Friday, July 27, 2012

Kegigihan Sikap para Sahabah Hadhrat – Imam Mahdi a.s.


أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُ هُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
‘Pada hari ini, saya telah memilihkan berbagai riwayat beberapa sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang menggambarkan kegigihan dan ghairah mereka bermusafar demi untuk dapat menemui beliau a.s.. (1) Hadhrat Mian Zahuruddin sahib r.a. meriwayatkan: Suatu hari tiba-tiba timbul hasratku untuk berziarah ke Qadian [Darul Amaan]. Hal ini aku sampaikan kepada seorang karibku. Tetapi sebetulnya aku tak punya uang untuk perongkosannya. Maka karibku itu pun memberiku uang 1 Rupees sambil minta maaf: Hanya itu yang ada. Lalu aku utarakan lagi niat safarku itu kepada seorang karib yang lain, yang ternyata ia pun mau pergi bersama. Maka kami pun berkendaraan sampai ke Batala, lalu disambung dengan berjalan kaki hingga tiba di Qadian, [di waktu Zuhur]. Kami merasakan suka cita yang luar biasa dapat bertemu dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Kami senantiasa teringat akan kebahagiaan batiniah yang kami peroleh ketika dapat bermajelis-irfan dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s.,, seolah dunia dengan segala isinya tiada artinya. Berkat bermulaqat dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s., kami pun memutuskan untuk tinggal di Qadian selama beberapa hari, dan mendapat kehormatan untuk Salat, bermakmun di belakang beliau a.s.. Kami senantiasa ingat nasib baik kami tersebut, yakni semata-mata berkat karunia Allah Taala saja, aku yang adalah orang yang dhoif ini terlahir di zaman Hadhrat Imam Mahdi yang berberkat, [dan bermulaqat dengan beliau].
(2) Hadhrat Haji Muhammad Musa sahib r.a. meriwayatkan: Sudah menjadi kebiasaan yang dawam selama bertahun-tahun aku menitipkan sepeda-ku kepada seorang kenalan di Stasiun K.A. Batala. Sebab, setiap Hari Jumat aku naik kereta api dari Lahore ke Batala, lalu mengayuh sepedaku itu dari Stasiun Batala ke Qadian, demi untuk dapat melaksanakan Salat Jumat. [Padahal sepeda tempo doeloe itu ban-nya tubeless alias tak berangin]. Setelah itu, kembali lagi ke Lahore dengan cara yang sama. [Aku mengayuh dan digojlok sepeda itu total sejauh 22 miles (atau 35 km)].

(3) Hadhrat Ghulam Ghos sahib r.a. meriwayatkan: ‘Sebetulnya aku telah Bai’at [kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s.] melalui surat. Akan tetapi, pada tahun 1901 aku berziarah ke Qadian, dan Bai’at lagi langsung di tangan beliau a.s.. Kemudian, ketika bertemu dengan Maulwi Abdul Karim sahib r.a. aku memohon sesuatu Wazifa (azimat, atau amalan doa-doa wajib, atau isim, mantera). Beliau r.a. menjawab: Wazifa untuk tuan, adalah sering-seringlah dating ke Qadian. Maka timbulah di dalam pikiranku: Afdhal aku membangun rumah di Qadian untuk tempat tinggal keluargaku. Sehingga, jika aku pulang cuti, aku pun dapat tinggal di sana. Ketika itu, aku sedang bekerja di Afrika Timur. Maka aku pun mengirimkan uang rencana pembangunan rumahku kepada Maulwi Abdul Karim sahib r.a.. Namun kemudian, ketika aku datang kembali [ke Qadian] dan menemui Maulwi sahib, beliau mengembalikan uang tersebut disertai permohonan maaf karena ternyata ‘tak ada waktu untuk mengurus pembangunan rumahku itu. Tetapi beliau r.a. sangat menekankan pentingnya Jama’at memiliki berbagai bangunan penting di Qadian. Hal ini dapat terjadi berkat seruan Hadhrat Imam Mahdi a.s..
