Thursday, July 24, 2008

Shalat yang Hakiki (2)


-->

KHUTBAH JUM’AT HADHRAT AMIRUL MUKMININ KHALIFATUL MASIH V aba.
Tanggal 22-2-2008 dari Mesjid Bait-ul-Futuh, London , United Kingdom
Setelah mengucapkan Syahadat, memohon perlindungan dan menilawatkan Al-Faatihah, Hudhur aba. menilawatkan ayat dari Kitab Suci Al-Qur-aan: Wa laa taziru waaziratuw widzro ‘ukhraa wa in tad’u mutsqalatun ilaa himlihaa ...
Surah Faathir (35) ayat 19:

Dan tiada jiwa berbeban dapat memikul beban orang lainnya; dan jika jiwa berbeban berat berseru kepada yang lainnya untuk memikul bebannya, tidak akan dipikul sedikit pun daripadanya, walaupun ia itu kaum kerabatnya sendiri. Engkau hanya dapat memperingatkan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan menyendiri dan mendirikan Shalat. Dan barangsiapa mensucikan dirinya, maka ia hanyalah mensucikan untuk dirinya, dan kepada Allah-lah segala sesuatu itu akan kembali.
Khutbah hari ini juga berkaitan dengan topik dari khutbah yang lalu yakni katakanlah tentang Shalat. Tadinya saya berpikir untuk memulainya dengan subyek yang baru, tetapi ketika saya berpikir lagi saya merasa bahwa pada hari ini pun subyek ini masih perlu dilanjutkan. Ada beberapa poin yang belum tersajikan pada khutbah yang lalu itu, padahal poin-poin itu sangat esensial untuk disampaikan. Perintah tentang sembahyang – Shalat ini – adalah sebuah perintah yang sangat fundamental, yang dengan tanpa Shalat ini maka kita tidak dapat berpikir atau melihat sama sekali apa agama itu. Kitab Suci Al-Qur-aan telah menekankan tentang pentingnya dari Shalat ini, menekankan dengan kuatnya bahkan di permulaan dari Kitab Suci Al-Qur-aan, di dalam Surat-ul-Baqarah setelahnya beriman kepada Allah butir keduanya yang disebutkan di sana adalah perintah untuk mendirikan Shalat. Bahkan sebelumnya itu pun, di dalam Surat-ul-Faatihah iyyaaka na’ budu ketika kalimat ini dikatakan maka ibadah Shalat pun sudah disebutkan di sana, yaitu bahwa, Ya Allah, kami menyembah kepada Engkau dan kami berdoa untuk itu. Oleh karena itu semoga Engkau memberi taufik dan kemampuan kepada kami untuk bersembahyang ini karena kami ingin berdoa, jadi semoga Engkau senantiasa memberikan kemampuan kepada kami untuk dapat terus berdoa dan melakukan Shalat dan semoga agar kami dapat memenuhi janji ini yang sudah dibuat oleh setiap orang Muslim. Kami harus memenuhi tujuan tersebut yang adalah merupakan maksud dari diciptakannya manusia. Oleh karena itu, Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. juga telah menekankan dengan besar-besaran atas perintah ini di mana beliau bersabda bahwa Shalat itu adalah tiangnya dari iman; di mana untuk kokohnya dari bangunan adalah karena tiang-tiang tersebut. Jadi demikian pula halnya dalam hal agama. Maka, sekarang tiang-tiang yang dengan itu agama ini ditegakkan, adalah sangat pentingnya akan tiang-tiang ini, karena jika tidak demikian maka akan terjadi keretakan pada bangunan dari iman atau keimanan ini.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyebutkan dalam statemen-nya, beliau telah menjelaskannya dari ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur-aan dan sabda-sabda Nabi saw. dalam hadits-hadits. Penjelasan yang telah beliau berikan ini sedemikian penting dan sedemikian rincinya sehingga setiap orang Ahmadi itu harus mendengar penjelasan beliau ini dan dengan membacanya dan mendengarkan atas perintah ini beserta penjelasannya tersebut, maka hanya dengan cara demikianlah kami itu dapat benar-benar dapat menghargai akan manusia yang sempurna itu dan murid yang sempurna itu dan betapa indahnya kehidupan mereka ini!

Jadi, dengan memperhatikan semua poin-poin ini di dalam pikiran di mana juga ada beberapa orang yang menulis surat kepada saya minta agar menekankan pada poin ini. Juga Sekretaris Tarbiyat UK dan juga Sadr Lajnah di America mereka mengirimkan laporannya dan dari fakta yang mereka sebutkan dalam laporan di sana, hal ini memberikan isyarat bahwa keadaannya adalah sangat mengkhawatirkan dan gambaran-gambaran yang demikian itu muncul sebagai akibat dari informasi di UK ini. Apakah tidak mengerti bahwa dari yang disebutkan di UK atau USA itu apakah di negeri-negeri lainnya tidak ada situasi yang sedemikian ini, apakah mereka itu sudah melaksanakan perintah ini atau apakah standard mereka itu sudah sangat tingginya? Sebenarnya standard tinggi yang menjadi objektif kami dan yang harus menjadi objektif kami bahwa hal tersebut tidak terlihat di dalam laporan dari sesuatu Negara. Ada diperlukan banyak usaha di dalam perkara ini, beberapa pengurus Jama’at mereka menulis dalam laporannya dengan tanpa banyak berpikir dan banyak merenungkannya.
Sesungguhnya Shalat ini adalah satu hal yang fundamental dan satu perkara yang penting, yang tidak boleh kita abaikan begitu saja, atau berkompromi bahwa kami itu harus cukup bergembira begitu saja dengan keadaan tersebut. Sebenarnya usaha dan upaya yang maksimal harus dikerjakan oleh setiap anggota Jama’at yang menamakan dirinya seorang Ahmadi bahwa ia itu harus menunaikan Shalatnya dan mengerjakan 100 % Shalatnya. Ia harus meraih standard penunaian 100 % Shalatnya dengan tanpa kecualinya.

