Wednesday, July 25, 2012

Salat dan Kesadaran Akan Keberadaan Allah Swt

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)

‘Dengan karunia Allah Taala, saya mendapat taufiq untuk menghadiri kembali Jalsah Salanah Holland. Sebenarnya Jalsah ini dijadwalkan akan berlangsung minggu yang akan datang, tetapi disebabkan jadwal kegiatan saya yang padat, sedangkan Jamaat Holland menghendaki kehadiran saya untuk memberkati acara ini, maka Jalah ini pun dimajukan dalam waktu yang singkat. Meskipun [Jamaat Holland ini] Jama’at kecil, dan informasi dapat disebarluaskan dengan mudah, namun perubahan sesuatu rencana perlu dilakukan dengan seksama. Yakni, suatu gedung besar tak dapat diperoleh saat ini, Oleh karena itu, mekipun Jalsah ini dapat diselenggarakan di lokasi [Jamaat] ini, namun berbagai fasilitas lainnya perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Berbagai macam kesulitan yang kemudian timbul karenanya harus dapat diatasi dengan baik Ini karena sangat diharapkan Panitia berusaha sekuat tenaga untuk dapat memberikan kenyamanan bagi para tamu.
Di seluruh dunia - baik itu Jama’at besar maupun kecil, Panitianya sekarang telah terlatih untuk menyelenggarakan Jalsah atau pun Ijtima besar. Yakni, para Panitia tersebut bersuka-cita mengkhidmati tamu yang juga sedemikian ikhlas datang ke perhelatan ruhani yang dicanangkan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s. ini. Semoga Allah Taala senantiasa memberi taufiq kepada semua Panitia untuk berkhidmat dengan ikhlas dan memberi ganjaran pahala-Nya. Dan semoga pula Allah Taala mensattari berbagai kelemahan mereka.
Begitu juga pihak tamu, hendaknya berusaha untuk dapat mencapai tujuan utama ber-Jalsah, alih-alih mencari-cari kesalahan yang tak disengaja. Tujuan utama ber-Jalsah sebagaimana yang diajarkan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s., adalah sama sebagaimana tujuan utama Bai’at. Fitrat manusia suka kehilangan arah tujuan utama kehidupan mereka, yang oleh karena itulah Allah Taala memerintahkan agar menasehati mereka berulang kali, karena nasehat itu bermanfaat bagi kaum mukminin, yakni sebagaimana dinyatakan di dalam Al Qur’an: ‘…dan, berilah selalu nasehat, karena sesungguhnya nasehat itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.’ (Q.S. 51 / Al Dhariyat : 56) Maka Jalsah pun diselenggarakan atas dasar alasan tersebut, yakni sebagai sarana pengingat untuk memenuhi janji Bai’at. Yakni, jika disebabkan kesibukan dalam urusan dunia menjadikan insan lemah keimanannya, maka dengan cara mendengarkan berbagai nasehat di dalam Jalsah, niscaya akan mengembalikan ghairah keagamaan mereka.
Kemudian, dengan cara berjamaah dengan sesama ikhwan, niscaya akan dapat menyerap ketaqwaan ikwan lainnya. Oleh karena itu ingatlah selalu agar jangan mementingkan diri sendiri ketika ber- Jalsah. Melainkan, selama Jalsah berlangsung maupun sesudahnya, perbanyaklah Salat, doa, dan berdzikrullah. Jalsah hendaknya dihadiri dengan pikiran, bahwa selama 2 atau 3 hari di dalam suasana rohaniah ini, dapat diperoleh pembaharuan janji Bai’at, Sehingga ketaqwaan pun meningkat.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Tujuan utama Bai’at adalah untuk mendinginkan nafsu duniawi, menggantinya dengan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah Saw; serta mengkondisikan diri sedemikian rupa agar perjalanan ke alam Akhirat tidak terasa menyiksa. Yakni, kecintaan kepada Allah dan Hadhrat Rasulullah Saw dapat melebihi kecintaan kepada hal lain apabila ia memiliki kesadaran akan keinginan Allah dan Hadhrat Rasulullah Saw. Namun, kesadaran saja tidaklah cukup, melainkan dengan cara mempraktekkannya; dan senantiasa berusaha dengan dawam untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Hanya dengan cara itulah perjalanan ke alam Akhirat tidak akan terasa tersiksa; yang pada suatu hari setiap orang akan meninggalkan dunia ini juga. Sungguh beruntunglah mereka yang melangkah dengan kecintaan dan keridhaan Allah Swt. Yakni, hasrat untuk menjalani hidup taqwa dan nahi munkar akan semakin meningkat apabila insan tersebut menyadari, bahwa suatu hari dirinya akan hadir di hadapan Allah Taala dan dihisab atas segala amal perbuatannya, sebagaimana Al Qur’an Karim menyatakan: ‘Hai orang-orang yang beriman ! Bertaqwalah kepada Allah; dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang didahulukan untuk esok hari. Dan bertaqwalah kepada Allah; Sesungguhnya. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (Q.S. 59 / Al Hasr : 19) Jadi, Allah Taala telah jelas menyatakan, bahwa keimanan seorang insan telah menjadi sempurna apabila ia telah menjadi milik-Nya. Manusia berusaha dengan segala cara berlomba-lomba dalam hal urusan duniawi, seperti: Pekerjaan, Perniagaan, Kepemilikan Tanah dan Bangunan, serta Pendidikan Anak-anak, dlsb. Maka orang-orang mukmin pun berdoa kepada Allah Taala sedemikian rupa untuk memperoleh tujuan duniawi tersebut; atau mohon bantuan orang lain untuk mendoakannya.
