Thursday, July 26, 2012

Kiat Makbuliyatnya Doa-doa


أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menerangkan kiat makbuliyatnya doa-doa di suatu tempat, sebagai berikut: “Sebagaimana orang bekerja keras untuk urusan duniawi mereka, maka begitu pulalah hendaknya dalam urusan rohaniah fii sabilillaah.’ Sebagaimana pepatah kata dalam Bahasa Punjabi: “Barangsiapa yang meminta sesuatu, berlakulah maut untuk itu. Berjuanglah mati-matian untuk itu,’ Artinya, adalah kewajiban orang yang berdoa, yakni peribadatan mereka dalam memanjatkan doa-doanya itu laksana maut. Orang yang hanya menelan beberapa tetes air, namun ia mengatakan telah hilang dahaga hausnya, berarti ia berdusta. Sebab, kehausannya itu barulah terhilangkan apabila ia sudah meminum segelas besar air. Jadi, doa-doa yang dipanjatkan dengan segenap usaha dan nestapa mampu mengguncang Arasy Ilahi, dan adalah sunatullah, atas doa-doa yang haqiqi seperti itulah Dia mengabulkannya, atau meresponsnya dengan suatu cara yang lain [Malfuzat, vol. IV, p. 340] Inilah haqiqat doa (permohonan) yang sejati.
Maka sungguh beruntunglah orang yang memahami falsafah kiat doa yang makbuliyat, dan memanjatkannya sedemikian rupa, disertai dengan keyaqinan sepenuhnya kepada Allah Taala, yang berkuasa untuk mendengar dan mengabulkan doa-doa.. Satu-satunya cara untuk memohon petunjuk atau mendapatkan ridha Allah Taala adalah dengan memanjatkan doa dengan segenap kemampuan diri yang Dia telah berikan, dan memusatkan pikiran kepada-Nya. Adalah pengalaman kita, Allah Taala berkenan menerima doa-doa yang seperti itu, atau memberi suatu petunjuk hidayah dalam bentuk lainnya bila Dia tidak berkenan untuk mengabulkannya. Atau, memberi keyaqinan teguh di dalam qalbu mengenai hal yang didoakannya itu.
Di tempat lain, Hadhrat Imam Mahdi a.s. menyatakan: “Doa adalah mengandung suatu kekuatan yang luar biasa. Oleh karena itu, sangat disayangkan bila orang yang berdoa tidak memahami kaidah cara
memanjatkannya dengan benar, dan tak pula memenuhi kiatnya. Begitulah kenyataannya, doa telah menjadi suatu hal yang asing kembali. Yakni, ada yang menolak khasiat doa. Ada pula yang [putus asa] doanya tak terkabulkan hanya disebabkan tak memahami kaidah dan cara memanjatkannya. Sehingga keadaan mereka itu lebih buruk dibandingkan mereka yang menafi’kan khasiat doa.. Kondisi praktek [kehidupan] mereka justru mendorong banyak orang terperosok ke dalam sikap atheisme.
Syarat Pertama bagi doa yang makbuliyat adalah si pemohon jangan pernah merasa lelah atau menjadi mangsa keputus-asaan bahwa doanya tak dikabulkan.” Adapun mereka yang memperoleh karunia ilmu dan hikmah dari Hadhrat Imam Mahdi a.s. adalah mereka para ‘Ashabi Ahmad’ yang memperoleh tarbiyah langsung dari beliau a.s.. Itulah fakta kedatangan Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang menyebabkan banyak orang di seluruh dunia mengalami khasiat makbuliyatnya doa-doa, sehingga keimanan dan rohani mereka pun meningkat. Berikut ini adalah beberapa contoh peristiwa kehidupan para sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang menggambarkan pengalaman mereka mengenai makbuliyatnya doa-doa dan memperoleh petunjuk hidayah Allah Swt.
(1) Mian Muhammad Nawaz Khan Sahib meriwayatkan pengalamannya sebagai berikut: ‘Pada tahun 1906 di Sialkot, ketika wabah penyakit pes sedang mengganas di mana-mana dan tingkat kematian semakin tinggi, aku pun terbaring tak berdaya di tempat tidur. Aku dapat merasakan ganasnya wabah penyakit ini pada diriku sendiri. Maka aku pun berdoa dengan mengiba-iba: “Ya Allah ! Hamba ini telah menerima kebenaran seorang [rasul] pilihan-Mu. Maka mengapakah aku harus terkena juga oleh wabah ini ?!.” Atas hasil jerih payah doa-doaku tersebut, suatu mukjizati terjadi. Pada keesokan harinya, kondisiku sembuh sepenuhnya. Sedangkan karib [ghair]-ku yang bernama Muhammad Shah yang juga terkena wabah tersebut, meninggal dunia.