(4) Hadhrat Mian Zahuruddin sahib r.a. meriwayatkan: Aku memahami ancaman azab Ilahi jika ternyata ‘Mirza sahib’ adalah benar, dan aku tidak menerimanya. Maka aku sampaikan beban pikiranku ini kepada saudara sepupuku sambil mengatakan, bahwa aku harus ke Qadian. Ia menjawab: Jangan ‘katakan kepada siapapun mengenai rencanamu ini, karena aku pun ingin pergi bersamamu.’ Maka keesokan paginya kami berdua berangkat dengan menumpang kereta api; yang sesampainya di Stasiun, kami lanjutkan dengan naik gerobak berkuda, hingga tiba di Qadian saat Salat Zuhur. Masjid Mubarak pada waktu itu kecil saja. Ada sekira setengah lusin orang di dalamnya. Aku memandangi wajah mereka satu persatu, namun qalbuku tak menemui wujud yang kudambakan. 15 (Lima belas) menit kemudian Hadhrat Maulana Nuruddin r.a. (Khalifatul Masih Awwal) muncul. Demi melihat wajah beliau, qalbuku mengatakan: Ini adalah orang yang mulia. Maka aku pun segera berdiri takzim. Hadhrat Maulana Nuruddin r.a. yang menyadari kekeliruan ini, segera memintaku untuk duduk kembali sambil mengatakan, bahwa Hadhrat Mirza sahib segera datang. Tak lama kemudian, jendela penghubung ke dalam Masjid itu terbuka. Hadhrat Imam Mahdi a.s. menyeruak masuk, yang aku saksikan bagai benderangnya sinar matahari di siang hari. Aku merasakan saat itu sebagai pemenuhan atas segala harapanku. Dahaga rohaniku terpuaskan setelah menyaksikan wajah aqdas beliau a.s..
(5) Hadhrat Sheikh Abdul Karim sahib r.a. meriwayatkan: Aku baiat menjadi orang Ahmadi pada tahun 1903 melalui seorang Ahmadi ketika ia sedang berkunjung ke Karachi. Pada tahun 1904 ketika aku sedang berada di Lahore dan datang ke sebuah Masjid untuk Salat Jumat, aku mendengar pengumuman, bahwa Hadhrat Imam Mahdi a.s. segera akan tiba. Namun Khatib dan Salat pada waktu itu adalah Maulwi Abdul Karim sahib r.a.. Kondisiku ketika itu sedang risau, yang secara kebetulan dapat bertemu dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Tetapi ketika waktu Salat, Dr Yaqub Baig sahib memegang tanganku, lalu menarik diriku untuk berdiri di saf awal, yang ternyata tepat di sebelah Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Maka pada saat qi’adah (itidal), ketika bahuku menyentuh bahu beliau a.s. aku merasakan beban batin atas kekotoran dosa-dosaku, yang kini menyentuh tubuh aqdas Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Aku pun terisak-isak menangis.. Menyadari derita batinku, ba’da Salat, Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengusap-usap punggungku sambil menghibur menenangkan. Ketika beliau a.s. kembali ke Qadian, aku pun ikut serta dengan rombongan beliau. Kemudian, ketika beliau a.s. bermusafar ke Gurdaspur, aku pun ikut juga. Di sana, antara lain Hadhrat Imam Mahdi a.s. berpidato, bahwa ‘Setengah orang berpendapat, untuk memperoleh najat, keselamatan, cukuplah menyaksikan wajahku, lalu Bai’at, padahal sudah dinyatakan, bahwa: ‘Thee alone do we worship and Thee alone do we implore for help’ (Q.S. 1 / Al Fatihah : 5), adalah saripati utama yang dapat menjamin najat, keselamatan. Aku ini hanya sebagai ‘Hadi’, penunjuk jalan belaka.’
