Thursday, July 19, 2012

Sabar, Istiqamah, Istighfar dan Shalawat

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)

Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Tanpa adanya sikap Istiqamah, Bai’at tidaklah sempurna. Manakala insan melangkah menuju Allah Taala, maka ia pun menghadapi berbagai macam ujian dan tantangan di jalannya itu, yang ia tak akan dapat mencapai tujuannya jika tanpa adanya sikap istiqamah. Dan Istiqamah ini tak dapat teruji dalam kondisi yang serba aman, karena setiap orang dalam keadaan senang dan bersahabat pada kondisi yang aman dan sentosa. Istiqamah adalah sikap yang tetap teguh ketika menghadapi segala macam ujian dan cobaan.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menyatakan: ‘Shalawat adalah sumber utama untuk memperoleh istiqamah. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat. Namun tidak berupa riitual jasmaniahnya saja, melainkan dengan menyadari sepenuhnya keelokan, keberkatan dan falah keberhasilan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw. Shalawat yang semacam itulah yang dapat menimbulkan semerbak makbuliyatnya doa-doa. Hadhrat Imam Mahdi a.s. pun menasehati: ‘Perbanyaklah juga Istighfar untuk meneguhkan istiqamah di dalam qalbu.’
Selanjutnya saya akan sampaikan beberapa riwayat peristiwa yang dialami oleh para sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang menggambarkan kesabaran dan keistiqamahan mereka.
(1) Hadhrat Nur Muhammad sahib r.a. menulis: ‘Pada suatu hari di tahun 1906 aku beserta keluarga ke Baluchistan, yang Imam Masjid setempat dan Ustadz-nya mengetahui bahwa aku telah berkunjung ke Qadian [Darul Aman]. Ia memperkarakanku, dan mengatakan: ‘Berbagai kitab karangan Mirza sahib memang baik, tetapi ia menuntut para pengikutnya sesuatu hal yang lain di balik itu.’ Maka aku pun menyurat kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengenai hal ini. Beliau a.s. menjawab: ‘Kami memang menasehati agar mendahulukan kepentingan agama di atas urusan duniawi. Dan barangsiapa yang menambahi atau mengurangi segala sunnah dan sabda Hadhrat Rasulullah Saw, terlaknatlah ia.’ Ketika aku sampaikan hal ini kepada Imam masjid tersebut, ia malah mencemoohkanku dengan bertanya: ‘Apakah kamu pun menerima wahyu ?’ Aku jawab: ‘Ya. Yakni, sebelum menjadi orang Ahmadi, aku membaca tentang [pendakwaan] Hadhrat Imam Mahdi a.s. di suatu surat kabar. Maka aku pun berdoa memohon petunjuk Ilahi. Kemudian aku menerima ilham Allah Taala yang berbunyi: ‘Terimalah ia, karena dia itu benar.’ Lalu, setelah aku menyatakan secara terbuka mengenai Ahmadiyah, masyarakat pun mulai menganiayaku di depan umum. Maka aku banyak berdoa, semoga dengan keberkatan Hadhrat Imam Mahdi a.s., doa-doaku yang terdahulu pun terkabul. Lalu aku menyurat dengan dawam kepada beliau a.s., kemudian memberitahu bahwa atasanku adalah seorang penentang yang sengit. Mohon didoakan agar aku dapat dimutasikan sekaligus dengan promosi kenaikan jabatannya. Tak seberapa lama, aku dimutasikan ke suatu tempat. Tetapi, aku menjadi satu-satunya orang Ahmadi di situ. Maka aku pun sering-sering mengirim kartu pos kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. memohon doa beliau. Dalam tempo setahun kemudian, 12 (dua belas) orang mubayin baru masuk ke dalam Jamaat Ahmadiyah. Dan hampir setiap malam pula aku menerima wahyu Ilahi. Di antara para Ahmadi baru tersebut, ada seorang tukang daging yang bernama Shadi Khan. Atas ‘pengaduan hukum’ Kepala Kampung-nya, masyarakat memboikot tokonya, bahkan dipukuli. Maka aku pun banyak berdoa atas peristiwa tersebut, lalu mendapat kabar gaib, yang berbunyi: ‘Rumah keluarga Shadi Khan akan diselamatkan’. Maka aku beritahukan semua karibku beserta keluarga mereka sejumlah 36 orang agar mengungsi ke rumah Shadi Khan sahib.