Betapa pun juga saya berpikir, bahwa saya itu harus membawakan subyek ini satu kali lagi dengan mengambil rujukan dari ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur-aan dan hadits Y.M. Nabi Muhammad saw. serta pernyataan dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bahwa saya harus sekali lagi mengingatkan kepada setiap orang mengenai institusi Shalat ini. Sebagaimana yang saya lihat, Shalat ini adalah perintah Allah yang sangat penting dan fundamental di mana setiap Ahmadi itu harus 100 % mengamalkannya. Jika tidak demikian, sebagaimana yang saya katakan bahwa keutuhan dari keimanan kita itu akan menampakkan keretakan jika kami itu tidak melaksanakan Shalat. Sekarang kita itu sudah sedang mendekat pada saat seabadnya dari Khilafat di mana hati kami itu dipenuhi dengan rasa syukur kepada Allah Taala dan kami pun akan merayakan peristiwa ini; hal yang terpenting adalah untuk menaruh perhatian pada artikel dari keimanan dalam Islam yang paling terpenting ini. Karena janji dari Khilafat itu diberikan kepada orang-orang yang beriman yang menunaikan dan menaruh perhatian penuh atas institusi dari Shalat ini. Jadi, oleh karena itu, dalam terminology yang hakiki kita itu harus bersyukur atas karunia kebajikan yang besar dari Khilafat yang telah Allah Taala berikan kepada kami ini. Jadi, bahwa kami itu harus bisa memperoleh manfaat dan keberkahan dari karunia kebajikan yang besar dari Allah Taala ini. Maka, dalam hal demikian ini kami harus menaruh perhatian khusus atas institusi dari Shalat ini, dan ini adalah poin yang sangat esensial bagi setiap dan semua Ahmadi. Saya katakan satu kali lagi bahwa setiap orang itu harus membuat analisa pribadinya dan setiap orang harus memeriksa dirinya sendiri bahwa kami itu sudah menunaikan Shalat sebagaimana yang diperlukan dan kami sudah dapat meraih standard dari Shalat yang Allah dan Y.M. Rasulullah saw. ingin lihat dari kita. Allah Taala berfirman bahwa kepada siapa pun yang engkau membuat sekutu dengan-Ku, dia itu tidak akan dapat memenuhi keperluanmu; dia tidak akan dapat menyediakan keperluan tersebut.

Ayat yang saya baca itu, Allah Taala berfirman kepada orang yang musyrik bahwa patung berhalamu itu, ia mendengar pun tidak kepada mu apalagi untuk menyediakan keperluan kamu. Tetapi pada Hari Pembalasan itu, mereka akan sama sekali memungkiri perkara ini yang engkau gantungkan kepada mereka itu. Allah Taala adalah Maha Kuasa dan Maha Perkasa di mana semua umat manusia akan selalu tergantung kepada Allah Taala. Jadi, semua perkara ini harus benar-benar menarik perhatian bagi semua orang-orang itu bahwa mereka itu harus bersujud dan berserah diri kepada Allah Taala Yang adalah Tuhan-nya sekalian alam semesta. Di dalam ayat ini juga Allah Taala membangunkan orang-orang yang takut kepada Allah Taala bahkan ketika mereka itu sedang sendirian atau sedang tidak ada, juga dikarenakan oleh rasa takut itu mereka mengerjakan Shalat ini. Dikarenakan oleh Shalat-shalat inilah dan kemudian karena rasa takut kepada Allah Taala-lah lalu mereka itu berusaha untuk mensucikan diri mereka. Jangan sampai ada yang punya pikiran bahwa kemalasan dalam Shalat itu tidak akan banyak berarti dan tidak akan banyak efek buruknya.

Ingatlah bahwa setiap saat orang itu akan pergi menghadap Allah Taala dengan segala amal perbuatannya. Amalan dari orang lain tidak akan bermanfaat bagi orang yang lainnya. Oleh karena itu jika Allah Taala berfirman di sini bahwa tidak ada orang yang memikul beban orang lainnya, betapa pun dekatnya hubungan keluarga dari orang itu. Semua hal ini memperingatkan semua kita akan kelemahan dari orang bahwa kami itu harus selalu melihat kehidupan akhirat itu berada di hadapan mata kita dan hadir di dalam pikiran kita yang selanjutnya dengan kepercayaan yang kokoh bahwa Allah Taala adalah Pemilik dari Hari Pembalasan dan kepada-Nya-lah kami semua itu akan kembali. Jadi, di dalam perkara ini, kami diingatkan akan pensucian dari jiwa kami, dari hati kami dan dari pikiran kami. Cara terbaik untuk mendapatkan pensucian ini adalah dengan mengerjakan Shalat. Penegakan dari institusi Shalat ini bagi orang yang mengerjakan hal tersebut adalah mereka orang-orang yang benar-benar memiliki keimanan kepada yang Ghaib. Orang yang memiliki rasa takut kepada Allah Taala yang ghaib bilamana mereka itu sedang berada jauh atau sedang sendirian, inilah sebenarnya standard dari ke-shalehan itu. Jadi, setiap Ahmadi itu harus selalu mencamkan di dalam pikirannya bahwa dengan ucapan di mulut saja bahwa kami itu beriman kepada Allah Taala dan kami percaya kepada Nabi Allah yang pembawa Syariat terakhir, bahwa kami itu percaya kepadanya dan kepada seseorang yang datang di zaman akhir yakni Hadhrat Masih Mau’ud a.s. , yang kami pun mempercayainya, yang demikian itu tidaklah cukup begitu saja. Kecuali dan hanya jika kami itu memiliki rasa takut kepada Allah di dalam hati kami, kecuali jika rasa takut kepada Allah itu ada di sana dan rasa takut ini sedemikian rupa yang seseorang itu sedemikian dekatnya satu sama lainnya, sehingga ia orang itu tidak boleh merasa tersinggung atau marah kepadanya. Bilamana kecintaan itu semata-mata demi untuk ridha Allah dan kecintaan ini bertambah besar maka lingkup ke-tidak-senangan Allah juga akan bertambah besar; maka kalian itu diperingatkan akan kewajibanmu yang lebih besar. Kalian diingatkan akan tanggung-jawab untuk lebih berhati-hati dalam mengerjakan Shalat, Shalat-shalatnya yang lebih dawwam. Kalian diingatkan tanggung-jawabnya untuk mengerjakan Shalat sebagaimana mestinya, hanya dengan bai’at begitu saja bukanlah satu jalan untuk pengampunan.