Setiap hari saya banyak menerima surat mohon doa untuk perkara duniawi semacam itu. Ada setengah orang yang tenggelam sedemikian rupa dalam urusan duniawi mereka sampai-sampai tak sempat mengerjakan Salat Lima Waktu. Atau, kalaupun mengerjakannya, tidak sesuai dengan kaidahnya. Namun, manakala mereka menulis surat memohon doa [duniawi], tampak sedemikian pedihnya. Pendek kata, manusia berusaha sedemikian rupa untuk urusan duniawi. Pengakuan kaum Ahmadi adalah telah menerima seorang Imam Zaman. Akan tetapi, ikhtiar untuk memperoleh maqom ketaqwaan yang mulia, boleh jadi melemah. Oleh karena itulah Allah Taala menyatakan: ‘….wal tandhur nafsum-maaqoddomat lighodii…’, yakni, dan apakah setiap jiwa sudah memperhatikan apa yang harus didahulukannya untuk esok hari ? Yakni, berbagai perolehan duniawi seperti: Simpanan di Bank, Kemajuan Anak-anak, Sanak-saudara, dlsb, semuanya itu akan tertinggal di dunia yang fana ini. Sedangkan yang akan dihisab adalah seberapa banyak amal shalih yang kita kerjakan sesuai dengan perintahnya ? Itulah amal perbuatan yang sesungguhnya akan berada di hadapan Allah Taala. Oleh karena itu hendaklah selalu diingat: Apapun yang kita kerjakan, ialah untuk memenuhi kewajiban haququllah dan haququl ibad, Karena amal perbuatan itulah yang diterima oleh Allah. Sebab, Allah Taala Maha Mengetahui niat dan amal yang kita kerjakan.
Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: ‘Innamal a’maalu binniyyat…’, yakni, segala amal adalah tergantung kepada niyatnya…..’ Dan di antara haququllah yang terpenting adalah: Mendirikan Salat. Yakni, setelah beriman [mengucapkan Syahadat], Allah Taala memerintahkan Salat. Namun, untuk itu pun ada peringatannya, yakni: ‘Maka celakalah bagi orang-orang yang Salat !’ (Q,S. 107 / Al Ma’un : 5) Ialah mereka yang Salat tetapi mengabaikan jiwa Taqwa. Allah Maha Mengetahui segala yang ghaib, Maha Mengetahui niat dan sikap orang yang mengerjakan Salat. Dia melaknat mereka yang Salat tetapi mengabaikan jiwa Taqwa. Oleh karena itu kerjakanlah Salat dengan penuh rasa takut kepada Allah, sebab, tujuan utama kita diciptakan ini, sebagaimana dinyatakan di dalam Al Qur’an Karim, ialah: ‘Dan, tidaklah Aku menjadikan Jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.’ ( Q.S. 51 / Al Dhariyat : 56 / 57)
Hadhrat Rasulullah Saw versabda: Salat adalah sumsumnya ibadah’ Orang-orang duniawi berjuang mati-matian untuk urusan dunia mereka, sampai-sampai merusak kesehatannya. Yakni, bila keinginannya itu tidak tercapai, mereka pun terkena gangguan depresi. Berbagai usaha duniawi mereka itu terus berlangsung selama 60 atau hingga 70 tahun, yang setelah itu mereka pun menggantungkan hidupnya kepada anak-anaknya. Atau kepada sesuatu fasilitas lainnya. Atau, kalau di Dunia Barat sini, di rumah jompo, lalu anak-keturunan mereka mengunjunginya seminggu sekali.