(2) Hadhrat [Khalifatul Masih Awwal] Hakim Nuruddin Sahib r.a. meriwayatkan: ‘Pada suatu hari ketika aku sedang bersafar jalan kaki dari Jammu ke Kashmir via Gujarat, di tengah perjalanan, aku berkesempatan berdoa sedemikian rupa [memohon kepada Allah Swt] mengenai berbagai kondisiku, utamanya masalah keuangan. Alhamdulillah, sejak hari itu aku tidak pernah lagi terdesak oleh masalah keuangan, karena [aku memperoleh income dari profesiku dan] senantiasa memperoleh pertolongan Ilahi dari berbagai tempat yang tak terduga-duga.
(3) Hadhrat Amir Khan Sahib meriwayatkan: Pada tahun 1915, anakku Abdullah terserang wabah penyakit pes. Dalam tempo dua hari, demamnya membuat kondisinya semakin lemah. Ketika aku pulang kerja, keadaannya semakin kritis. Padahal, dia itu adalah anak kami satu-satunya. Istriku yang sudah tak sanggup menyaksikannya, meminta aku untuk menungguinya. Cuaca panas menyengat di dalam rumah yang kecil dan diterpa perasaan tak ‘ada yang mempedulikan, membuat suasana semakin mencekam takut akan kematian. Maka aku pun menggendong anakku ke atas bahuku. Lalu, dengan air mata bercucuran aku pun menangis berdoa kepada Allah Taala: ‘Ya Allah, pada situasi sudah di ambang kubur seperti ini, tak ‘ada lagi yang dapat menolong selain Engkau. Hanya Engkau-lah yang dapat menghilangkan penderitaan kami ini. Hanya Engkau yang dapat memberikan kesembuhan yang sempurna dari serangan penyakit ini Aku terus menerus berdoa seperti itu, hingga kemudian timbul di dalam qalbuku untuk memanjatkan suatu doa Qurani […qulna. Yaa naruquni bardan wa salaaman ala Ibrahim…!], lalu mengusap-usapkannya ke ke seluruh tubuh anakku, sambil menangis-nangis. Selang beberapa menit kemudian, demamnya menurun. Beberapa hari kemudian anakku berangsur-angsur sembuh dari ancaman maut penyakit tersebut secara mukjizati.
(4) Hadhrat Chaudhry Amir Muhammad Khan sahib meriwayatkan: ‘Istriku dalam proses pengobatan di suatu clinic [Hoshiarpur] mengenai suatu keluhan di bagian kakinya, dan sudah dioperasi, namun kondisinya belum menunjukkan peningkatan. Seorang perawat Inggris menyarankan agar diamputasi saja hingga sebatas lutut supaya tidak menjadi ‘gangren’ (luka yang semakin membusuk dan menjalar). Setelah bermusyawarah dengan seluruh keluarga, aku pun menanda-tangani pernyataan operasi amputasi. Namun, karena aku tak boleh ikut masuk, maka aku pun cepat-cepat melakukan Salat Nawafil dan berdoa sedemikian rupa melolong kepada Allah Taala: ‘Ya Allah, Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Oleh karena itu, hindarkanlah kaki istriku dari operasi amputasi. Dan juga dari kecacatan seumur hidupnya. [Aku berdoa sambil menangis-nangis ketika bersujud. Lalu mendengar suara ghaib: Laa taqnatul illa min rahmatillah…]. Yakni, janganlah berputus-asa dari rahmatullah ! Tak lama setelah aku berdoa itu, seorang perawat memberi tahu, bahwa Dokter Ahli Bedah memutuskan untuk menolak operasi amputasi. Melainkan hanya akan mengoperasi-kecil atau membersihkan luka-lukanya lalu mengobatinya. Alhamdulillah, aku mendapat kabar suka Ilahiyah tersebut, Laa taqnatul.., yakni, jangan pernah berputus-asa terhadap Allah]. Istriku terhindar dari amputasi dan kecacatan seumur hidup.
