berumur sampai 15 tahun, 16.988 diantaranya adalah laki-laki. Jumlah anak-anak Waqfe Nau di Pakistan terdapat 10.687 orang, German 1.887 anak laki-laki dan 1.155 anak perempuan. Di U.K. jumlah anak laki-laki Waqafe Nau 918 orang dan perempuan 880 orang, jumlahnya 1.788 orang. Sedangkan jumlah siswa Jamia dikedua Negara ini sangat sedikit sekali sekalipun dengan jumlah para siswa dari Negara-negara Eropah lainnya yang belajar di Jamia. Demikian juga jumlah siswa Jamia Canada termasuk para siswa dari America hanya sedikit. Sedangkan Jema’at menuntut lebih banyak lagi jumlah tenaga Muballighin. Mereka harus mempersiapkan anak-anak Waqfe Nau yang belajar di Jamia Ahmadiyya sebanyak-banyaknya. Di Canada dan USA anak-anak Waqafe Nau berumur 15 tahun sebanyak 800 orang. Jika semua anak-anak ini dipersiapkan untuk Jamia maka dua tahun mendatang Siswa Jamia akan memperoleh jumlah yang cukup besar. Para siswa lulusan Jamia bukan hanya menjadi Muballighin atau Murabbiyan saja. Setelah menghasilkan Ilmu pengetahuan Agama mereka dapat dipersiapkan untuk menterjemahkan Buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. juga. Setelah tamat Jamia mereka dapat dididik menjadi tenaga-tenaga sepecialist Bahasa-bahasa juga. Anak-anak Waqafe Nau yang tidak masuk Jamia juga harus berusaha mempelajari Bahasa-bahasa. Sehubungan dengan Bahasa-bahasa Hadhrat Khalifatul Masih lV r.h. telah bersabda bahwa setiap orang harus menguasai sekurang-kurangnya 3 Bahasa, yaitu Bahasa sendiri, Bahasa Urdu dan Bahasa Arab. Bagaimanapun Bahasa Arab harus dipelajari untuk membaca dan memahami Tafsir Alqur’an dan Buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. serta sejumlah besar buku-buku yang ditulis didalam Bahasa Arab. Selama Bahasa Arab tidak dikuasai maka Alqur’anpun tidak akan dapat diterjemahkan dengan tepat dan benar. Bahasa Urdu juga sangat diperlukan untuk mendapat pemahaman yang benar dari Buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. yang ditulis didalam Bahasa Urdu. Sebab Tafsir-tafsir beliau, buku-buku beliau, tulisan-tulisan beliau a.s. adalah Khazanah yang dapat membangkitkan revolusi pengetahuan dunia dan dapat menjelaskan ajaran Islam yang hakiki kepada dunia. Dan Tafsir hakiki dari Kitab Suci Alqur’an dapat dijelaskan kepada dunia. Pada suatu ketika Jema’at menghadapi kesulitan dalam pekerjaan terjemah. Sekarang juga kesulitan masih dirasakan. Namun sekarang sampai batas-batas tertentu sudah mulai dapat diatasi. Para siswa Jamia dari berbagai Negara sudah mulai menterjemahkan buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan buku-buku karya Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. Dan para superviser menilai terjemahan mereka cukup baik dan bermutu. Sekalipun mutunya belum optimal namun dapat ditingkatkan untuk lebih indah. Akan tetapi ini baru beberapa orang siswa saja yang diberi tugas untuk menterjemahkannya. Jema’at sangat memerlukan pakar-pakar Bahasa sebanyak-banyaknya. Para Waqafe Nau harus banyak menaruh perhatian kearah tersebut. Jika selain dari siswa Jamia ada yang mempunyai kemahiran dalam suatu Bahasa, maka sebagaimana telah saya katakan, ia harus menaruh perhatian untuk mempelajari Bahasa Urdu dan bahasa Arab juga. Tanpa itu maksud dan tujuan untuk meningkatkan kemahiran Bahasa-bahasa tidak dapat terpenuhi. Banyak orang yang mengajukan keberatan atau complain terhadap Jamia Ahmadiyya. Katanya pelajaran disini yakni di German atau dibeberapa tempat tidak bermutu. Semua tuduhan atau complain itu semata-mata tidak berdasar, tidak bisa dipertanggung jawabkan. Mereka mengira, didalam complainnya itu, setelah lulus dari Jamia mereka tidak bisa bercakap Bahas Arab. Atau percakapan Bahasa Arab mereka tidak baik atau tidak bermutu. Focus Jamia Ahmadiyya tidak hanya terhadap satu