Thursday, July 19, 2012

Contoh Teladan Kehidupan Para Sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. (Ashaabi Ahmad a.s)

[Setelah mengucapkan tasyahud, taawudz, bismillah dan tilawat Surah Al Fatihah], Hudhur (Atba) bersabda: ‘Hadhrat Imam Mahdi a.s. suatu kali menyatakan: ‘Janganlah mengira yang dimaksud dengan para Sahabah itu adalah mereka yang telah berlalu di Masa Awwalin. Melainkan, ada pula kaum lain yang Allah Taala telah sebutkan di dalam Al Quran Karim. Yakni, mereka itu pun adalah para Sahabah yang merupakan Buruz [atau pantulan dari kebangkitan sifat] Ahmad.
Inilah yang dimaksudkan oleh ayat: yakni,
‘Dan begitu pula Dia akan membangkitkannya pada kaum lain di antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka…’ (Q.S. 62 / Al Jumah : 4). Jadi, janganlah memahaminya hanya terbatas kepada para Sahabah yang lalu itu; melainkan, jamaah di zaman kehidupan Hadhrat Imam Mahdi a.s. pun termasuk di antara para Sahabah juga. Nama Ahmad pun adalah salah satu nama [sifat] dari Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw; dan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. adalah Buruz (atau bayangan) dari beliau Saw. Hadhrat Imam Mahdi a.s. menyatakan: ‘Para mufasir besar telah sepakat, bahwa yang dimaksudkan oleh ayat [62:4] ini adalah merujuk kepada Jamaah Hadhrat Imam Mahdi a.s..
Perkataan ‘…minhum…’ di sini menekankan kepada ghairah kecintaan mereka yang sama seperti para Sahabah [Awwalin] itu.’ Jadi, mereka yang hidup di zaman kehidupan Hadhrat Imam Mahdi a.s., bertemu dengan beliau, mengambil Bai’at-nya, dan bergaul dengan jamaah beliau a.s., serta senantiasa meningkat keyaqinan dan keimanannya yang haqiqi, adalah yang dimaksud dengan kategori [Sahabah] tersebut. Dan terutama lagi, setiap diri mereka itu sedemikian istimewa, yang ketaqwaannya dapat menjadi contoh teladan bagi kita untuk diikuti. Dan sungguh beruntunglah kita, yakni sebagian dari berbagai peristiwa di dalam kehidupan beliau-beliau tersebut, pada akhirnya sampai juga kepada kita. Sehingga kita pun dapat memahami bagaimana situasi dan kondisi pertemuan berberkat mereka dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s..
Sebagaimana sudah sering saya sampaikan hikmah kehidupan para sahabah tersebut, maka begitupun juga pada kesempatan Khutbah Jumah ini. Sebagai hasil dari Tarbiyyat Hadhrat Imam Mahdi a.s., yang adalah merupakan hasil pencerahan ruhani yang beliau a.s. peroleh dari junjungannya, yakni, Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw – Khatamul Anbiyya, maka kehidupan para sahabah tersebut berubah sedemikian rupa, sehingga memiliki kemuliaannya masing-masing, terlepas dari latar belakang status ‘sosial mereka, [baik yang berpendidikan maupun yang awam].
Keyaqinan mereka terhadap Allah Taala sedemikian menakjubkan. Kegigihan mereka untuk mengkhidmati agama mampu mengorbankan kepentingan mereka sendiri. Dan mereka pun sangat mencintai Al Quran Karim. Allah Taala mengajari mereka ilmu Al Quran, sehingga mereka pun memperoleh ma’rifat-Nya. Hal ini menunjukkan betapa mereka itu telah memperoleh qurb Ilahi yang khas. Yakni, sikap Allah Taala terhadap setiap masalah yang mereka hadapi pun memperlihatkan berbagai karunia Ilahi atas diri mereka yang telah mendapatkan qurb, kedekatan-Nya itu.
Pada kenyataannya, Hadhrat Imam Mahdi a.s. telah membimbing mereka dengan berbagai kiat untuk mengatasi berbagai macam persoalan, lalu Tarbiyyat mereka pun memperlihatkan, betapa beruntungnya para sahabah tersebut setelah periode 1.400 tahun, mereka berhasil menemukan seorang insan pecinta dan pengkhidmat sejati Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw.