Di masa tua, umumnya manusia menjadi berpikir mengenai kehidupannya nanti, yang bagi seorang mukmin sejati berusaha bagaimana caranya ber-khusnul khotimah, yakni, memenuhi kewajibannya beribadah sejak jauh hari sebelum usia renta. Kesibukan memburu kebutuhan duniawi tidak membuat dirinya abai terhadap kewajiban beribadah. Adalah suatu karunia Ilahi bagi rumah para keluarga Ahmadi, yakni, jika pihak suami tidak perhatian terhadap kedisiplinan Salat, istrinya yang rajin. Atau sebaliknya. Namun, yang banyak menyurat kepada saya memohon doa atas keprihatinan perkara ini, adalah pihak istri. Tetapi meskipun menyenangkan, bahwa kaum ibu lebih perhatian terhadap masalah Salat, sangat diharapkan pula hal ini dapat tertanam di dalam diri anak-anak mereka. Namun, sekaligus prihatin atas sikap kaum bapak yang seperti itu, yakni berpredikat Qawwam (Penjaga Rumah Tangga) tetapi melalaikan Salat. Mereka itu Kepala Rumah Tangga yang bertanggung jawab untuk menjadi panutan seluruh keluarga, Maka jika tidak nerusaha untuk itu, akan seperti apa anak-anaknya nanti ? Yakni, jika anak-anak lelaki mereka itu menjadi dewasa, tetapi bapaknya tidak Salat, tentulah mereka pun demikian, meskipun ibunya sudah berusaha. Jika pun Masjid atau Mushala-nya jauh, laksanakanlah Salat berjamaah di rumah, sehingga rumah pun penuh dengan keberkatan. Kaum pria yang terutama diperintahkan untuk mendirikan Salat, yang dalam hal ini adalah Salat Berjamaah, kecuali jika ada alasannya. Maka kedisiplinan Salat Berjamaah inipun dilaksanakan di dalam Jalsah Salanah. Oleh karena itu, untuk medapatkan tujuan utama menghadiri Jalsah, laksanakanlah perkara [Salat] ini secara dawam selama hidup.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda Hikmah utama berJalsah adalah agar manusia ingat sepenuhnya kepada Akhirat. Sikap takut kepada Allah hendaknya menjadi contoh bagi satu sama lain, juga dalam hal beriibadah, sabar, dan silih asih. Saling menjaga amanah dan mengingatkan akan kegiatan agama. Silih asih dan ukhuwah yang sejati akan mendorong masyarakat untuk mengakui, bahwa: ‘Ya, inilah kaum Ahmadi, yang berbeda dibandingkan kaum lainnya.’ Yakni, contoh pelaksanaan haququllah dan haququl-ibad hendaknya terlihat jelas pada kaum Ahmadi.
Ghairah kegiatan agama hendaknya menimbulkan semangat infaq fi sabilillah di Bidang Isyaat, Pembangunan Masjid Perencanaan Tabligh yang baik, dan Pengorbanan Waktu untuk melaksanakannya. Ketika mendengarkan berbagai pidato dan ceramah Jalsah pusatkanlah perhatian untuk mendapatkan hakekat tujuan utamanya, kemudian jadikanlah sebagai bagian dari kehidupan.