(5) Hadhrat Amir Khan Sahib meriwayatkan: ‘Suatu ketika [di tahun ekonomi sulit 1925], aku mengalami krisis keuangan dalam kehidupan [rumah tangga]-ku. Mala aku pun mulai banyak berdoa, yang ketika memasuki bulan suci Ramadan, aku pun menyempatkan diri untuk meningkatkan doa-doaku. Terlebih lagi ketika aku mendapat karunia untuk ber-Itikaf. Hingga suatu malam aku mendapat ilham dalam Bahasa Punjabi, bahwa: ‘Kondisi serba sulit akan segera sirna.’ Akan tetapi, situasi krisis keuangan keluarga-ku tetap berkepanjangan. Malah, istriku melahirkan seorang anak laki-laki [yang diberi nama Mahmud Ahmad]. Namun, tak lama setelah itu, aku mendapat pekerjaan sebagai Wakil Inspektur [di Kantor Jawatan Pemerintah] dengan gaji bulanan yang sangat lumayan.
(6) Babu Abdur Rahman Sahib [meriwayatkan]: Aku berziarah ke Qadian [Darul Aman] bersama Chaudhry Rustum Ali Sahib [dan dua atau tiga orang Ahmadi lainnya]. Kami menumpang kuda pedati menyusuri jalan kasar tak beraspal [dan banyak kubangan lumpurnya, sehingga tubuh kami kepayahan]. Di Qadian, [setelah kami beristirahat, kami pun menjumpai dan aku Bai’at langsung di tangan Hadhrat Imam Mahdi a.s. [di loteng masjid Mubarak bersama 10 orang sahabah antara lain Maulwi Hakim Nuruddin Sahib dan Maulwi Abdul Karim Sahib]. Kami pun sempat memberikan barang sesuatu hadiah]. Kemudian kami pulang kembali ke Batala. Ketika aku berangkat ke Qadian, sebetulnya kami sedang membangun sebuah rumah yang sudah dimulai di bagian lantai bawahnya, Kemudian, sewaktu kami pulang, belum lagi mulai proses pembangunan di lantai atas, aku jatuh sakit, bahkan suhu tubuhku mencapai 104 derajat, yang berlangsung selama beberapa hari. Chaudhry Rustum sahib menjenguk dan mendoakanku setiap hari. Juga menyurat kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., memohon doa-doa beliau. Suatu siang, aku bermimpi bertemu dengan almarhumah kakak perempuanku yang mengatakan, bahwa: Doa-doamu dikabulkan. Ketika terbangun, aku melihat sudah dikelilingi oleh istri, ipar, adik lelaki, dan juga anakku. Maka ia pun bertanya: Mana itu kakak perempuanku yang tadi ‘aku lihat ada di sini dan mengatakan doa-doaku terkabulkan ? Mana dia ? Apa yang terjadi ?’ Namun kemudian, aku malah mati suri selama beberapa hari. sehuingga seluruh keluargaku kehilangan harapan, bahwa aku dapat selamat. Namun, Chaudhry sahib terus menerus mendoakan bagi kesembuhanku. Dan menyurat setiap hari kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. Karena aku jatuh sakit setelah Bai’at, jika sampai meninggal, tentulah akan memberi kesan sangat buruk kepada keluarga dan handai taulanku, serta para mubayin baru. Akhirnya, hasil dari jerih payah doa-doa beliau tersebut aku pun berangsur-angsur sembuh, yang dalam tempo sebulan kemudian, menjadi sembuh total. Aku dapat melaksanakan Salat Id, sehingga dapat disaksikan banyak orang mengenai makbuliyatnya doa-doa.
(7) Hafiz Mubarak Ahmad Sahib meriwayatkan mengenai Hadhrat Maulwi Hakim Nuruddin Sahib yang selalu merujuk Maulwi Khan Malik Sahib dengan penuh hormat. Karena ketika beliau sedang menuntut ilmu selama bertahun-tahun, suka meminta doa Malik Sahib agar Allah Taala memberikan kemuliaan derajat rohani kepada beliau. Dan Malik Khan Sahib ini mendoakannya, yang setelah memperoleh suatu tanda Ilahi berkata: Ya, tak pelak lagi tuan akan memperoleh suatu kemuliaan derajat rohani.