Saya memilihkan berbagai kisah mereka itu dari Daftar Riwayat ‘Ashaabi Ahmad a.s.’, ialah sebagai berikut:
(1). Hadhrat Maulwi Sufi Atta Muhammad sahib r.a., menulis: ‘Suatu kali, aku membaca di sebuah surat kabar, bahwa Hadhrat Imam Mahdi a.s. akan berkunjung ke kota Jhelum. Tetapi aku sangat risau kalau-kalau tak mendapat izin cuti dari tempat kerjaku untuk pergi ke Jhelum. Maka aku ‘katakan kepada keluargaku: ‘[Besok Hadhrat Imam Mahdi a.s. akan ‘datang ke Jhelum, dan aku akan menemui beliau. Tetapi tak perlu memberi tahu siapa-siapa]. Dan karena esok hari adalah hari Ahad, maka aku akan berusaha untuk ‘datang ke Jhelum.’ Namun, Stasiun K.A. berjarak 3 (tiga) miles (atau lk.5 kilometer) dari rumahku, dan harus ditempuh melewati jalan perbukitan yang menanjak; yang jika dilalui pada siang hari pun sangat musykil. Tetapi pada malam itu juga, aku melangkahkan kaki menuju ke Stasiun dengan kekhawatiran waktu yang sangat terbatas untuk dapat memburu kereta api tersebut. Namun, dengan keyaqinan sepenuhnya kepada Allah Taala, aku berjalan juga. Tak lama kemudian, secara kebetulan, tiba-tiba aku melihat ada ‘seseorang’ dengan lentera di tangannya, tengah berjalan kaki dengan cepat di depanku. Maka aku pun setengah berlari mengikutinya dari belakang, melintasi jalan setapak perbukitan itu hingga akhirnya mencapai Stasiun, yang ketika aku tiba, kereta api sudah bersiap-siap akan berangkat. Akhirnya aku pun berhasil tiba di Jhelum dan bermulaqat dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Ada [tuan Ahmadin] yang berkata kepadaku: ‘Afdhol kiranya tuan Maulwi membacakan pula syair yang tuan tulis bersama Bai’at tuan [via pos].’ Atas izin Hudhur Aqdas a.s., aku pun berdiri, kemudian membacakan syair-ku dengan penuh semangat, [yang mengagumkan para hadirin]. Sebenarnya, sebelumnya aku sudah mengirimkan syairku tersebut kepada beliau a.s. sekaligus meminta beliau untuk memberi aku barang sesuatu Wazifah (bacaan wajib, isim, atau mantera khusus). Maka setelah membacakan syair tersebut, aku pun memohon lagi kiranya beliau a.s. dapat memberikan Wazifah itu. Namun, Hudhur a.s. tetap memberikan resep yang sama sebagaimana yang beliau telah berikan kepadaku.
Aku sangat kagum akan daya ingat beliau a.s. yang sebetulnya telah menyampaikan kepadaku, bahwa tak diperlukan sesuatu Wazifah lain, selain dari banyak-banyak ber-Shalawat; menilawatkan Surah Fatihah, Istighfar, dan tilawat Al Quran Karim; serta merenungkan makna kandungannya. ‘Itulah Wazifah untuk memperoleh falah, keberhasilan hidup.’, kata beliau a.s..
[Hudhur Atba menambahkan]: Begitulah, banyak pula orang yang bertanya tentang hal ini kepada saya, dan saya pun memberikan jawaban yang sama seperti itu [kata Hudhur Atba]. Di tempat lainnya, Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis: ‘Hendaknya doa: ‘Laa Hawla wa laa quwwata illa billaah aliyil azim [yakni, ‘Tak ada sesuatu kekuatan lain yang dapat menghindarkan kami dari perbuatan dosa atau pun untuk beramal-shalih, selain dari Allah Aliyul Azim], juga dibaca.
(2). Hadhrat Khalifa Nur Uddin sahib r.a.. Perlu saya klarifikasikan terlebih dahulu, beliau ini bukanlah yang dimaksud dengan Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a.. [Karena tuan Nur Uddin ini berasal dari Jhammu]. Nur Uddin sahib menulis: ‘Suatu kali, ketika sedang bermusafar jauh, aku berhenti di sebuah hutan untuk mendirikan Salat. Lalu, ketika berdoa, aku mulai dengan memanjatkan: ‘Allahumma inni a‘udhzu bika minal hummi wal huzni…’ [yakni, ‘Ya Allah, Aku berlindung kepada Engkau dari segala macam kemusykilan, dan kecemasan…’], yang aku sampaikan dengan penuh rintihan dan kepedihan hati. Setelah peristiwa itu, Allah Taala menyediakan berbagai kebutuhanku sedemikian rupa, yakni, meskipun aku tak memiliki bisnis yang tetap, namun tak pernah lagi mengalami kesusahan. Allah Taala mencukupi segala kebutuhanku dari arah yang tak terduga-duga.’