Suatu malam, Shadi Khan mendapat mimpi, bahwa dirinya berada di suatu ruang pengadilan besar yang dihadiri pula oleh beberapa orang waliullah, dan Hadhrat Imam Mahdi a.s. sedang berdiri di dekat pintu, dan Shadi Khan yang mendapat luka berdarah di kepalanya. Lalu Hadhrat Imam Mahdi a.s. membawa Shadi Khan ke Hakim yang sedang duduk di singgasananya untuk menyerahkan perkara sambil berkata: ‘Apakah yang harus hamba lakukan jika para pengikut hamba diperlakukan seperti ini ?’ Sang Hakim segera memerintahkan seorang Jenderal berpakaian lengkap dengan segala atributnya untuk menyertai Shadi Khan. Kemudian sejumlah lasykar mengikuti mereka dipimpin oleh Shadi Khan dan Jendral itu, memasuki kota. Keesokan paginya, Shadi Khan sahib berkata, bahwa dirinya tak akan melayani pengaduan hukum Kepala Kampung tersebut, sebab Allah Taala sendiri yang akan mengganjarnya. Tak beberapa lama kemudian, banjir besar datang melanda sebagian besar kota tersebut, namun hanya rumah Shadi Khan sahib yang selamat.
(2) Hadhrat Jan Muhammad sahib r.a. menulis: ‘Aku adalah orang Ahmadi pertama di Daska ketika aksi penentangan timbul dengan sengit. Sehingga bahkan para pekerja pensuplai air PAM dan penyapu jalanan pun mogok kerja. Maka aku menyurat kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. melaporkan situasi tersebut dan menyampaikan, bahwa: ‘Seandainya para pemimpin kota adalah orang-orang Ahmadi, tentulah Jama’at akan sejahtera.’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. menjawab: ‘Tak perlulah berpikir bahwa seandainya orang ini atau orang itu menjadi orang Ahmadi tentu Jama’at akan maju. Melainkan, banyaklah bersabar dan Salat [wa-asthainu bish-shabri wash-shalah]. Jamaat ini berasal dari Allah Taala yang akan terus berkembang pesat hingga mencapai seluruh pelosok dunia. Orang-orang yang berfitrat baik akan datang bergabung, dan Masjid-masjid mereka akan menjadi milik kaum Ahmadi.
(3) Hadhrat Abdullah sahib r.a. menulis: ‘Ketika Hadhrat Imam Mahdi a.s. wafat, aku sedang berada di situ. Banyak orang ghair yang juga melihat dari kejauhan. Disebabkan kesedihannya yang mendalam, ada seorang Ahmadi yang menangis meraung-raung. Maka Hadhrat Maulana Nuruddin r.a. (Khalifatul Masih Awwal) bersabda: ‘Hadhrat Mirza sahib telah berpulang ke rahmatullah. Beliau a.s. telah berhasil menunaikan tugasnya. Maka saat ini bukanlah untuk menangis-nangis. Melainkan, perlihatkanlah sikap istiqamah.’