(6) Hadhrat Sahib Din sahib r.a. meriwayatkan: Sekira pada tahun 1904 aku mendengar bahwa Hadhrat Imam Mahdi a.s. segera akan tiba di Lahore. Maka aku beserta sejumlah orang lainnya bergegas ke Stasiun K.A. [untuk menyambut] dan mempersiapkan kereta kuda untuk sarana transportasi beliau a.s.. Ketika Hadhrat Imam Mahdi a.s. sudah duduk di dalamnya, beberapa orang pemuda mulai melepaskan tali-tali penghela kuda dengan maksud akan digantikan oleh diri mereka untuk menariknya. Namun, Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: Aku datang untuk membebaskan manusia, memajukan mereka dan memperoleh maqoman mahmudah yang setinggi-tingginya. Tidak untuk menjadikan mereka sebagai penarik beban seperti hewan.’ Demi mendengar sabda beliau a.s. tersebut, kami pun merubah rencana. Kuda-kuda itu dikembalikan lagi ke posisinya untuk menarik kereta. Aku berdiri di belakang mengawal, sambil memayungi Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Aku merasakan suka cita yang amat sangat memperoleh kehormatan tersebut.’
(7) Hadhrat Choudhry Ghulam Rasul Basra sahib r.a. meriwayatkan: Ketika Jalsah Salanah tahun 1907, pada hari Kamis Fajr, aku mendengar, bahwa [ba’da Salat] Hadhrat Imam Mahdi a.s. akan berjalan pagi. Sudah menjadi tradisi [Jamaat] pada waktu itu: Di tengah-tengah banyak orang, para sahabah akan saling bepegangan-tangan membentuk lingkaran untuk melindungi beliau a.s.. Maka aku ‘katakan kepada beberapa orang karibku: Kita akan ikut bergabung dengan rombongan beliau, dan insya Allah akan ikut berpegangan tangan mengelilingi diri beliau agar memperoleh kesempatan untuk menyaksikan wajah aqdas beliau a.s. lebih dekat. Maka ba’da Salat Fajr itu, orang-orang pun sudah berdiri di jalan menunggu Hadhrat Imam Mahdi a.s. lewat. Namun, ‘tak ada seorang pun yang mengetahui, ‘ke arah mana beliau akan melangkah. Tetapi suasana langit ketika itu amat ceria. Beberapa saat kemudian terdengar bahwa beliau akan berjalan ‘ke arah utara. Maka kami pun bersiap-siap membentuk lingkaran. Kemudian kami melihat Hadhrat Imam Mahdi a.s. muncul di tengah kerumunan orang banyak, namun mereka segera menyingkir memberi jalan kepada beliau a.s.. Selesai berjalan pagi, Hadhrat Imam Mahdi a.s. beristirahat di bawah kerindangan sebuah pohon, lalu bersalaman dengan semua yang hadir. Kemudian beliau a.s. bersabda: Allah Taala telah memberi kabar gaib kepadaku, bahwa banyak orang berbondong-bondong dari jauh-jauh akan datang menjumpai diriku. Jangan khawatir, dan jangan pula merasa penat untuk mengkhidmati mereka.’
(8) Hadhrat Dr. UmaruDin sahib r.a. meriwayatkan: Aku keranjingan untuk sering-sering menyalami tangan Hadhrat Imam Mahdi a.s., yang untuk itu aku senantiasa berusaha untuk menembus, menyeruak orang banyak demi untuk melaksanakan niatku. Namun aku tak pernah merasa puas.
(9) Hadhrat Dr. Abdullah sahib r.a. meriwayatkan: Suatu ketika, aku sudah bersiap-siap akan berangkat ke Qadian dari Batala Aku melihat ada orang tua tuna netra yang juga akan pergi ke sana. Maka aku pun menawarkan tumpangan kepada beliau karena masih ada tempat di kendaraanku. Tetapi beliau menolak, dan mengatakan, bahwa: beliau memiliki cukup uang untuk keperluan dirinya. Aku berkesimpulan, disamping memperlihatkan harga diri, peristiwa tersebut menyiratkan banyak orang yang sering bermusafar ke Qadian sebagai bagian dari pengorbanan diri.