Menghadiri Jalsah hendaknya dapat membantu meningkatkan ibadah, memenuhi kewajiban haququl ibad dan menghilangkan berbagai kesalah-fahaman. Kita ini hidup di dalam masyarakat yang sebagian besarnya mengabaikan keberadaan Tuhan, dan menganggap dunia adalah segalanya. Yakni, tetap teguh dalam keimanan dan setiap saat bersedia mengorbankan segalanya demi agama adalah tugas besar di dalam masyarakat seperti sekarang ini Sebaliknya, banyak orang hanyut oleh hiruk pikuknya dunia seperti itu. Cara hidup sebagian besar bangsa di sini syaithani, yang ironisnya justru memikat para pendatang. Yakni, mereka pikir: Berbagai kemajuan tersebut diperoleh karena meninggalkan agama dan mendahulukan dunia. Padahal sebaliknya, justru di situlah terletak kebinasaan mereka, sebagaimana Allah Taala menyatakan: ‘…..fattaqullaaha yaa ulil albaab, la’allakum tuflihuun….’ yakni, ‘…Maka, bertaqwalah kepada Allah, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu berhasil.’ (Q.S. 5 / Al Maidah : 101) Di sini dikatakan, bahwa mereka yang berhasil (tuflihuun) adalah bukan hanya mereka yang bertaqwa, melainkan juga ‘ulil albab’, atau orang-orang yang berpikir; yang tidak menganggap sesuatu yang fana sebagai segala-galanya. Sehingga, mereka pun tidak membinasakan kehidupan mereka yang baqa. Kita tidak dapat menyebut mereka yang telah membinasakan kehidupan mereka yang baqa sebagai ‘ulil albab. Sebaliknya, adalah jaiz mengorbankan duniawi demi untuk memperoleh keridhaan Ilahi. Inilah yang hendaknya kaum mukminin menjadikan tujuan hidupnya, yang kiatnya adalah sebagaimana perintah ini: ‘Dan inilah Kitab Alquran yang Kami telah menurunkannya dengan penuh berkat; maka ikutilah dia, dan bertaqwalah supaya kamu dikasihani;’ (Q.S. 6 / Al An’am : 156) Jadi, jika kita ingin menjadi penerima berbagai karunia Allah Taala, ikutilah ajaran Al Qur’an. Keitaatan kepada hal ini memperlihatkan jiwa Taqwa dan menarik berbagai karunia Ilahi. Kata [Bahasa Arab] ‘mubarakun’ [atau ‘penuh berkat’] di dalam ayat [156, Surah Al An’am] yang telah ditilawatkan tadi bukan hanya menekankan bahwa segala kebaikan datang dari Allah, melainkan juga sifatnya yang semakin bertambah-tambah. Yakni, barangsiapa yang tetap teguh berpegang kepada Taqwa, maka mereka pun menikmati hasil usahanya itu tanpa batas.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: Keelokan rohani seorang insan adalah keberhasilannya dalam menerapkan berbagai jalan Taqwa yang bersifat latief dan murni. Setiap anggota tubuh hendaknya dapat membawa seorang insan ke jalan keshalihan. Dan berbagai potensi yang tersembunyi hendaknya dikhidmatkan lillahi Taala. Berusahalah melindungi diri dari serangan Syaithan, dan sadarilah kewajiban untuk memenuhi haququl-ibad. Kesemuanya itu dapat membawa kepada keelokan rohani diri. Hadhrat Imam Mahdi a.s. pun bersabda: ‘Untuk menjadi muttaqi sejati jauhilah zinah, mencuri, melampaui batas, munafik, takabbur, menganiaya sesama, dan jahil. Jauhilah akhlaqi razilla yang rucah. Sebaliknya, tingkatkanlah akhlaqi fadillah. Perlakukanlah sesama ikhwan dengan sopan, tanggap, dan sympathy. Tanamkanlah keyaqinan dan keikhlasan terhadap Allah Swt. Senantiasalah mencari-cari kesempatan untuk berkhidmat. Mereka yang berhasil menyatukan berbagai kebaikan akhlak fadillah tersebut di dalam dirinya, itulah yang disebut orang muttaqi. Hanya satu saja di antaranya tidak akan diperhitungkan sebagai muttaqi haqiqi. Melainkan semuanya, sehingga mereka itu pun memperoleh derajat: ‘…..falaa khaufun alaihim wa laa hum yahjanuun…..’ yakni, ’…tidak akan ada ketakutan menimpa mereka, dan tidak pula mereka akan bersedih hati.’ (Q.S. 7 / Al A’raf : 36) Maka apalagi yang dibutuhkan jika Allah Taala sendiri telah menjadi pelindung dirinya, yakni, ‘…dan Dia melindungi orang-orang shalih.’ (Q.S. 7 / Al A’raf : 197)
Di dalam sebuah Hadith disebutkan: Allah Taala telah menjadi tangannya ketika ia memegang, menjadi matanya ketika ia melihat, menjadi telinganya ketika mendengar, dan menjadi kakinya ketika ia melangkah.’ Hadith lainnya menyebutkan: Allah Taala telah menegaskan Barangsiapa yang berseteru dengan karib-Ku, bersiaplah menghadapi diri-Ku !