(4) Hadhrat Khairud-Din sahib r.a. menulis: ‘Ustadz-ku yang bernama Maulwi Allah Ditta adalah seorang pengikut Maulwi Muhammad Hussein Batalwi yang suatu ketika membaca hal-hal positif yang ditulisnya mengenai Hadhrat [Mirza Ghulam Ahmad Qadiani] Imam Mahdi a.s.. Maka terbersitlah di dalam pikiran [Maulwi Allah Ditta] Ustdaz-ku ini untuk berkunjung ke Qadian, yang setibanya di sana dan melihat Hadhrat Imam Mahdi a.s., beliau pun berkata: ‘Wajah dan ciri-ciri penampakan diri Hudhur Aqdas sesuai benar dengan apa yang diuraikan di dalam berbagai Hadiths.’ Beliau a.s. hanya tersenyum. Kemudian Maulwi Allah Ditta mengutarakan keinginannya untuk Bai’at, tetapi Hadhrat Imam Mahdi a.s. menjawab: Aku belum mendapat perintah Allah Taala untuk itu.’ Maka Maulwi Allah Ditta sahib yang telah diliputi kecintaan kepada beliau a.s. pulang kembali ke rumah. Namun ketika ia mendengar seruan Hadhrat Imam Mahdi a.s. untuk Bai’at, Maulwi sahib pun segera itu pula menyatakan Bai’atnya. Sedangkan aku tidak menentang pendirian Ustadzku itu, aku tetap tinggal bersama beliau. Hanya disebabkan sikap malasku sajalah yang akhirnya aku Bai’at pada tahun 1906, yakni ketika aku berkunjung ke Qadian, lalu Bai’at langsung di tangan Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang berberkat.
(5) Hadhrat Qazi Muhammad Yusuf r.a. menulis: ‘Aku menjadi pegawai pemerintah selama 27 tahun, mulai dari gaji sebesar 15 Rupees hingga 200 Rupees per bulannya. Hanya berkat pertolongan Allah Taala sajalah yang membuat diriku dapat mengatasi berbagai kesulitan hidup. Sehingga banyak ujian dan cobaan dapat dilalui dengan mudah. Yakni, jangankan orang lain, bahkan kalangan keluargaku sendiri menganiaya diriku untuk waktu yang lama. Namun Allah Taala tidak membiarkan mereka. Melainkan diriku yang memperoleh falah keberhasilan hidup. Aku difitnah telah menghina kedudukan Hadhrat Rasulullah Saw. Oleh karena itu ada seseorang yang dikecoh untuk membunuhku. Namun, pistol yang telah diarahkan ke tubuhku itu tidak meletup. Si pelaku tertangkap dan dijatuhi hukuman 9 tahun penjara. Sehingga, wahyu Allah Taala kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. tergenapi, yakni: ‘Tak perlu mengancamku dengan api. Karena api telah menjadi hambaku. Dan juga hamba dari para hambaku yang haqiqi.’ [Tadhkirah, hlm.476].
(6) Hadhrat Mian Nizamuddin sahib r.a. menulis: Di dalam suatu kerumunan orang banyak di Lahore, aku dan beberapa orang teman melihat seorang pimpinan mereka berteriak-teriak sambil memegang Al Qur’an bahwa: [Na’udzubillah min dzalik] ‘Mirza sahib’ terkena penyakit lepra.; Sambil membagi-bagikan brosurnya. Maka aku dan beberapa temanku berpikir: Afdhal kami datang saja ke Qadian untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri kondisi ‘Mirza sahib’. Kemudian kawanan tiga serangkai ini pun tiba di Qadian, dan menyaksikan Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang rupawan dan sehat wal afiat. Kami terheran-heran: Apakah Maulwi kami itu yang berdusta, ataukah sosok yang kami lihat ini bukanlah Mirza sahib ? Maka keesokan paginya setelah bermalam, kami tanyakan perkara ini kepada Hadhrat Maulana Nuruddin r.a. (Khalifatul Masih Awwal). Beliau r.a. menjawab: Wujud yang tuan-tuan lihat itu sungguh Mirza sahib yang sebenar-benarnya. Brosur [fitnah] dari sang Maulwi itu telah sampai pula kepadaku’, kata beliau sambil mengeluarkannya dari saku. ‘Terserah tuan-tuan untuk memutuskan siapakah yang benar’, kata beliau r.a.. Ba’da Salat Zuhur, kami sampaikan hal ini langsung kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Beliau hanya tertawa, sambil berkata: ‘Telah diriwayatkan di dalam berbagai Hadith, bahwa: Kaum ulama di zaman Al Masih Muhammadi akan menjadi sejahat-jahatnya makhluk di kolong langit.’ Maka kami pun berhasrat untuk Bai’at kepada beliau a.s. karena tak tahan lagi dengan kedustaan yang mereka lontarkan. Namun, Hadhrat Imam Mahdi a.s. menasehati: ‘Janganlah serba terburu-buru. Tinggallah dulu barang seminggu di Qadian, barulah kemudian Bai’at setelah menyetujui berbagai hal yang aku sampaikan.’ Tak lama kemudian, aku pun dikeluarkan dari pekerjaan disebabkan masuk Ahmadiyah, Tiap orang menentang dan memboikotku.’