Bahasa, banyak sekali mata pelajaran yang diberikan di Jamia. Jika terdapat beberapa orang cenderung untuk mempelajri suatu Bahasa maka, insya Allah mereka akan dididik dalam kelompok specialisasi Bahasa-bahasa. Dan keberatan atau complein mengenai Bahasa akan dapat dijauhkan. Akan tetapi dengan karunia Allah swt ilmu pengetahuan yang diajarkan di Jamia sangat luas sekali. Jamia Ahmadiyya di Pakistan berjalan untuk periode panjang, disana para siswa dilatih untuk menjadi para pakar (specialist) diberbagai bidang. Complain yang saya terima di German hanya merupakan alasan dibuat-buat karena mereka sendiri tidak mampu mengirim anak-anak mereka ke Jamia. Dengan karunia Allah swt para graduates Jamia UK dan Canada telah membuktikan hasil yang sangat effective sekali dibidang Tabligh. Ilmu pengetahuan, sebagaimana saya katakan, akan selalu bertambah sambil menjalankan tugas. Maka mereka yang mencela atau mempunyai anggapan rendah terhadap para siswa Jamia, hanyalah fitnah belaka atau dihinggapi penyakit nifaq (kemunafiqan). Oleh sebab itu mereka harus banyak membaca istighfar. Telah diberikan perhatian terhadap beberapa Departemen Waqfe Nau dan telah diingatkan pula dan sekarang saya ingin mengulanginya kembali. Apabila anak Waqfe Nau sudah mencapai masa dewasa harus sadar bahwa mereka harus menyerahkan diri kepada Jema’at. Orang tua harus memperhatikan pada peralihan sekolah anak mereka atau mau menyambung sekolah lain yang lebih tinggi. Mereka harus meminta bimbingan kepada departemen Waqfe Nau tentang pendidikn anak-anak mereka itu. Jika mereka memilih sendiri suatu jurusan (mata pelajaran) yang tidak diperlukan oleh Jema’at, maka Waqaf mereka harus ditarik kembali. Anak-anak perempuan asal Pakistan yang tinggal dinegeri UK ini dan mampu bercakap Bahasa Urdu harus belajar membacanya juga. Mereka harus belajar Bahasa setempat juga seperti English atau German disamping Bahasa Arab, kemudian mereka harus menawarkan diri untuk pekerjaan terjemah apabila suatu Bahasa sudah benar-benar dikuasai. Saya lihat para wanita dan anak-anak perempuan lebih mahir didalam karya terjemah. Oleh sebab itu mereka harus menawarkan diri kepada Jema’at untuk karya terjemah. Para doctor dan guru-guru dapat mewaqafkan kehidupan mereka bagi Jema’at dan para pemuda juga dapat melakukan demikian. Petugas local Waqfe Nau harus mengadakan forum bagi para Waqfe Nau laki-laki maupun perempun sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun untuk memberikan panduan atau petunjuk-petunjuk tentang pendidikan dan tugas-tugas atau pekerjaan yang diperlukan. Diterima complain dari Departemen Waqfe Nau bahwa para Orang Tua setelah menerima nomor rujukan tidak mengadakan hubungan atau hubungan mereka terputus dengan Waqfe Nau local maupun Nasional. Kemudian setelah bertahun-tahun tidak ada hubungan Waqaf mereka terpaksa dibatalkan, maka timbullah complain dari pihak Orang Tua itu. Oleh sebab itu setelah menerima Nomor referensi (nomor anggota) bukan berarti hubungan sudah selesai dan sekarang Waqfe Nau sudah diterima. Menjalin hubungan secara terus menerus sangat perlu sekali baik dengan Waqfe Nau local maupun Nasional. Syllabus Waqfe Nau sekarang sudah mencapai usia 21 tahun. Syllabus itu harus dibaca dan dipelajari sebaik-baiknya dan jika diadakan suatu ujian harus diikuti dan dilaksanakan. Anggota Waqfe Nau laki-laki maupun perempuan yang berusia lebih dari 21 tahun harus mempelajari Tafsir Al Qur’anul Karim didalam Bahasa Urdu bagi yang faham bahasa Urdu atau didalam Bahasa Inggeris yang 5 Jilid yang faham Bahasa Inggeris. Mereka harus membaca dan mempelajari Buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. juga yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa yang dapat mereka pahami sendiri, mendengarkan Khutbah-khutbah