Di dalam hadits disebutkan, Yunus mengatakan bahwa Hadhrat Abu Hurairah r.a. mengatakan kepadaku bahwa Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. mengatakan bahwa dari antara amal perbuatan orang-orang itu butir pertama-tama yang akan dimintai pertanggung-jawabannya adalah mengenai Shalat. Y.M. Rasulullah saw. telah mengatakan bahwa Tuhan kami Maha Agung Maha Mulia, ia akan berkata kepada Malaikat-malaikat – walaupun Dia sudah Maha Tahu segalanya – kalian lihatlah dan perhatikanlah kualitas Shalat-nya dari hamba-hamba-Ku, apakah ia sudah memenuhi persyaratan? Apakah ia sudah menyempurnakan Shalatnya? Jika Shalatnya itu sudah sempurna maka amal perbuatannya akan dituliskan. Jika ada sesuatu kelemahan di dalam Shalat fardhunya maka Dia akan berkata lihat juga amalan lainnya apakah ada ibadah sunnah lainnya yang telah ia kerjakan. Jika ia telah mengerjakan beberapa ibadah sunnahnya lalu Allah Taala akan mengatakan bahwa jika ada kekurangan di dalam Shalat-nya, maka ini akan diperbaiki dengan tambahan Shalat-shalat nawafil ini, Shalat tambahan; amalan lainnya baru akan diperiksa nanti setelahnya Shalat ini. Jadi, oleh karena itu, setelahnya orang meninggal itu, ujian yang pertama, pemeriksaan yang paling pertama sekali, yang orang itu harus melaluinya adalah pertanyaan tentang Shalat. Jadi, orang itu harus memperhatikan dan menyadari betapa mereka itu harus sangat berhati-hatinya tentang Shalat ini. Allah Taala adalah Maha Pemurah terhadap mahluk-Nya, Dia mengatakan lihatlah akan Shalat sunnahnya dari orang ini; jika terdapat Shalat sunnahnya, maka ini juga akan ditambahkan pada kategori dari Shalat-shalat fardunya, kekurangannya akan dilengkapi dan akan dibuat menjadi bagus. Jadi, di dalam penunaian Shalat itu, manusia yang sangat lemah ini, ia harus berpikir bahwa kadang-kadang barangkali jika Shalat fardhunya itu tidak dikerjakan sebagaimana yang semestinya, maka ia itu harus mengerjakan beberapa Shalat sunnah. Inilah cara di mana seorang Mukmin – seorang yang beriman – itu harus senantiasa mengerjakannya, sehingga ia itu akan dapat meraih kecintaan yang maksimum dari Allah Taala dan agar ia pun dapat bersyukur kepada Allah Taala yang telah memberikan banyak karunia kebaikan kepada kami; terutamanya pada orang-orang Muslim Ahmadi, betapa banyaknya keberkahan-keberkahan dari Allah Taala ada di sana.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan kami adalah anggota dari Jamaat, kami itu merupakan sebuah ikatan dalam kekuatan. Kami selalu melihat manifestasi dari pertolongan dan bantuan Ilahi. Kami melihat manifestasi dari kecintaan Allah Taala. Jadi, jika demikian situasinya ini, maka perkara yang paling terpenting yang kalian harus diingatkan dan harus kalian ingat adalh dalam hal Shalat itulah; jangan hanya melihat pada dunia ini saja, tetapi juga untuk Hari Akhirat. Inilah perkara yang dapat diambil faedahnya di sana. Hal pertama dan yang terpenting yang akan diminta pertanggung-jawabannya adalah pemeriksaan tentang Shalat ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Jadi, oleh karena itu setiap Muslim Ahmadi itu, jangan hanya memperhatikan Shalat fardhunya saja, tetapi ia pun harus mengerjakan Shalat sunnah – Shalat tambahan-, di mana terdapat kekurangan maka ia dapat melihat manifestasi dari Kemurahan Allah Taala, Allah Taala dengan Kemurahan-Nya itu akan memelihara dia dibawah-Nya. Bilamana seseorang itu mengerjakan Shalat sunnah, maka biasanya ia itu berada sendirian dan tidak ada orang lain di sana. Demikianlah sebenarnya dan seharusnya kondisi dari seorang Muslim Ahmadi itu.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengenai pentingnya dari Shalat itu bahwa Shalat itu merupakan satu kewajiban, kewajiban bagi setiap Muslim. Dalam hadits dikatakan bahwa kepada Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. seseorang datang dan menerima Islam, mereka mengatakan Ya Rasul Allah dapatkan Tuan mengambil tanggung-jawab Shalat itu dari kami, karena kami adalah orang yang sibuk bekerja seperti sekarang pun orang-orang itu mengatakan yang sama bahwa karena kami adalah orang-orang yang sibuk bekerja dan kami itu sibuk dalam transaksi dan segala macam pekerjaan dan kami pun tidak terlalu yakin akan kebersihan dari pakaian kami karena kami mengurus binatang dan hewan? Inilah dua alasan yang mereka sebutkan bahwa kami ada bisnis yang harus dikerjakan dan juga pakaian kami itu tidak terlalu bersih, sehingga kami itu tidak mempunyai cukup waktu untuk mengerjakan Shalat! Y.M. Rasulullah saw. menjawab bahwa jika di sana itu tidak ada Shalat, lalu apa lagi yang ada di sana? Bagaimana kalian dapat mengatakan iman jika tidak ada Shalat di sana? Apakah Shalat itu?