(3). Hadhrat Maulwi Jalal Uddin sahib r.a., putra beliau yang bernama Mian Sharafat Ahmad sahib menulis: ‘Maulwi sahib [ayahku] biasa mengatakan, bahwa Allah Taala senantiasa menyediakan apapun yang aku butuhkan, sehingga tak perlu lagi meminta bantuan orang lain. Ketika pertama kalinya aku diangkat menjadi karyawan kantor Anjuman (PB), tunjanganku sangat minim. Sedangkan harga pangan [gandum] sangat mahal ketika itu. Aku bekerja di Bagian Maal, yang pimpinannya bernama Khan sahib. Suatu hari, Khan sahib ini berkata: ‘Maulwi sahib, tuan bekerja keras karena menerima tunjangan.’ Aku jawab: ‘Aku tak meminta sesuatu tunjangan, karena aku telah mewaqafkan diriku (Waqaf Zindigi). Dan aku tak akan mengambil tunjangan itu lagi !’ Khan sahib bertanya: ‘Apakah tuan serius, dan akan tetap bekerja sama baiknya ? Aku menjawab: ‘Ya, bahkan aku akan bekerja lebih keras lagi dan itaat sepenuhnya. Sebab, bekerja keras dan itaat tidaklah berhubungan dengan sesuatu upah tunjangan.’ Suatu hari, aku melakukan yaumut-Tabligh, yang sebagaimana biasanya pada waktu itu, dengan cara berjalan kaki. Dalam perjalanan itu, timbul dalam pikiranku: ‘Padahal tunjangan tersebut untuk memenuhi berbagai kebutuhanku. Dan karena sekarang ini keadaan serba sulit, bagaimana pula aku dapat memenuhi berbagai kebutuhanku itu ?’
Begitulah pikiranku datang’ menggoda. Namun, tiba-tiba aku mendengar suatu suara yang membahana, hingga membuat diriku terguncang: ‘Apakah engkau selama ini menerima upah tunjangan ?! Dan engkau hidup dengan itu ?!’ Ketika aku mendengar suara gaib tersebut, semua kecemasanku pun hilang lenyap. Maka aku gumamkan dengan segala kerendahan hati: ‘Ya Allah, mengapa aku harus memerlukan tunjangan itu, yang tiada arti dibandingkan dengan Diri-Mu ?’ Setelah peristiwa tersebut, Allah Taala sangat mempedulikan diriku. Keadaanku menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Sebetulnya Khan sahib [pimpinanku] itu adalah juga karibku sejak lama, yang perkataan gurauannya itu justru memotivasi diriku untuk menghilangkan sikap syirik [menyekutukan Tuhan] di dalam pikiranku. Kemudian aku pun mendapat mimpi melihat Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a.. sedang bermain judi. Maka aku sampaikan hal ini kepada Hudhur Aqdas a.s..
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menerangkan: ‘Maulwi sahib, tuan Maulwi [Hakim Nuruddin r.a.] memang bertaruh, namun dengan Allah Taala. Sebagaimana para penjudi yang suka mempertaruhkan harta benda mereka, beliau pun demikian. Tak menyisakan apapun untuk diri sendiri [dalam berkorban]. Maulwi [Hakim Nuruddin] sahib telah mempertaruhkan segala apa yang ada pada diri beliau kepada Allah Taala.’ [Hudhur Atba menjelaskan]: Dan kita mengetahui betapa Allah Swt telah berkali-kali menyediakan berbagai kebutuhan Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a. dengan cara-Nya yang istimewa.