[Hudhur Aqdas Atba menambahkan]: Sikap mereka tersebut masih berlangsung hingga kini. Yakni, belum lama ini Pengadilan Tinggi Lahore mengeluarkan fatwa haram meminum sari buah (juice) merek ‘Shezan’ hanya dikarenakan pemilik pabriknya adalah orang Ahmadi.’ Nizamuddin sahib menulis lebih lanjut: ‘Salah satu dari 3 orang kawanan kami ini, tak tahan menanggung derita pemboikotan terhadap usaha tokonya. Ia pun mengundurkan diri. Sedangkan aku beserta seorang teman yang lain tetap tabah dan istiqamah menghadapi segala cobaan, hingga harus menanggung kelaparan beberapa hari. Kemudian kami bermulaqat kembali dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang menasehati: Bila tuan-tuan tetap memperlihatkan istiqamah, tentu akan mendatangkan ganjaran pahalanya. Allah Taala akan segera memberikan berbagai kemudahan.’
Setahun kemudian telah berlalu, namun situasi dan kondisinya tak berubah. Maka aku pun bermulaqat lagi kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., dan menyampaikan dengan segenap keharuan: Aku mohon permisi untuk berhijrah ke Afrika. Ba’da Salat, beliau a.s. berkata: Tuan boleh ke Afrika, namun setibanya di sana, hendaknya tuan tetap bertabligh menyampaikan keberadaan Jama’at.
(7) Hadhrat Ghulam Muhammad sahib r.a. menulis: Sebelum Hadhrat Imam Mahdi a.s. menyampaikan ‘Pidato Lahore’, disebarluaskanlah brosur pemberitahuannya kepada masyarakat. Namun kaum penentang kemudian memukuli orang-orang Ahmadi. Lalu seorang Maulwi mereka naik ke atas pohon, kemudian berteriak-teriak dengan kata-kata penghinaan ke arah Hadhrat Imam Mahdi a.s..
(8) Hadhrat Hafiz Ghulam Rasul Wazirabadi r.a. menulis: Suatu hari aku datang ke Qadian, dan menyampaikan kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., bahwa: Aku kehilangan rumahku disebabkan tuntutan pengadilan dan kesaksian yang palsu. Beliau a.s. menasehati: Ada setengah orang yang sampai kehilangan harta bendanya disebabkan habis-habisan membiayai kenduri perkawinan atau pun acara sunatan. Sedangkan tuan kehilangan rumah disebabkan keteguhan tuan kepada Allah Taala. Maka Allah pun tentu akan menggantinya dengan yang lebih baik.’ Aku sangat yakin dengan doa beliau a.s. ini. Maka aku pun memilih bermukim di Qadian. Kemudian aku menikah dan memiliki keluarga, lengkap dengan sebuah rumah yang ternyata lebih baik dari sebelumnya. Setelah Hadhrat Imam Mahdi a.s. wafat, Khawaja Kamaluddin berkata: Mereka yang belajar di Madrasah Ahmadiyah [Qadian] akan menjadi Mullah, padahal orang-orang seperti aku ini hendaknya pergi bertabligh. Oleh karena itu, tutup sajalah Madrasah itu. Mendengar ocehannya tersebut, Mian [Bashiruddin] Mahmud [Ahmad r.a.] langsung berdiri dan berkata lantang: ‘Madrasah tersebut didirikan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang akan terus berdiri, dan Insya Allah akan menghasilkan para mubaligh [sarjana agama] unggulan.’ Maka Khawaja Kamaluddin pun terdiam seribu basa.