Shalat itu berarti bahwa engkau bersujud menyerahkan diri dengan perasaan dan sentiment kalian serta kesetiaan dan keteguhan kalian di hadapan Allah Taala, berdiri di hadapan Allah Taala dengan segala kerendahan diri yang serendah-rendahnya. Dengan kerendahan diri ini engkau berdiri di hadapan Allah Taala untuk memohonkan bagi semua keperluanmu dari Allah Taala. Untuk semua keperluanmu itu engkau mintalah dari Allah Yang Maha Kuasa, seperti seorang pengemis. Kadang-kadang engkau memuji-muji kepada orang yang engkau mintai itu, kadang-kadang mengagung-agungkan kedudukan-nya yang megah dan tinggi dari orang tersebut yang kepadanya engkau itu meminta. Jika hal ini tidak ada di dalam keimanan itu, perkara ini tidak ada di dalamnya, maka agama yang macam apakah itu?

Manusia selalu tergantung pada berbagai macam hal dan ia menggantungkan diri pada tugas dalam mencari ridha Allah Taala. Ia akan selalu mencarinya untuk itu karena kekuatan yang diberikan oleh Dia kepadanya tidak dapat melakukan semuanya itu sama sekali. Ya Allah Engkau anugerahkanlah kekuatan ini bahwa kami itu harus merasa senang dengan Engkau dan Engkau pun akan ridha dengan kami dan jika kami memperoleh ridha dari Allah maka kami memiliki rasa takut kepada Allah Taala. Jika kami itu melewati kondisi ini, maka itulah sebenarnya keadaan dari Shalat ini. Kemudian beliau mengatakan orang yang ingin melarikan diri dari Shalat maka lalu apa kelebihannya dibandingkan dengan hewan? Seperti halnya manusia, hewan ini makan dan tidur, itulah tipenya dari hewan itu dan bukannya manusia. Orang yang tidak memperhatikan akan tanggung-jawabnya maka sebenarnya ia itu menjadi orang yang tidak beriman. Jadi, oleh karena itu Shalat bagi seorang Mukmin itu adalah satu perkara yang harus diperhatikan, yang harus dijaga dengan baik; inilah sebenarnya yang membedakan antara seorang Mukmin dengan seorang yang tidak beriman itu. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah mengatakan bahwa jika ibadah itu tidak ada di sana, maka apa perbedaannya antara seorang manusia dengan hewan itu? Allah Taala berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur-aan di mana Dia telah menyebutkan keburukan-keburukan dari orang-orang yang tidak beriman. Di pihak lain Allah Taala juga telah menyebutkan bahwa orang-orang beriman itu sama sekali terbebas dari kelemahan-kelemahan ini karena mereka adalah orang-orang yang mengerjakan Shalat. Allah Taala berfirman: Illal mushalliin ……

Surah Al-Ma’aarij (70) ayat-ayat:
23. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
24. yang mereka itu dawwam dalam mengerjakan shalatnya.
Ada disebutkan sebelumnya bahwa orang-orang lain itu memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan, kecuali orang-orang yang mengerjakan Shalat. Mereka orang-orang yang sangat dawwam dalam mengerjakan Shalatnya maka keadaan mereka itu sama sekali berbeda. Jadi satu kekecualian dibuat dalam hal orang-orang yang mengerjakan Shalat dengan secara regular. Semua komitmen yang berkenaan dengan urusan dunia tidak menghalangi mereka dalam penunaian Shalatnya, dan mereka terus dawwam saja dalam Shalatnya itu. Orang-orang yang memiliki standard ahlak yang tinggi dan mereka yang beriman kepada Allah memang mereka itu merasa takut akan hukuman dari Allah Taala. Jadi, inilah kualitas dari orang-orang yang benar-benar beriman percaya kepada Allah Taala, di mana mereka itu memperhatikan orang-orang lainnya dan memiliki rasa takut kepada Allah di dalam hatinya. Jadi inilah hal-hal dari orang-orang yang benar-benar mendirikan Shalat. Allah Taala menerima Shalat tersebut yang merupakan Shalat yang hakiki. Ada orang-orang yang mengerjakan Shalatnya dengan sangat dawwam, tetapi orang-orang itu merasa takut terhadap orang-orang ini. Jadi, Allah Taala telah menunjuk dengan tepat orang-orang yang mengerjakan Shalat ini yang adalah sangat esensial, tetapi mereka itu harus mendirikan Shalat-nya sedemikian rupa yang dapat meraih ridha dari Allah Taala. Mereka itu jangan hanya untuk memperlihatkan kepada orang lain bahwa kami itu mengerjakan Shalat dan janganlah mereka ini mengerjakan Shalat sedemikian yang dibayang-bayangi oleh komitmen duniawi. Shalat ini harus dinomor-satukan diberikan perioritas lebih tinggi dari segala macam urusan dunia dan urusan pekerjaan duniawi. Seseorang itu haruslah sangat dawwamnya dan harus memiliki rasa takut kepada Allah di dalam hatinya. Kemudian sebagai efek dari Shalat-shalat ini, seluruh masyarakat Muslim dan hubungannya satu sama lain akan ada di sana dan menjadi saksi akan kualitas yang tinggi dari Shalatnya orang-orang Mukmin ini. Orang-orang ini janganlah punya pikiran di dalam hatinya bahwa orang yang satu ini sudah sangat dawwam di dalam Shalat-nya, karena Kitab Suci Al-Qur-aan menyebutkan tentang orang-orang yang rajin Shalat untuk memperihatkan kepada orang-orang agar orang mengira bahwa saya ini sudah sangat dawwam dalam Shalat. Namun kami, dengan karunia kemurahan Allah, kami sudah memperoleh keberkahan-keberkahan ini dengan menerima Hadhrat Masih Mau’ud a.s. di zaman ini; kami sudah sangat menyadari tentang Islam sejati dan kami mengerti akan Islam sejati yang diperkenalkan dan diberikan oleh Y.M. Nabi Muhammad, saw. di dalam bentuknya yang sejati, ajaran yang diberikan kepada Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. di mana Allah Taala berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur-aan: Fa wailul lil mushalliiin,