(4). Hadhrat Sufi Ghulam Muhammad sahib r.a. menulis: ‘Pada tahun 1912, aku berhasil memperoleh gelar B.A dari Punjab University. Kemudian aku bertanya kepada Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a.: ‘Apakah aku harus hafiz Qur’an terlebih dahulu, ataukah langsung saja melanjutkan studi untuk gelar Master (M.A). Beliau r.a. menjawab: ‘Hafiz Qur’an-lah terlebih dahulu.’ Maka aku pun menghafal Al Quran Karim dalam tempo 6 (enam) bulan. Kemudian aku melapor kepada Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a., yang beliau sambut dengan Sujud Sahwi sebagai tanda syukur. [Hudhur Atba menambahkan: Inilah contoh keitaatan, dan juga kecintaan kepada Al Quran Karim serta menomor-duakan pertimbangan duniawi. Yakni, mempelajari terlebih dahulu Al Quran, baru kemudian melanjutkan studi].
(5). Hadhrat Syed Akhtaruddin Ahmad r.a. menulis: ‘Aku sangat berminat untuk mengisahkan pengalamanku bersama insan yang menjadi Buruzi Kamil [atau bayangan sejati] dari junjungan kita Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw Khatamul Anbiyya, namun aku mengkhawatirkan ingatanku yang telah lama berlalu, yakni saat ketika aku masih berusia 24 (dua puluh empat) tahun, yakni waktu aku bergaul dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. ‘Ketika aku ‘datang ke Qadian bersama seorang kerabat keluargaku [sangat boleh jadi karena aku berasal dari Oryza yang biasa makan nasi], maka kami pun ditawari makan beras ‘spesial selama beberapa bulan. Dan Hadhrat Imam Mahdi a.s. sendiri yang memerintahkan para pewaqaf beliau untuk mengkhidmati kami. Kemudian, ketika aku menjadi mahasiswa [Jamiah] di sana, aku pun berkesempatan menghadiri majlis Darsul Qur’an yang diberikan oleh Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a. dengan sangat menawan. Lalu, ketika orang tuaku meminta aku pulang terlebih dahulu [aku teringat kepada doa: Rabbi arhuma kama rabayani saghira, yakni, Ya Allah kasihanilah kedua-orang tua kami sebagaimana mereka telah memelihara diriku sewaktu kecil]. Tetapi karena tidak ada kepastian mengenai perongkosan untuk kembali lagi ke Qadian Darul Aman; maka aku sampaikan hal ini kepada beliau r.a.. Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a.. berkata: ‘Jika tuan sudah siap untuk kembali lagi ke sini, beritahu aku segera, agar aku dapat mengirim ongkos perjalanan tuan-tuan.’
Kemudian, suatu hari [di Masjid Mubarak] Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a. berkata kepadaku [sambil memegangi pundakku]: ‘Aku mendengar, tuan sudah banyak belajar Al Qur’an dari beberapa orang ustadz, [sehingga membebani diri tuan]. Afdhal tuan banyak-banyak membaca doa: ‘Wattaqullaaha wa yua’limu kumullah’ [yakni, bertaqwalah kepada Allah, maka Dia pun akan mengajari engkau]’, kata beliau r.a.. [Hudhur Atba menambahkan: Inilah kaidah mereka untuk mendalami ilmu Al Quran. Yakni, pertama-tama melalui Hadhrat Khalifah Waqt. Kemudian mereka mencari hal lainnya dengan niat untuk meningkatkan kemampuan. Akan tetapi Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) menasehati agar banyak berdoa, supaya Allah Taala sendiri yang memberikan ilmu-Nya. Sehingga mereka pun memperoleh ma’rifat ilmu Al Quran] (6). Hadhrat Khairuddin sahib r.a. [bin Mustaqim sahib], Bai’at [via pos] pada tahun 1906, lalu pada tahun itu juga berhasil bertemu dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. ‘Pada suatu petang, ba’da Salat Maghrib, Hadhrat Imam Mahdi a.s. masih berada di Masjid, yang pada waktu itu kebetulan sudah temaram, tetapi belum berlampu. [Di antara jamaah pada saat itu, ada seseorang yang bertanya: ‘Hudhur, ada seorang Maulwi [ghair] yang mengatakan Jesus orang Nazaret (atau Hadhrat Isa a.s). bisa menciptakan hewan [unggas] ?’ Hudhur Aqdas a.s. menjawab: ‘Sheikh sahib, …wallahul-Khalik, Allah itu adalah Al Khalik. Apakah Hadhrat Isa pun sang khalik ?’ Karena suasana waktu itu temaram, aku tak mengetahui pasti siapakah Sheikh sahib itu. Namun, setelah itu, ia tak berkata apa-apa lagi. Aku ini sangat berghairah mempelajari Al Quran Karim.