(8) Abdus Sattar Sahib bin Abdullah Sahib mendapat mimpi kasyaf 3 (tiga) hari sebelum terjadinya suatu ‘’gempa bumi’’ yang merupakan penzahiran nubuatan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. ‘Dalam mimpi itu aku melihat Huzoor Aqdas a.s. sedang duduk di rumahku. Aku memohon doa kepada beliau sehubungan penduduk kampungku menganiaya diriku sedemikian rupa. Huzoor Aqdas a.s. menjawab dalam Bahasa Punjabi: Ya inilah yang biasa aku lakukan. Namun, tuan pun hendaknya mendoakannya pula secara terpisah.’ Kemudian Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengangkat satu tanganku, lalu beliau pun berdoa. Maka munculah ‘’gempa bumi’’. Aku memegangi tubuh beliau a.s. agar diriku jangan sampai terjatuh.. Setelah bangun, aku pun memutukan untuk berziarah ke Qadian. Dalam mulaqat, Hadhrat Imam Mahdi a.s. berkata: ‘Mimpi itu berarti tuan akan terselamatkan.’ Beliau mengatakan hal tersebut hingga tiga kali. Beberapa waktu kemudian, istri dan anak perempuanku ikut terkena wabah penyakit pes. Penduduk sekampung mengancam keluargaku: ‘Bila kalian sampai mati, kami tak akan menguburkannya dengan baik-baik.’ Maka aku pun berdoa sedemikian rupa kepada Allah Swt, hingga perkataan Hadhrat Imam Mahdi a.s. itupun menjadi sempurna. Kami sekeluarga terselamatkan dari serangan wabah penyakit yang ganas tersebut.
(9) Hadhrat Ghulam Rusul Wazirabadi sahib meriwayatkan pengalamannya ketika berkunjung ke Lahore sehubungan dengan maklumat nubuatan Hadhrat Imam Mahdi a.s. di dalam surat kabar mengenai Pidato beliau yang sukses, dan melahirkan buku ‘Falsafah Ajaran Islam.’ Ketika itu aku sedang menderita suatu penyakit. Maka setelah Pidato beliau a.s. yang berhasil [dan dipadati pengunjung] tersebut, aku pun berdoa kepada Allah Swt: ‘Ya Allah, bila orang ini benar sebagai rasul pilihan Engkau, yang kedatangannya sesuai dengan nubuatan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw, maka sembuhkanlah diriku sepenuhnya dari penyakit ini.’ Doaku itu sedemikian rupa makbuliyatnya, sehingga aku pun tak pernah terserang lagi oleh penyakit tersebut.’
[Huzoor Aqdas Atba menyampaikan beberapa riwayat peristiwa lain sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s.], yang pada pokoknya menunjukkan, bahwa Hadhrat Imam Mahdi a.s. senantiasa berdoa memohon pertolongan Allah Swt, dan sangat menganjurkan para sahabah beliau agar melakukan hal yang sama. Kemudian saya akan sampaikan nubuatan Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengenai sebuah bintang yang bersinar cemerlang. Kitab Tadhkirah mencantumkan: “Nubuatan itu menjadi sempurna sebagai berikut: ‘Tepat pada tanggal 31 Maret 1907 — atau penggenapan 25 (dua puluh lima) hari setelah nubuatan tersebut pada tanggal 7 Maret 1907, suatu kilatan api yang besar dan sinarnya yang menakutkan muncul di atas langit dan dapat disaksikan orang hingga sejauh lebih dari 700 miles (atau k.l. 1.200 km, yang menurut pengamatan zaman sekarang, sangat boleh jadi lebih jauh lagi), kemudian jatuh ke atas permukaan bumi. Ribuan orang menyaksikan fenomena alam ini, bahkan sebagian dari mereka ada yang hingga jatuh terjerambab terkena dampaknya dan harus diberi minum untuk memulihkannya kembali. Sebagian besar mereka mengatakan: Kami melihat suatu bola api besar muncul di langit kemudian jatuh ke permukaan bumi, lalu timbul suatu bentangan asap yang tinggi daripadanya hingga mencapai langit. [Tatimma Haqiqatul-Wahyi, p. 82, Ruhani Khaza’in, vol. 22, p. 518]
Dengan penyampaian berbagai riwayat peristiwa ini, semoga timbul semangat keimanan baru mengenai makbuliyatnya doa-doa, yang sungguh telah dapat meneguhkan keimanan para sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Oleh karena itu kita perlu mengikuti contoh tersebut dan berusaha keras memenuhi kaidahnya dengan benar. Kemudian saya pun mohon doa kaum Ahmadi di seluruh dunia untuk kedamaian dunia di hadapan ancaman besar berbagai macam peperangan yang tengah dihadapi seperti sekarang ini. Juga mohon doa seluruh pemirsa [MTA] di seluruh dunia untuk perjalanan dinas saya ke USA dan Canada selama beberapa minggu.
Semoga Allah Taala memberikan berbagai keberhasilan pada safar maupun Jalsah Salanahnya. Aamiin !