Surah Al Maa’uun (107) dalam ayat-ayat:
5. Maka celakalah bagi orang yang Shalat,
6. yaitu, orang-orang yang lalai dalam Shalatnya
7. Orang-orang yang berbuat riya, yang ingin dilihat oleh orang.
Bahwa rusaklah mereka orang-orang yang melakukan Shalat tetapi mereka lalai dalam Shalat-nya itu, mereka lalai dalam tanggung-jawabnya. Orang-orang yang melakukan Shalat hanya untuk show atau riya, kerusakan akan menimpa mereka yang mengerjakan Shalat tetapi mereka tidak dengan sepenuh perhatian, orang-orang yang Shalat hanya ingin memperlihatkannya kepada orang-orang. Jadi ayat ini dengan sangat jelasnya menyebutkan bahwa ada orang-orang yang melakukan Shalat, di satu pihak tidak diragukan lagi, tetapi Shalat-nya itu tidak dikerjakannya demi untuk Allah. Tetapi mereka melakukan Shalat hanya karena ada keterpaksaan terhadap masyarakat yang ada di lingkungannya, jadi mereka itu melakukan Shalat-nya hanyalah untuk show. Jadi mereka ini memiliki kelemahan dan kekurangan, ini yang tidak mereka perhatikan. Kualitas dari orang yang dawwam di dalam Shalat-nya, ahlaknya harus tinggi dan suci; standard ahlaknya harus tinggi dan ia harus berusaha untuk mengatasi kelemahannya. Di dalam ayat-ayat ini ada perkara yang seharusnya membuat mereka ini merasa ada bahaya di sana. Tidak demikian halnya dengan para Sahabat yang Shalat-nya mereka itu beruntung tidak seperti itu. Tidak seperti demikian halnya atau standard ahlaknya mereka itu tidak tinggi seperti halnya seorang Mukmin sejati. Di zamannya Y.M. Nabi Muhammad saw. jika kami melihat ke sana ada beberpa orang yang munafik; orang-orang yang ingin menipu orang-orang beriman dan menipu orang-orang lainnya. Tentang mereka ini Allah Taala berfirman: …… Wa ‘idzaa qaamuu ‘ilaash shalaati qaamuu kusaalaa ……
Surah An Nisaa’ ayat 143:

…… Dan, apabila mereka berdiri untuk mengerjakan Shalat, mereka berdiri dengan malasnya, ….
bahwa jika mereka itu berdiri untuk Shalat maka mereka berdiri dengan sangat malasnya, berdiri dengan lunglainya dan terdapat kelemahan ahlak di dalamnya atau barangkali seperti keadaan orang-orang di zaman akhir, yang tentang mereka ini Y.M. Nabi Muhammad saw. bersabda bahwa …… masaajidahum ‘aamiratun wa hiya kharaabu minal hudaa, bahwa mesjid-mesjid mereka sangat diramaikan orang-orang, namun kosong dari petunjuk …. (Hadits dari Al Baihaki dan Ali bin Abi Thalib), bahwa Shalat mereka itu sebenarnya akan menjadi kutukan bagi orang-orang ini.

Kami sungguh-sungguh amat beruntung bahwa kami berada di antara orang-orang akhirin dari zaman yang akhir ini, di mana Nabi yang besar, Nabi terbesar pensuci orang-orang yakni Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw., beliau telah memberikan khabar suka tentang zaman akhirin ini yang mengenai hal itu Allah Taala telah menyebutkannya bahwa mereka ini berhubungan dan dihubungkan dengan orang-orang yang dari zaman awalin dari Islam. Jadi kemudian maka betapa besarnya tanggung-jawab kita itu bahwa kita itu jangan sampai lalai di dalam Shalat-shalat kami. Tanggung-jawab terhadap Allah dan tanggung-jawab terhadap umat manusia janganlah sampai lalai dalam hal ini. Setiap saatnya kami harus berusaha untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang telah diperingatkan tentang bahayanya oleh Allah Taala kepada kita. Allah Taala dengan segala Kemurahan dan Kasih-sayang-Nya, Dia telah memisahkan kami dari orang-orang tersebut, orang-orang yang dalam keseluruhan keadaannya mahrum dari petunjuk. Jadi, dengan rasa kebersyukuran yang besar kepada Allah Taala adalah diperlukan bahwa kami itu harus senantiasa bersujud dan berserah diri kepada Allah Taala, sehingga kita akan mendapatkan keberkahan-keberkahan ini. Maka oleh karena itu kita haruslah dawwam di dalam Shalat-shalat kami dan harus senantiasa sangat suci bersih demi untuk Allah. Jika keadaannya memang demikian, maka kita dapat menjaga dan melindungi diri dari peringatan yang disebutkan di sana. Ini adalah hal yang sedemikian penting dan urgentnya bahwa tidak boleh terjadi kemalasan apa pun di dalam Shalat-shalatnya semua orang kita ini; kita harus membuang kemalasan ini dari Tuhan dan membuangnya jauh dari iman. Jadi, agar supaya dapat meraih kedekatan kepada Allah Taala maka kami itu harus mengikuti jalan ini dengan sangat jujurnya, dengan sangat hati-hati dan dengan sangat rajinnya kami harus mengikuti jalan ini. Kami harus benar-benar sangat memperhatikan akan Shalat-shalat kami ini.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa setelahnya laa ilaha illalah maka perhatian ditujukan pada Shalat, yang tentang pentingnya Shalat ini Kitab Suci Al-Qur-aan telah menyebutkannya berkali-kali di sana. Dikatakan: Fa wailul lil mushalliin. Alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun (Ayat 107:5-6) bahwa orang-orang yang akan dihancurkan ialah orang-orang yang lalai dan tidak memperhatikan kepentingan hakikinya dari Shalat. Haruslah dimengerti bahwa Shalat ini merupakan satu pertanyaan ketika seorang Mukmin sejati hadir di hadapan Allah Taala nanti dengan penuh kegelisahan dan ke-khawatirannya. Kecuali jika Allah Taala telah mensucikan seseorang, maka tidak ada orang yang dapat disucikan. Kecuali dan sampai Allah Taala membawa orang tersebut pada kedekatan kepada-Nya dan membuat jalinan perhubungan dengan-Nya, maka tidak ada orang yang dapat menjalinkan hubungan tersebut dengan Allah Taala. Hanyalah dan kecuali Allah Taala telah membuka jalan menuju kepada Allah Taala maka tak ada seorang pun yang dapat melakukannya sendiri. Ada banyak bermacam rantai dan ikatan yang menutupi dan mengikat orang di mana orang itu berusaha untuk melepaskan dirinya tetapi ia tidak akan dapat melakukannya. Walaupun ada keinginan untuk menjadi suci tetapi jiwa yang bersalah selalu membuatnya terlibat dalam hal ini. Pensucian ini adalah pekerjaan dari Allah Taala dan tidak ada seseorang pun yang dapat mensucikan kalian. Untuk menciptakan orang yang shaleh maka Allah Taala telah menetapkan Shalat ini. Apakah Shalat itu? Inilah satu Shalat yang disajikan dengan perasaan penuh kesakitan yang mendalam dengan keadaan yang penuh menderita dengan panasnya keinginan yang besar yang dihadapkan kepada Allah Taala. Jadi, semua pikiran buruk, prasangka buruk dan segala godaan itu harus dibuang jauh. Hubungan yang sejati itu dan kecintaan sejati kepada Allah Taala dapat dikaruniakan di mana orang itu akan mendapatkan taufik dan kemampuan untuk dapat mengikuti perintah dari Allah Taala. Kata Shalat juga menunjukkan bahwa Shalat ini bukanlah sekedar mengucapkannya dengan lidah, tetapi haruslah dengan perasaan yang penuh kegelisahan, dan penuh ke-khawatiran disertai tangisan yang ada bersama Shalat ini. Dengan perasaan keinginan hati sedemikian yang harus ada di sana, semoga Allah Taala memberikan kemampuan kepada kami untuk dapat mensucikan dan memperindah Shalat-shalat kami dengan cara ini. Kita harus sama sekali menghindarkan diri dari segala macam ketertarikan pada hal yang duniawi.

Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyebutkannya bahwa kami itu tidak dapat mengerjakannya dan kami tidak dapat melepaskan diri dari bujukan dan godaan duniawi ini, karena di luar kemampuan kami atau hanya dengan usaha kami maka kami tidak akan dapat mensucikan diri kami atau tidak dapat meraih ridha dari Allah Taala dikarenakan oleh perbuatan kami dan usaha kami saja. Satu-satunya cara hanyalah Shalat itulah. Jadi, jika kami itu ingin termasuk di dalam orang-orang yang beruntung mendapatkan kedekatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, maka semua kita itu harus berada di antara orang-orang yang melakukan Shalat secara regular dan Shalat yang hanya demi untuk Allah. Inilah yang dapat membuat sebuah perbedaan antara kami dengan orang-orang lain itu. Inilah perkara yang dapat membuat kita menjadi dekat dan lebih dekat lagi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Allah Taala berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur-aan: 
Qad ‘aflahal mu’minuun. Alladziina hum fii shalaatihim khaasyi’uun.

Surah Al Mu’minuun (23) ayat-ayat:
2. Sungguh telah berhasillah orang-orang Mukmin,
3. yaitu orang-orang yang khusuk di dalam shalat mereka.
Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu adalah orang-orang yang sukses, yang berhasil, orang-orang beriman yang memperlihatkan komitmen dan dedikasi mereka yang tinggi dalam Shalat mereka. Setelahnya itu Allah Taala menyebutkan begitu banyaknya kualitas dari orang-orang Mukmin ini. Hal yang paling pertama yang disebutkan di sini adalah bahwa mereka itu mengerjakan Shalat, mereka mendirikan Shalat dengan penuh dedikasinya kepada Allah Taala. Mereka itu adalah sama sekali berada dalam kesopan-santunan yang tinggi yang mereka melakukannya berdasarkan pondasi dalam hatinya. Untuk mendapatkan keberkahan di dunia ini dan untuk di Akhirat nanti, persyaratannya yang pertama adalah bahwa kita harus menunaikan Shalat hanya demi untuk Allah Taala. Sebagaimana yang sudah dikatakan, sebelumnya ada rasa takut kepada Allah dan untuk mendapatkan kecintaan dari Allah itu dan untuk meraih lebih banyak lagi kecintaan Allah dan meningkatkannya kecintaan serta ridha dari Allah Taala, Shalat-shalat ini harus ditunaikan dengan tujuan ini. Inilah sebenarnya tujuan hidup dari orang itu, orang akan mendapatkan apa yang ia perlukannya.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa tahap pertama dari kerohanian seorang Mukminin ini adalah mendirikan Shalat dengan perasaan gelisah dan kekhawatiran yang tinggi serta rasa takut kepada Allah Taala di mana ia itu sangat merendahkan dirinya dan sangat dedikasinya, sangat bersujudnya; dengan sangat tingginya rasa kerendahan hati dan kegelisahan serta kekhawatiran dari jiwanya, maka keadaan ketakutan ini, jika ia sudah melalui jalan ini, itulah hal yang jika Shalat ini dipersembahkan dengan cara demikian, maka Allah Taala mengatakan bahwa inilah orang-orang yang berhasil itu. Bukan saja dalam Shalat, tetapi di dalam zikir mengingat Allah Taala pun mereka ini selalu sangat merendahkan diri dan dengan merendahkan diri ini mereka memanggil kepada Allah dan memohon kepada Allah Taala dengan segala kesemangatan dan kegemparan dalam hati mereka karena rasa takut mereka kepada Allah Taala di dalam hatinya. Jadi, inilah keadaan yang sudah dikatakan di dalam kata-kata ini bahwa hal ini sangatlah essential di mana persyaratan pertama ada disebutkan di sini untuk menciptakan suatu keadaan spiritual dari orang yang penuh kerohanian. Untuk mempersiapkan keadaan spiritual itu, inilah persyaratan pertama yang ada disebutkan di sini. Ini merupakan benih yang ditanamkan pada hati orang seperti benih yang ditanam ke dalam tanah. Shalat yang dilakukan 5 kali dalam sehari ini, jika ada indiksi bahwa ia tidak dapat menghindarkan diri dari ego dan pengkejaran pada duniawi, maka ia itu tidak akan dapat menunaikan Shalat yang hakiki.