Lagi sebuah Hadith lain menyatakan: ‘Barangsiapa yang menyerang seorang sahabat Allah, maka Dia pun akan menerkam si penentang tersebut sebagaimana seekor singa betina menerkam hewan yang mengganggu anaknya.’ (Essence of Islam, Vol. II, pp. 351, 352 - Malfuzat, vol. IV, pp. 400-401) Inilah derajat ketaqwaan yang hendaknya kita berusaha keras untuk mendapatkannya. Kebanyakan peserta Jalsah ini adalah mereka muhajirin dari Pakistan, disebabkan jangankan lagi bertabligh, bahkan untuk menjalankan keyakinan agama pun dilarang. Larangan menjalankan keyakinan agama bagi kaum Ahmadi di Pakistan sedemikian rupanya, bahkan kini pihak penguasa pun ikut-ikutan menghapus kaligrafi Kalimah Syahadah dari masjid-masjid kita.
Sekarang ini, mereka juga mengintai Masjid-masjid kita di berbagai kota besar. Jadi, disebabkan berbagai penganiayaan seperti itulah sejumlah besar orang Ahmadi berhijrah dari tempat asal mereka. Sebagaimana belum lama ini ada sejumlah keluarga Ahmadi Pakistani yang datang ke Holland dari Thailand, disebabkan sebagian di antara mereka menjadi sasaran langsung berbagai penganiayaan di Pakistan. Di Barat sini kita memperoleh kebebasan Oleh karena itu, doakanlah kaum Ahmadi di Pakistan. Semoga Allah Taala membuat berbagai peristiwa yang menunjukkan keberpihakan kepada mereka, dan memperoleh kebebasan beragama.
Adapun tanggung jawab besar lainnya kaum Ahmadi Pakistani yang berada di mancanegara adalah giat dalam agama. Holland adalah sebuah negara kecil yang di dalamnya ada seorang politikus yang berusaha keras untuk menjatuhkan nama Islam. Maka jika kaum Ahmadi dapat melaksanakan syiar Tabligh yang luas dan berkelanjutan, tentulah dapat menangkal pandangan negative mereka terhadap Islam dengan sebaik-baiknya.
Malahan dapat pula memberi peluang besar untuk menyajikan keistimewaan ajaran Islam. Tujuan besar kedatangan Hadhrat Imam Mahdi a.s. ialah untuk menyebarluaskan Syariah [Islam] sebagaimana yang dibawakan oleh Hadhrat Rasulullah Saw. Yakni, adalah tugas kita untuk menyampaikannya ke seluruh dunia. Berbagai bangsa dari seluruh dunia ada di sini, maka kita perlu meningkatkan kegiatan. Manakala di manapun bagian dunia ini Jama’atnya aktif bertabligh, dengan karunia Allah Taala, bukan hanya Jama’at tersebut yang menjadi dikenal, bahkan orang-orang yang berfitrat suci oun tertarik ke dalamnya. Setengah orang mengatakan: ‘Masyarakat di [Barat] sini sudah tidak tertarik lagi kepada agama.’ Tetapi sikap seperti itu memang sudah melanda berbagai negara Kristen maupun Islam. Yakni, jika mereka semua itu tidak tertarik kepada agama dan tidak percaya kepada keberadaan Tuhan, justru tugas kita-lah untuk meyakinkan mereka mengenai keberadaan Allah Swt Maka Allah Taala pun akan merubah kevakuman tersebut jika kita mengikuti petunjuk Kitab [Al Quran] yang sempurna dengan amal perbuatan kita, dan juga memperagakan definisi muttaqi sebagaimana yang telah ditarbiyatkan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s..
Kita perlu senantiasa ingat akan janji Bai’at kita terhadap Hadhrat Imam Mahdi a.s., yakni untuk meng-inqillaab haqiqi diri sendiri. Lakukanlah koreksi diri selama tiga hari ber-Jalsah, kemudian bertekadlah untuk berusaha sekuat tenaga memenuhi kewajiban haququllah, dan juga haququl ibad terhadap sesama saudara, terhadap masyarakat dan terhadap negara yang telah memberikan kebebasan; yang hanya dapat terlaksana dengan cara menyajikan keindahan ajaran Islam serta menghilangkan kesalah-fahaman mereka. Semua pihak, baik kaum pria, wanita, tua, maupun muda hendaknya semuanya ikut mengambil bagian. Perbanyaklah doa untuk itu, sebab, jika doa banyak dipanjatkan, maka Allah pun memperlihatkan Tanda-tanda-Nya.
Semoga Allah Taala memberi taufiq kepada anda sekalian untuk dapat melaksanakannya. Semoga seluruh peserta Jalsah dapat mengisi waktu selama tiga hari ini dengan banyak beribadah, dan dimudahkan inqillaabi haqiqi mereka.