Jum’ah dan ceramah-ceramah secara teratur untuk menambah ilmu pengatahuan dan harus mengirim laporan tentang itu semua. Dibeberapa tempat para Secretary Waqfe Nau tidak aktiv. Mereka memegang tugas tapi tidak bekerja. Mereka harus rajin dan aktiv. Tidak lama lagi akan diadakan pemilihan pada tahun ini. Harus dikirim laporan siapa-siapa para sekretaris yang aktiv dan tidak aktiv. Jika didalam pemilihan mereka mendapat suara banyak namun tidak aktiv, tidak akan ditugaskan lagi. Jika di satu tempat tidak tersedia syllabus untuk Waqfe Nau mereka bisa mengikuti syllabus umum yang disusun oleh Jema’at untuk Atfal, Khuddam atau Lajna. Syllabus untuk Waqfe Nau juga tidak banyak berbeda dengan syllabus yang disediakan oleh Jema’at secara umum. Maka sesuai dengan umur mereka syllabus itu dapat dimanfa’atkan. Kewajiban para Sadr dan para Sekretaris Tarbiyyat adalah bekerja sama menyusun syllabus itu bagi Jema’at yang bisa digunakan oleh para Waqfe Nau juga. Syllabus yang telah tersedia boleh diterjemahkan kedalam berbagai Bahasa. Seperti yang telah dilakukan di Sweden. Terjemahan Bahasa Prancis juga harus disediakan oleh Jema’at France atau Mauritius. Dan harus segera dilaporkan siapa yang mengerjakan terjemhan itu dan pekerjaan itu harus selesai dalam tempoh dua bulan. Para Waqfe Nau harus membaca buku-buku Agama setiap hari, sekalipun beberapa halaman saja. Buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. yang telah diterjemahkan harus banyak dibaca. Seratus persen (100 %) anggauta Waqfe Nau harus mendengarkan Khutbah-khutbah Jum’ah. Pada suatu hari saya memeriksa kelas di UK dan mendapatkan hanya 10% saja yang hadir untuk mendengarkan Khutbah Jum’ah secara dawam. Departemen Waqfe Nau, Orang Tua mereka dan Waqfe Nau sendiri juga harus menaruh perhatian khusus kearah itu. Departemen juga harus berusaha membuat program interactive Waqfe Nau. Setiap Negara harus membentuk sebuah panitya untuk memantau selama tiga atau empat bulan, apa saja yang akan diperlukan untuk program sepuluh tahun mendatang. Berapa orang Muballighin akan diperlukan, berapa banyak para penterjemah, berapa orang doctor, berapa orang guru dan para pakar lainnya. Pemantauan ini harus dilakukan paling lama tiga atau empat bulan lamanya, kemudian Departemen Waqfe Nau harus memeriksa laporan-laporan itu. Beberapa orang Waqfe Nau ingin menjalankan bisnis atau ingin menjadi police atau tentera. Boleh saja tidak ada halangan apa-apa namun mereka harus keluar atau bebas dari Waqfe Nau. Setiap Negara harus memiliki career guidance committee yang memantau cita-cita para Waqfe Nau dan melaporkannya ke Pusat. Saya berulang kali mengatakan bahwa Waqfe Nau yang sudah mencapai usia 18 tahun jangan lupa harus mengulangi atau meperbaharui janji mereka secara tertulis dan dikirim ke Markaz. Sebuah Majallah telah mulai diterbitkan untuk Waqfe Nau laki-laki bernama Ismail dan Majalah untuk Waqfe Nau perempuan bernama Mariyam. Majalah-majalah ini harus diterjemahkan kedalam Bahasa German dan France. Materinya bisa saja ditulis dan dicitak secara local atau materinya dapat disediakan dari UK yang dapat diterjemahkan kedalam Bahasa local dan dicitak bersama bahasa Urdunya. Semoga Allah swt memberi kemampuan kepada para Orang Tua yang telah mewaqafkan anak-anak mereka untuk Waqfe Nau, untuk memberi tarbiyyat dan memanjatkan do’a bagi anak-anak mereka itu agar mereka menjadi para Waqfe Nau yang hakiki. Dan semoga anak-anak itu menjadi penyejuk mata kedua Orang Tua mereka. Semoga Allah swt memberi taufiq kepada anak-anak dan kepada para Orang Tua untuk menyempurnakan janji-janji mereka. Dan sungguh-sungguh termasuk kedalam kelompok orang-orang yang tugasnya menyebarkan ajaran Agama. Semoga Allah swt memberi taufiq kepada mereka semua. Amin !!! Penterjemah Hasan Basri