Shalat bukanlah hanya berarti bahwa kita itu harus melakukannya melalui berbagai posisi dari Shalat. Shalat yang sebenar-benarnya Shalat adalah yang benar-benar dirasakan oleh hati dan jiwanya, yang harus bersujud kepada Allah dalam keadaan merendahkan diri yang serendah-rendahnya. Sebanyak mungkin jika orang itu dapat menangis di hadapan Allah Taala dan jika orang itu dapat menangis di hadapan Allah Taala maka ia harus melakukannya.

Bilamana hal ini sudah dikerjakan maka segala keburukan di dalam hati itu akan sama sekali terbuang dan terhapus jika orang itu sudah dawwam dalam melakukannya demikian, kemudian orang ini akan dapat melihat baik di waktu malam hari atau di siang hari ia dapat merasakannya ada satu berkas cahaya nur datang dan turun ke dalam hatinya. Semua keburukan itu akan dihapuskan dan Allah Taala-lah satu Wujud Yang memberikan keberkahan-keberkahan ini kepada orang-orang. Shalat itu harus dikerjakan secara regular dan dawwam dan tidaklah benar jika Anda melakukan Shalat pada saat itu dan kemudian Anda meninggalkan dan melupakannya.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa perasaan ini yang membujuk orang untuk melakukan dosa, kana dihilangkan, karena untuk keburukan-keburukan ini Allah Taala telah menciptakan obatnya untuk itu; penisilinnya adalah Shalat itulah. Allah Taala berfirman: 

Wa ‘mur ahlaka bis-shalaati wash thabir ‘alaihaa. Laa nas-aluka rizqan nahnu narzukuka wal’aaqibatu lit-taqwaa.
Surah Taa Haa (20) ayat 133:

Dan suruhlah keluargamu untuk Shalat dan tetaplah dalam mengamalkannya. Kami tidak meminta kepada engkau rezeki, Kamilah Yang memberi rezeki kepada engkau. Dan akibat yang baiklah bagi mereka yang bertakwa.

Engkau perintahkanlah kepada anggota keluargamu untuk Shalat dan lakukanlah hal ini secara regular. Kami itu tidak meminta makanan dari engkau; sebenarnya Kami-lah yang menyediakan segala keperluan untuk kalian itu. Akhir yang baik dan bagus itu ada pada Allah Taala dari orang-orang yang bertakwa. Jadi, inilah perintah dari Allah Taala dan inilah perintahnya bahwa engkau itu harus menaruh perhatian pada Shalat-shalatmu dan juga nasihatkanlah kepada anggota keluargamu agar dawwam dan ini adalah untuk manfaat kalian. Buah dari Shalat ini akan diperoleh di dalam kehidupan ini dan juga kehidupan di Akhirat nanti. Orang-orang yang bertakwa adalah orang yang akan berhasil dengan sukses serta berjaya di hari yang akan datang. Pada kehidupan di sini bagi orang yang bertakwa Dia akan memberikan rezeki dan menyediakan keperluannya dengan jalan sedemikian rupa yang ia tidak dapat membayangkannya. Dia menyediakannya dari sumber-sumber yang tidak diketahui. Jadi, Allah Taala dengan membuat Shalat-shalat ini sebagai kewajiban bukannya seperti meminta pajak. Tetapi sebenarnya Shalat ini adalah sarana untuk memberikan ganjaran kepada orang tersebut dengan keberkahan dari Allah Taala. Untuk setiap ganjaran itu engkau harus mengerjakan sesuatu. Di dalam urusan duniawi kami lihat kami itu harus melakukan beberapa usaha untuk mendapatkan hal-hal ini. Demikian juga halnya seseorang itu harus melakukan beberapa pekerjaan dalam perkara kerohanian. Bilamana Allah Taala itu sedemikian pemurahnya, kemudian orang itu tidak beribadah kepada Allah Taala dan tidak memperlihatkan kecintaannya kepada Allah Taala, ada seseorang yang berkata kepada Y.M. Nabi Muhammad saw. bahwa Allah Taala itu telah memberikan janjinya kepadamu untuk memberikan semua keberkatan dan kebaikan serta karunia-Nya, lalu mengapa Tuan harus berdiri dalam Shalat untuk waktu yang sekian lamanya? Beliau saw. menjawab apakah saya tidak menjadi seorang hamba dari Allah Taala yang bersyukur? Jadi, demikianlah satu contoh yang mulia yang jika kita mengikutinya maka kami pun akan bersyukur kepada kebajikan dan kebaikan yang telah Allah Taala berikan kepada kami. Kondisi dalam kehidupan kami berada di dalam berbagai posisi, berbagai kedudukan ada di sana, jadi apakah hikmah kebijaksaannya yang ada di sana, apa falsafahnya di balik itu? Bagaimana kita dapat mengerti akan hal-hal ini?