(10) Hadhrat Chiragh Din sahib r.a. meriwayatkan: Sebelum aku Bai’at, karibku Hakim Ahmad Din sahib sudah bersiap-siap akan pergi ke Lahore untuk bermulaqat dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Ia sangat bersuka-cita dengan niatnya itu, oleh karena itu ia pun bercanda kepada diriku. Karena aku merasa terusik, aku pun meringkusnya. Maka ia pun menawarkan pergi bersama ke Qadian. Aku jawab: Oke. Sesampainya di Qadian, waktu itu aku belum berniat untuk Bai’at. Ketika kami tiba di rumah Hadhrat Imam Mahdi a.s., beliau sedang tidak sehat. Namun orang banyak tetap berkerumun di depan rumah beliau. Maka Hadhrat Imam Mahdi a.s. pun muncul dari balik jendela, sehingga massa pun dapat melihat beliau. Demi melihat wajah aqdas beliau a.s., qalbuku mengatakan: Wajah seperti itu tak mungkin seorang pendusta. Maka aku pun segera mengambil Bai’atnya.
(11) Hadhrat Malik Barkatullah sahib r.a. meriwayatkan: Pada tahun 1905, aku mendapat pemberitahuan [dari Markaz], bahwa: Hadhrat Imam Mahdi a.s. akan ke Delhi, dan melewati sebuah Stasiun K.A. pada jam tertentu. Aku mendapat tugas untuk memberitahukan [seluruh anggota] Jama’at. Kemudian, aku beserta beberapa orang karib Jamaat bermusafar sejauh 30 miles (k.l. 50 km) untuk mencapai Stasiun K.A yang dimaksud. Kaum Ahmadi Jamaat Lokal terdekat menyediakan konsumsi bagi rombongan kami. Kemudian kereta api tersebut datang. Lalu berangkat lagi, tanpa rombongan Hadhrat Imam Mahdi di dalamnya, yang ternyata tanggal keberangkatan beliau telah berubah. Semua orang pada waktu itu menjadi sangat bersedih. Sebelumnya, aku ini [bergairah, meskipun] berperjalanan jauh hingga harus bermalam demi untuk dapat mengantisipasi memperoleh kesempatan untuk menyaksikan Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Akan tetapi setelah mendengar berita adanya perubahan perjalanan tersebut, tubuhku menjadi lunglai. Hanya sanggup berjalan beberapa langkah saja.
(12) Hadhrat Munshi Qazi Mahbub Alam sahib r.a. meriwayatkan: Ketika aku menginjak dewasa, yakni duduk di Kelas 8 (atau Kelas 2 SMP), aku sering mendengar perdebatan antara kaum Hanafi dengan mahzab Wahabi. Aku menyaksikan, kaum Wahabi merujuk Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani a.s. sebagai kafir dalam pembicaraan mereka, yang justru membuatku penasaran untuk mendalaminya lebih lanjut. Maka aku pun mencari keterangan dari seorang karib Ahmadi; yang kemudian beliau menyarankan aku agar ber-Istikharah. Setelah berhasil mempelajari bacaan doa-doanya yang khas, aku pun melaksanakan Salat Istikharah.
Ketika suatu malam aku terserang kantuk, aku bermimpi: Mendengar ada seseorang memerintahkan untuk berdiri karena Hadhrat Rasulullah Saw segera akan tiba. Kemudian aku melihat seorang wujud berpakaian serba putih bersinar memegang dan menegakkan tubuh Hadhrat Imam Mahdi a.s. sambil berkata-kata dalam Bahasa Arab, kemudian beliau pergi. Lalu Hadhrat Imam Mahdi a.s. berkata-kata dalam Bahasa Punjabi sambil menunjuk kepada diri beliau, yang artinya, bahwa: Wujud yang tadi tersebut telah menjadikan aku sebagai Khalifatullah, yang juga dikenal sebagai Imam Mahdi.’ Maka keesokan paginya, alih-alih pergi ke sekolah, aku berangkat ke Qadian. Dalam perjalanan, ketika aku melintas kota Batala, mampir di sebuah Masjid untuk melaksanakan Salat.