(9) Hadhrat Sheikh Abdul Wahab sahib r.a.; yakni, Habib Ahmad sahib menulis tentang peristiwa yang dialami oleh mubayin baru Wahab sahib, bahwa tuan ini memiliki semangat luar biasa dalam menghadapi pihak penentang dengan keberanian dan istiqamah yang teguh. Yakni, manakala pembicaraan [pihak lawan] telah menjadi aniaya, beliau r.a. pun diam sesuai dengan nasehat Hadhrat Imam Mahdi a.s., ialah: ‘Doakanlah mereka yang menghinamu, dan tenanglah terhadap mereka yang mencercamu.’
(10) Hadhrat Zahuruddin sahib r.a. menulis: ‘Setelah Bai’at, aku menginap satu malam di Qadian disebabkan teman seperjalananku menjadi ketakutan [atas resiko] yang akan dialaminya. Namun, dengan karunia Allah Taala, aku tak takut kepada siapapun. Malah, aku menyesal tidak berlama--lama tinggal di Qadian. Setelah masuk Ahmadiyah, beliau banyak menghadapi penentangan dan boikot. Suplai air PAM ke rumahnya dihentikan, dan mengalami kelaparan selama beberapa hari. Namun dengan karunia Allah Taala, beliau tetap istiqamah.
(11) Hadhrat Ghulam Ahmad Ara’in sahib r.a. menulis: ‘Ayahku telah mewasiatkan sejak beberapa tahun sebelumnya, bahwa: Aku merasa kinilah saatnya Imam Mahdi datang. Maka kalian hendaknya menerima beliau dengan segera. Seandainya aku masih hidup, aku pun bertekad menjadi orang pertama yang baiat menerima beliau.’ Namun, ayahku itu keburu meninggal. Ketika Hadhrat Imam Mahdi a.s. mendakwakan diri, keponakanku langsung Bai’at. Tetapi aku masih berkeberatan, sebab katanya Imam Mahdi akan berasal dari keluarga Syed [Rasulullah Saw]. Namun, keponakanku tersebut berkata: Jika paman tidak Bai’at, akan menyesal seumur hidup.’ Maka, aku pun berangkat ke Qadian untuk menyaksikan kebenaran beliau secara langsung. Kemudian aku diperkenalkan kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. di Masjid Mubarak yang ketika itu kecil sekali. Aku duduk di samping beliau a.s., lalu berkata: Aku meyakini Isa Al Masih a.s. akan turun di sebuah Minarat di [Damaskus] Timur Tengah. Sedangkan Imam Mahdi akan lahir dari keluarga Syed. Kemudian beliau akan menemui Isa Al Masih itu.’ Maka Hadhrat Imam Mahdi a.s. meminta sahabah beliau untuk menjelaskannya. Ketika sudah dijelaskan dengan panjang lebar dan aku memahaminya, aku pun segera Bai’at.
Kemudian aku bertanya kepada beliau a.s.: ‘Anak perempuanku telah dipinang oleh anak lelaki kakak perempuanku. Bagaimana pendapat Hudhur ? Hadhrat Imam Mahdi a.s. menjawab: ‘Tak jaiz menyerahkan barang yang thayyib ke pihak ghair, karena mereka penentangmu. Lalu anak keturunannya pun akan menjadi penentang pula.’ Aku menjawab: Tetapi ikatan [tradisional] tersebut telah dibuat sejak 18 tahun yang lalu. Bagaimana cara mengatasinya ?’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. menjawab: Aku telah menyampaikan apa yang ingin kukatakan. Selebihnya terserah tuan. Juga, jangan bermakmum di belakang orang ghair-Ahmadi.’ Ara’in sahib melanjutkan: ‘Setelah Bai’at itu, kakak iparku menentang. Namun istriku membela dengan istiqamah. Kemudian, aku berhasil menikahkan anak perempuanku itu dengan seorang pemuda Ahmadi. Tetapi sanak saudara kami itu menghinaku, bahkan juga memukuli diriku.