Suatu kali, ketika aku sudah kembali ke ‘kampung halamanku] aku mendapat mimpi bertemu dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s., yang berkata kepadaku: ‘Datanglah ke Qadian, maka kami akan mengajari engkau dengan ilmu kami.’ Mimpi ini terjadi setelah Hadhrat Imam Mahdi a.s. wafat. Kemudian, aku mendapat mimpi yang lain lagi: ‘Aku berhijrah ke Qadian. Ketika aku tengah menurunkan koper-koper bawaanku di suatu lapangan hijau yang luas [Mohala Nasirabad], aku bertanya-tanya: Apakah nama tempat ini ?’ Aku mendapat jawaban dari suatu suara gaib, bahwa: ‘Tempat ini bernama ‘Hutan Ibrahim.’ [Namun engkau tidak perlu menurunkan barang bawaanmu]. Pada waktu itu, aku belum mengetahui sabda Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang mengatakan, bahwa: ‘Allah Taala telah menjuluki aku sebagai Ibrahim juga.’
[Hudhur Atba menjelaskan]: Begitulah, Allah Swt menegaskan kembali berbagai julukan nama bagi Hadhrat Imam Mahdi a.s. melalui para pengikut beliau a.s.. Hadhrat Khairuddin sahib lebih lanjut menulis: ‘Aku menyampaikan hal ini bukan saja dengan penuh kerendahan hati, namun menyadari bahwa aku ini orang yang sungguh berdosa. Tetapi yang aku sampaikan ini adalah semata-mata pengalamanku yang terkait dengan pencerahan rohani berkat adanya risalah kenabian. Yakni, barangsiapa yang berhasil mengaitkan dirinya dengan nur Ilahi ini, maka niscaya ia pun akan memperoleh derajat maqom rohani yang sesuai dengan kemampuannya. Sebelumnya, aku ini tak mengetahui apa perbedaan antara wahyu Ilahi, kasyaf, dan mimpi-mimpi yang benar. Namun, berkat mengaitkan diri dengan seorang Utusan Ilahi, maka kini aku pun bukan saja dapat memahami ketiga hal tersebut, tetapi juga mengalaminya secara pribadi. Adalah fakta yang sudah banyak diketahui orang, mereka sering bertanya kepada Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a. sebagai berikut: ‘Ketika tuan bertemu dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s. tuan sudah menjadi orang yang sangat muttaqi. Maka, apalagi yang tuan peroleh setelah itu ?’ Beliau r.a biasa menjawabnya seperti ini: ‘Di antara berbagai macam keberkatannya itu, jika sebelumnya aku biasa melihat Hadhrat Rasulullah Saw dalam berbagai mimpi; tetapi setelah aku bertemu dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s., aku pun dapat melihat Hadhrat Rasulullah Saw saat aku dalam keadaan terjaga, yakni dengan perantaraan berbagai kasyaf.
Hadhrat Khairuddin sahib lebih lanjut menulis: ‘Suatu kali aku menerima ilham Ilahi selagi aku masih berada di Masjid Mubarak, yang artinya adalah sebagai berikut: ‘Hanya orang-orang yang berada di dalam Jamaah ini sajalah yang akan mendapat kesejahteraan.’ Dan aku mengamati, orang-orang biasa di dalam Jamaat ini memperoleh akhir kehidupan yang afdhal, yakni, ‘ulaaika humul muflihuun’. Ini disebabkan mereka banyak beramal shalih, maka doa-doa mereka pun niscaya memiliki kemakbulan yang khas. Suatu kali, aku memohon kepada Allah Taala agar diberi petunjuk bagaimana caranya memperoleh qurb Ilahi. Allah Taala menjawab: ‘Ada dua cara untuk memperoleh qurb, kedekatan-Ku, ialah dengan membayar Chandah, atau melakukan Tabligh.’ Aku bertanya lagi: ‘Tetapi aku ini tak berpendidikan tinggi, mungkinkah aku dapat ber-Tabligh ?’ Allah Taala menjawab lagi: ‘Aku telah mengajari engkau ilmu Al Quran.’ Lalu, seketika itu juga aku teringat kepada ayat ini: yakni, ‘…..Dan bukan engkau yang melempar pasir ketika engkau melemparnya, melainkan Allah yang telah melempar…’ (Q.S. 8 / Al Anfal : 18).