Kemudian orang-orang di situ menanyai diriku pemuda belia ini siapa dan hendak ke mana ? Setelah aku jelaskan maksud safarku, mereka pun mulai berkata-kata kasar terhadap Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Dan ketika aku bersikukuh untuk tetap pergi ke Qadian, mereka pun mengusirku ke luar. Bahkan mereka mengejarku hingga ke Halteu Bus dalam usaha mereka untuk menghalang-halangi diriku berangkat ke Qadian. Mereka pun membujukku: Karena kamu ini seorang pemuda pelajar, kami jamin kamu dapat berguru kepada seorang Utadz besar bernama Bara Mian, lengkap dengan pemondokannya.’ Namun aku menolak. Lalu, melanjutkan perjalanan ke Qadian dengan berjalan kaki meskipun hari sudah petang, Karena aku tak mengenali daerah yang aku tempuh, aku pun tersesat hingga ke desa yang lain. Untungnya, aku dipersilakan tidur di sebuah masjid di sekitar situ. Namun, dini hari [sebelum waktu Fajr] aku bangun, kemudian bertanya mengenai arah jalan. Orang itu menjelaskannya. Maka aku pun segera melanjutkan safar jalan kakiku Qadian. Aku melaksanakan Salat Fajr di tengah perjalanan. Kemudian sudah akan memasuki Qadian setelah matahari terbit.
Di [pinggiran] desa Qadian itu aku mulai bertanya kepada seseorang mengenai yang mulia ‘Mirza sahib.’ Orang itu mengantarku ke seorang sesepuh (yang ternyata bernama Mirza Nizamudin), yang sedang duduk di dipan sambil mengisap Hukah (pipa candu) dengan bertelanjang dada, basah sehabis mandi. Demi melihatnya, aku pun menjadi kecewa berat, dan langsung balik badan untuk segera kembali ke Lahore. Namun, bertemu lagi dengan seseorang yang bernama tuan Hamid Ali sahib. Beliau menanyai diriku siapa, dari mana dan mau ke mana ? Aku menjelaskan, bahwa: Aku datang jauh-jauh dari Lahore hanya untuk menemui ‘Mirza sahib’, tetapi yang aku temukan adalah kekecewaan berat. Maka aku putuskan untuk segera pulang kembali !
Tuan Hamid Ali sahib berkata: ‘Tuan belum lagi menemui ‘Mirza sahib’ yang sebenarnya. Aku bisa mengusahakan tuan untuk dapat bermulaqat dengan beliau !’ Maka aku pun menjadi sangat terhibur. Lalu tuan Hamid Ali memintaku untuk menulis di atas secarik kertas, bahwa: Aku Munshi Qazi Mahbub Alam, seorang pelajar dari Lahore, bermaksud menemui Hudhur Aqdas, dan akan pulang kembali hari ini.’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengirim notes balasan: ‘Maaf aku sedang sibuk menulis sebuah kitab, dan saat ini sedang berkonsentrasi menuliskan pembahasan utama kitab ini. Jika aku menemui tuan, sangat boleh jadi akan membuyarkan konsentrasi pikiranku.’ Aku tak berputus-asa, aku tulis lagi balasannya: ‘Mohon kiranya Hudhur maklumi, aku telah bersafar jalan kaki sejak dini hari dengan harapan dapat segera menemui Hudhur.’