(12) Hadhrat Hafiz Nabi Bakhsh sahib r.a. menulis: Suatu hari anak laki-lakiku yang masih berumur 7 tahun dan menjadi pelajar Talimul Islam School meninggal dunia, ketika sedang dalam pengobatan oleh Hadhrat Maulana Nuruddin sahib, yang waktu itu memberi beberapa butir tablet. Namun ia meninggal dunia setelah meminumnya. Ketika aku berkunjung kembali ke Qadian, Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengajakku bersama dengan beliau, sambil berkata: Tuan telah memperlihatkan kesabaran yang luar biasa. Oleh karena itu, aku telah banyak berdoa, semoga Allah Taala mengaruniai tuan banyak anak. [Selanjutnya Hudhur menyampaikan berbagai peristiwa yang menunjukkan penghormatan beberapa sahabah lainnya terhadap agama].
(13) Hadhrat Dr Muhammad Tufail Jan sahib r.a. menulis: Sedemikian mulianya kedudukan Hadhrat Imam Mahdi a.s., sehingga siapapun yang hendak menghinakan beliau, tak selamat dari resiko hukuman-Nya. Ada seorang Maulwi yang juga guru, suatu kali menggunakan kata-kata sangat kasar dan menghina terhadap Hadhrat Imam Mahdi a.s. di hadapan para staff sekolah yang beragama Islam. Maka aku pun menghadap ke Kepala Sekolah untuk mengadukannya. Akan tetapi ternyata ia orang Kristen, yang tentunya tak akan bersimpati. Oleh karena itu aku memilih jalan doa: ‘Jika sang Maulwi tersebut menghina karena ketidak-tahuannya yang apabila disadarkan realita sebenarnya, mudah-mudahan ia mau bertaubat. Maka aku pun mendoakan agar ia diberi peringatan yang tidak mendatangkan kerugian besar. Kemudian Allah Taala memperlihatkan tanda-Nya berupa: Ketika ia naik kereta api bersama anak istri, bayi mereka yang baru lahir terjatuh dari pangkuan ibunya beberapa kali. Tetapi tidak mengalami cedera apa-apa. Ketika sang Maulwi menceritakannya kepadaku, aku berkata: ‘Sebetulnya aku telah berdoa kepada Allah agar tuan diberi suatu peringatan ringan yang tak membahayakan. Oleh karena itu ingatlah peristiwa itu adalah tanda peringatan dari Allah.’ Namun ia tidak percaya, malah mengatakan itu hanya kebetulan saja. Maka Allah Taala pun mengganjarnya sekali lagi: Ia jatuh sakit hingga meninggal. Namun, ketika menjadi sekarat, menjadi nyata kepadanya, bahwa ia terkena azab atas pelecehannya. Yakni, ia memanggil diriku, kemudian mengakui semua ini karena keluhanku meskipun aku sendiri tidak mengeluhkannya secara terbuka. Ia menyadari bahwa aku berada di pihak yang benar, sedangkan ia telah berbuat salah.
(14) Hadhrat Hafiz Mubarak Ahmad sahib r.a. menulis: ‘Hadhrat Roshin Ali sahib r.a. meriwayatkan: Maulwi Khan Malik sahib adalah seorang ulama terkenal di daerah Punjab maupun di seluruh negeri Banyak pemimpin umat yang dulunya adalah murid beliau, namun pribadinya sangat shalih. Yakni, ia tak sanggup mendengar kata-kata kasar cercaan orang terhadap Hadhrat Imam Mahdi a.s. Suatu hari ada seorang tokoh terpandang yang memanggilnya dating ke rumah untuk mengajar ngaji anak-anaknya. Tetapi suatu saat ia melontarkan kata-kata penghinaan terhadap Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Maka beliau pun menolak secara halus untuk mengajar dengan mengatakan, bahwa beliau tidak siap mengajar.