[Hudhur Atba menjelaskan]: Adapun ayat Al Quran ini adalah mengenai pertolongan Allah kepada Hadhrat Rasulullah Saw pada peristiwa Perang Badar. Khairuddin sahib menulis lebih lanjut: ‘Ketika aku masih di kampung’, aku melihat Hadhrat Imam Mahdi a.s. dalam mimpi dan berkata kepadaku: ‘Datanglah ke [Qadian] sini, agar aku dapat mengajari tuan ilmu Al Quran.’ [Hudhur Atba mejelaskan]: Jadi, janji memang diucapkan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s., namun penzahirannya dipenuhi oleh Allah Taala.
(7). Hadhrat Hafiz Nabi Buksh sahib r.a.. Beliau ini telah bertemu dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebelum beliau mendakwakan diri [sebagai Imam Mahdi]. Anak beliau r.a. menulis: ‘Ayahku sangat mencintai Hadhrat Imam Mahdi a.s., namun ketika aku meminta beliau untuk menceritakan pengalamannya bersama beliau a.s., ayah mengatakan: ‘Aku khawatir akan ingatanku yang sangat boleh jadi tak akurat. Sedangkan aku tak mau mengatakan sesuatu yang salah mengenai diri beliau a.s.. ‘Waktu itu aku menjadi pegawai Djawatan Irigasi, oleh karena itu sering berjalan kaki dengan jarak yang jauh meskipun dalam cuaca yang sedang panas terik. Oleh karena itu suka kelelahan, namun aku tetap biasa bangun tengah malam untuk salat Tahajjud, dan mengerjakan puasa di bulan Ramadan. Aku pun mentarbiyati anak-anakku untuk berpuasa dan dawam mengerjakan Salat yang aku sangat awasi pelaksanaannya. Aku mengajari mereka semua membaca Al Quran, yang jika aku sibuk bekerja sedari pagi hingga petang, aku ajari mereka pada malam harinya. Anakku yang laki-laki ada 3 (tiga) orang. Tetapi yang sulung meninggal dunia ketika ia semasih menjadi mahasiswa.
Kami [sekeluarga] bermulaqat kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. ketika Hudhur Aqdas a.s. sedang menulis buku ‘Barahin Ahmadiyah’, dan kami Bai’at di masa awal beliau tersebut. Keluarga kami biasa menanamkan sikap berserah diri kepada Kehendak Ilahi Rabbi. Ketika anak kami yang pertama itu meninggal dunia pada tiga hari sebelum tanggal pernikahan anak kami yang wanita, pihak calon besan kami mengusulkan pengunduran hari pernikahan itu. Namun aku ‘katakan: ‘Maut adalah taqdir Ilahi. Maka tentang hari pernikahan tersebut laksanakan saja sesuai dengan rencana.’ Dengan karunia Allah Taala, kami tak memiliki masalah apapun dengan Khilafat Awwal (I) maupun Khilafat Tsaniah (II). Kami selalu mengambil Bai’at beliau r.a. tanpa ragu untuk menunjukkan contoh keitaatan kami kepada Khilafat. Sedangkan anak beliau r.a. yang bernama Hakim Fazlul Rahman sahib menulis: ‘Ayahku diutus ke Afrika untuk missi pertablighan selama dua periode waktu yang lama.
Pada kedua masa tersebut, beliau mengatakan tidak akan memperlihatkan sikap ketidak-sabaran, apapun situasinya. Bahkan meskipun jika aku pulang [cuti], engkau hendaknya tetap memberi semangat kepadaku agar lebih bergairah lagi dalam berkhidmat. Aku akan pulang kembali, hanya jika Hadhrat Khalifatul Masih Waqt memerintahkannya.’ [Hudhur Atba menambahkan]: Adapun salah seorang cicit (great-grandson) dari tuan Hadhrat Hafiz Nabi Buksh, yang bernama Umair, ikut disyahidkan pada peristiwa penyerangan tanggal 28 Mei 2010 di Masjid [Jamaat] Model Town, Lahore. Dan almarhum meninggalkan dua orang anak yang masih kecil-kecil. Semoga Allah Taala menjadi Pelindung dan Penolong bagi mereka. Kita pun perlu medoakan bagi keluarga syahidin yang masih muda ini, semoga Allah Taala memudahkan janda almarhum yang juga masih muda agar dapat menikah lagi.