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menjawab: Silakan tuan menunggu di Masjid Mubarak. 15 (lima belas) menit kemudian beliau a.s. datang. Ketika pertama kali aku melihat Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang sedang berdiri di seberang jalan, aku pun segera teringat akan mimpiku yang persis seperti itu ! Maka aku pun segera menyongsong beliau a.s., yang ternyata beliau pun melangkah menghampiri diriku, Batinku segera mengenali: Inilah wujud suci dan siddiq yang aku lihat dalam mimpiku. Aku [menyalami dan memeluk beliau], menangis tersedu-sedu tanpa sadar. Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengusap-usap punggungku menghibur hingga diriku tenang. Lalu, beliau pun mulai menanyai diriku. Aku jawab dari Lahore. Beliau a.s. bertanya lagi: Untuk maksud apa ? Aku jawab: Hanya untuk bertemu dengan Hadhrat Imam Mahdi yang haqiqi. Beliau bertanya lagi: Apakah ada lagi maksud yang lebih khusus ? Aku jawab: Tidak. Sungguh hanya untuk menemui Hudhur saja.’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. berkata: Maksudku, setengah orang datang menemuiku untuk memohon suatu doa yang khas. Apakah tuan pun demikian ? Aku jawab: Tidak. Hadhrat Imam Mahdi a.s. senang atas jawabanku, lalu berkata: ‘Mubarak ! Adalah jaiz menemui seorang Utusan ilahi tanpa suatu pamrih tertentu.’
(13) Hadhrat Malik Ghulam Hussein sahib r.a. meriwayatkan: Aku berhasrat berziarah ke Qadian, tapi hanya punya uang 2 (dua) Rupees. Oleh karena itu aku pun berkendaraan hanya sampai ke Jhelum. Lalu melanjutkan safar dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan lasykar kavaleri beserta beberapa ekor kudanya. Aku menawarkan diri untuk mengurus dan menunggangi salah seekor dari kuda-kuda itu. Mereka menolak dengan halus dengan mengatakan: Kamu berasal dari Kabupaten Gujarat. Kami khawatir kamu akan mencurinya. Aku jawab: Aku orang Jhelum, bukan Gujarat. Jangan khawatir.’ Tapi mereka tetap tak percaya. Maka aku pun hanya berjalan kaki bersama mereka, Namun, selang beberapa waktu kemudian, mereka mempersilakanku untuk menunggang salah seekor kuda itu. Bahkan mereka pun memberiku makan, dan berkemah dua malam bersama mereka. Setibanya di kota Lahore, kami pun berpisah. Sudah ada sarana angkutan kereta api. Namun aku memutuskan untuk tetap berjalan kaki, hingga tiba di suatu kota lain, ‘dan ada Stasiun-nya, Tetapi karena harus menunggu lama K.A ‘datang, maka aku putuskan untuk berjalan kaki lagi saja, hingga sampai di stasiun K.A. berikutnya. Akhirnya aku pun tiba di Amritsar, dan menginap di salah seorang ikhwanku. Keesokan paginya aku naik kereta api ke Batala. Dari Batala aku berjalan kaki lagi ke Qadian, dan menginap selama beberapa hari. Ketika akan pulang kembali dan pamit kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., aku menyampaikan: ‘Hudhur, sejak kecil aku suka berdoa: ‘Ya Allah, jadikanlah diriku lasykar Imam Mahdi’, sambil menceritakan kisah safar jalan kakiku hingga sampai di Qadian.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. berkata: Tuan ini satria pemberani. Kemudian beliau bertanya: Apa keterampilan tuan ? Aku jawab: Membuat roti [pitta]. Maka beliau a.s. meminta agar menuliskan nama dan alamatku, sambil mengatakan, bahwa: akan segera dihubungi manakala diperlukan.’
Begitulah berbagai riwayat para sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. yang gigih hanya untuk menemui beliau, meskipun untuk itu harus menempuh berbagai kesulitan, namun memperoleh ganjaran berbagai rahmat dan karunia-Nya.
Semoga Allah Taala memberi taufiq kepada kita semua untuk tidak hanya menikmati kisah ini, melainkan dapat menjadikannya sebagai sumber motivasi untuk meningkatkan keimanan kita masing-masing. Aamiin !