(15) Hadhrat Munshi Imamuddin sahib r.a. menulis: Ketika Mirza Nizamuddin dan Mirza Imamuddin memblokir jalan masuk ke Masjid Mubarak di Qadian sangat menyusahkan kaum Ahmadi. Sehingga Hadhrat Imam Mahdi a.s. memutuskan untuk menempuh jalur hukum, dan memerintahkan agar disiapkan pernyataan beberapa orang saksi. Ketika persidangan atas saksi-saksi dibuka, Mirza Nizamuddin menggunakan kata-kata kasar dan melecehkan Hadhrat Imam Mahdi a.s. Sekira setahun kemudian, Mirza Nizamuddin bertemu dengan Munshi sahib dan bertanya: Mengapa engkau marah kepadaku ? Aku menjawab: Karena kamu telah berkata-kata kasar terhadap junjunganku, sehingga menyakitkan diriku. Akhirnya Mirza Nizamuddin mengakui, bahwa ia menaruh hormat kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s. dan banyak memperoleh faedah atas keberadaan beliau. Lalu menawarkan jalan damai.
(16) Hadhrat Khalifa Nuruddin sahib r.a.: Aku adalah teman Maulwi Muhammad Hussein Batalwi di masa sebelum menjadi orang Ahmadi. Suatu kali Maulwi Batalwi ini mengimami Salat. Aku pun demikian, tetapi di ruangan yang terpisah. Ba’da Salat, Maulwi sahib sangat senang karena dikiranya aku bermakmum di belakangnya. Aku menjawab: Jangankan lagi bermakmum di belakang seorang ghair-Ahmadi, mengimaminya pun aku tak hendak. Pernyataanku tersebut menherankannya, sehingga ia pun berkata: Tapi ini bukan keyakinan orang Ahmadi lainnya ?! Aku jawab: Ya, tiap-tiap insan boleh jadi memiliki keyakinannya masing-masing. Al Qur’an Karim menyatakan: ‘Tidaklah patut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan Allah untuk orang-orang musyrik meskipun mereka kaum kerabat,.…’ (Q.S. 9 / Al Taubah : 113) ‘Maka, apakah aqidah tuan Maulwi sahib tidak sama dengan kaum musyrikin ? Dan jika aku menjadi Imam-nya, mungkinkah aku mendoakan mereka yang bermakmum di belakangku agar Allah Taala mengampuniku dan juga mereka yang jelas-jelas menolak Al Masih dan Al Mahdi-Nya ?!’ Ketika aku menyampaikan peristiwa ini kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., beliau pun tertawa. [Hudhur Aqdas menambahkan]: Ini adalah peristiwa yang jaiz’.
(17) Hadhrat Muhammad Nazir Faruqi sahib r.a. menulis: Sekitar tahun 1908 aksi penentangan besar dari masyarakat sekitar melanda Hakim Nawab Ali sahib, yang tuntutannya sangat rinci. Namun beliau r.a. tetap beristiqamah. Tidak menjatuhkan harkat derajat diri beliau. Allah Taala memberkati kondisi keuangan diri beliau, dan beliau pun senantiasa bersyukur kepada-Nya.
(18) Hadhrat Sheikh Zainul Abi’din sahib r.a. menulis: Aku berkunjung ke Qadian ketika usiaku sudah dewasa. Hadhrat Imam Mahdi a.s. bertanya: Apakah tuan sudah bersiap untuk menikah ?! Aku menjawab: Hudhur, pertunanganku berantakan disebabkan diriku sudah tertarik kepada Islam Ahmadiyah.’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. tersenyum sambil berkata: ‘Tuan belum lagi Bai’at, mengapa pula pertunangan tuan harus batal ? Mereka menuntutku agar mengatakan Mirza sahib kafir, yang tentu saja tak kusanggupi. Sebaliknya aku ‘katakan kepada mereka: Seandainya pun tuan-tuan memberi tambahan 10 pertunangan lainnya, aku malah akan menyatakan, bahwa Mirza sahib adalah sungguh seorang WaliUllah ! Hadhrat Imam Mahdi a.s. menjawab: Apa yang telah ditaqdirkan oleh Allah Taala, akan terjadi demi untuk sesuatu yang lebih baik.’
Semoga Allah Taala senantiasa meningkatkan derajat maqom ruhaniah para pendahulu kita tersebut. Dan semoga pula Dia menanamkan semangat sabar dan Istiqamah yang sama kepada anak keturunan mereka, serta lekat dengan Jamaat dan Khilafat.