(8). Hadhrat Muhammad Yaqub sahib r.a., beliau ini telah Bai’at [via pos] pada tahun 1900, namun baru pada tahun 1904 beliau dapat melihat Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Anak beliau mengisahkan: ‘Hadhrat Imam Mahdi a.s. biasa memangku anak kecil di pangkuan beliau dengan penuh kasih ‘sayang. Dan aku pun [waktu itu] senang bermain di pangkuan beliau, yang ketika aku memandang lama wajah beliau a.s., aku menyaksikan wajah beliau yang berkilauan nur-cahaya. Manakala Hadhrat Imam Mahdi a.s. bermusafar ke Lahore, beliau biasa ‘datang ke rumah kami. Suatu kali, seluruh keluarga besar kami menunggu kedatangan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Ketika beliau tiba, lalu masuk ke dalam rumah, para penentang beliau a.s. mulai melempari rumah kami dengan batu. Ayahku dan beberapa orang paman bertanya kepada beliau harus bagaimana. Aku ketika itu masih kecil, maka beliau a.s. menyuruh pembantuku agar segera membawa aku pergi. Lalu, beberapa orang dewasa yang ada di rumah kami berusaha menghalau massa penentang itu dengan tongkat, hingga mereka melarikan diri. Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Biarkan saja mereka pergi.’ Ketika kami berkunjung ke Qadian sewaktu aku masih kecil itu, aku pun ‘datang ke klinik pengobatan Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) r.a.. untuk melihat beliau. Kemudian, beliau r.a. pun memangku diriku. Aku menyaksikan Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) ini rajin menilawatkan Al Quran, dan mengajarkannya kepada anak-anak. Lalu, dari klinik pengobatan itu, beliau r.a. ‘datang ke Masjid Mubarak untuk menemui Hadhrat Imam Mahdi a.s., yang kemudian mempersilakan beliau untuk duduk di sebelah Hudhur Aqdas a.s..
Qadian pada waktu itu suatu tempat yang kecil saja, yang sungguh tak terbayangkan bahwa berbagai wahyu Ilahi kepada beliau a.s. akan menzahir dengan segala kebesarannya seperti sekarang ini. Begitulah sejumput perikehidupan ashabi Ahmad a.s., yang setelah Bai’at kepada beliau, mereka pun ber-inqillabi haqiqi, ber-ta’aluq billah dan menjalin ikatan yang sangat erat dengan beliau a.s.. Keteguhan iman mereka merupakan cerminan para Sahabah Awalin Saw.. Mereka memahami dan yaqin terhadap sabda Hadhrat Imam Mahdi a.s.: ‘Allah Taala-lah yang mendirikan Jamaat ini. Dan Dia pun telah memperlihatkan ratusan Tanda-tanda-Nya yang mendukung kebenarannya.’ Maksudnya, tujuan Allah Taala ialah menjadikan Jamaat ini sebagaimana jamaah para sahabah itu. Sehingga, khair zamani, atau zaman yang terbaik itu pun ‘datang kembali.
Sebagaimana mereka yang memasuki Jamaat ini dikategorikan sebagai ‘wa akharina minhum, yakni, …kaum lain di antara mereka…, maka mereka pun hendaknya menjauhi kesalahan yang terjadi di masa lalu. Pusatkanlah perhatian sepenuhnya kepada Allah Swt.’ Para sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. telah memenuhi ajaran beliau a.s., yakni senantiasa mendambakan berbagai rahmat dan karunia Ilahi. Semoga Allah Swt memberi taufiq kepada kita semua untuk ber-inqillabi haqiqi di dalam diri masing-masing. Dan tetap istiqamah di dalamnya.
Mulai selewat tengah malam nanti, Tahun Baru [2012] pun dimulai. Semoga dapat mendatangkan lebih banyak lagi keberkatan Allah Swt bagi Jamaat ini. Dan semoga pula, Dia menaklukkan para musuh kita, yakni memberi taufiq kepada mereka untuk mengenali Kebenaran yang haqiqi.
Semoga Allah Taala mencurahkan segala rahmat-Nya untuk meningkatkan kemampuan setiap orang Ahmadi, baik secara pribadi maupun Jamaahnya.