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa shalla itu berarti untuk membakar sesuatu, seperti engkau membakar sate. Demikian pula halnya perjuangan dan penderitaan ini adalah bagian penting dari Shalat. Jika perkara ini tidak ada di sana maka engkau tidak akan dapat benar-benar menikmati Shalat ini. Fakta kenyataannya adalah bahwa Shalat itu sebenarnya untuk dipersembahkan dalam arti yang hakiki dari terminology saat itu ketika Shalat dikerjakan dalam kondisi ini, hanyalah yang demikian yang dapat dikatakan sebagai Shalat yang hakiki, Shalat yang dikerjakan dengan segala kondisinya. Jika kondisi ini tidak ada di sana, yang demikian itu bukanlah Shalat. Jika kondisi ini tidak ada di sana, yang seharusnya ada di sana, maka yang demikian itu tidak dapat dikatakan sebagai Shalat yang hakiki. Haruslah selalu diingat bahwa dalam Shalat itu, kata-kata yang engkau ucapkan, gerakan tubuhmu, semuanya harus bersama-sama diperlihatkan. Pertama dikatakan bahwa situasi bagaimana dan kondisi pisik bagaimana yang harus ada di sana itu. Engkau itu harus memenuhi semua kondisi ini. Kemudian beliau mengatakan bahwa hall dan call dari kondisimu dan juga apa yang kau ucapkan dengan lidahmu semua ini harus dilakukan secara bersama-sama. Kadang-kadang dengan melihat potret atau melihat pada seseorang, engkau itu akan dapat menebak bagaimana kondisi dari hatinya. Dari potret yang ditunjukkan, orang dapat menebak bagaimana kondisi dari hatinya. Apa pun yang menjadi kehendak Allah, gambarannya itu sebenarnya ada di dalam Shalat. Ketika seseorang mengucapkan sesuatu doa dari lidahnya ketika sedang Shalat, maka seperti itu pula dengan melalui gerakan dari tubuhnya, ia pun memperlihatkan betapa perasaannya itu. Anggota dari tubuh dan gerakan dari tubuh ada terlihat di sana. Sebagai contohnya, jika seseorang sedang berdiri kemudian ia melakukan tasbih dan tahmid memuji kepada Allah dalam Shalat maka jika setiap orang itu tahu jika seseorang pergi ke hadapan seorang Raja maka orang itu akan menyampaikan sambutan atau kata-kata pujian dalam posisi berdirinya itu. Jadi, posisi berdiri itu adalah untuk menyampaikan pujian mengagungkan Allah Taala. Inilah gunanya posisi berdiri bahwa orang itu harus berdiri di hadapan Allah Taala dan memuji serta mengagungkan Allah. Jika seseorang itu mengerjakan yang demikian, pujian pun dipanjatkan kemudian orang itu mendapatkan perasaan bahwa engkau itu memiliki sebuah kepercayaan dan pendapat yang teguh tentang hal tersebut maka barulah engkau itu bisa memuji dan mengagungkan seseorang itu. Jadi, jika seseorang itu mengatakan Alhamdu lillaah bahwa segala puji bagi Allah maka perlulah bahwa ia akan mengucapkan Alhamdu lillaah hanyalah pada saat ketika ia sudah memiliki keimanan bahwa segala bentuk dari Shalat itu secara mutlak hanyalah untuk Allah Taala. Segala puji dan semua bentuk pujian sebenarnya hanyalah milik Allah Taala. Ketika semua hal ini tertanam dengan kokohnya di dalam hati seseorang, maka inilah satu posisi spiritual dari berdiri; orang itu harus ditegakkan dengan kokohnya pada butir ini. Kemudian dimengerti bahwa seseorang itu berdiri sesuai dengan kondisinya. Jadi, bahwa ia itu haruslah mendapatkan keadaan spiritual ini. Jadi, hatinya akan berdiri dengan sikap posisi berdiri yang sama dengan tubuhnya dan inilah sikap posisi berdiri dari segi kerohaniannya. Ketika ia mengucapkan Subhaana rabbiyal adhiim dalam keadaan ruku’, ketika engkau berserah diri kepada seseorang maka engkau itu kadang-kadang membungkukkan dirimu kepada orang tersebut. Jadi, oleh karena itu persyaratan dari Ke-Agungan dan Kemuliaan Allah Taala itu meminta agar engkau itu berserah diri, membungkukkan diri. Jadi, ketika seseorang itu menyebutkan Ke-Agungan dan Kemuliaan dari Allah Taala maka ia itu akan membungkukkan diri di hadapan Allah Taala dan memperlihatkan perasaan sentiment yang sama dari hatinya dengan menjalani posisi dari ruku’ ini. Setelahnya itu ialah statemen yang ke-3 nya adalah Subhaana rabbiyal ‘alaa. ‘Alaa berarti ketinggian, kemuliaan dan inilah butir yang paling tertinggi dalam menyebutkan derajat tertinggi dari keistimewaan, kebesaran, keagungan dan kemuliaan-Nya. Ini adalah satu kata yang menunjukkan titik tertinggi dari keistimewaannya itu. Ini di dalamnya itu memerlukan sikap posisi badan dalam bersujud karena ketika engkau itu berserah diri kepada Sang Wujud Yang adalah Tertinggi dari semuanya itu maka dengan sendirinya orang itu haruslah sama sekali menyerahkan dirinya dan melakukan sujud. Ketika seseorang itu mengucapkan Subhaana rabbiyal ‘alaa ia harus dengan serta merta melakukan gerakan bersujud dan secara pisik pun ia itu harus menunjukkan perasaan yang sama dengan apa yang ada di dalam hatinya. Sesuai pernyataan deklarasi ini, yang ia keluarkan dari mulutnya maka ia pun perlu bahwa posisi pisiknya pun memasuki keadaan bersujud. Jadi, inilah hal-hal yang harus berjalan bersama-sama dengan kata-kata ini yang diucapkan oleh mulutnya, yang kemudian sesuai dengan hal tersebut ada 3 macam kondisi pisik yang digambarkan di sana. Lidah yang merupakan satu bagian dari tubuh mengucapkan sesuatu di mana tubuh pun menjalani yang sama dengan apa yang diucapkan itu. Hal yang ke-3 adalah lidah itu di-ikut-sertakan di dalam ibadah bersamaan dengan kondisi sikap posisi badannya. Jadi, demikianlah dua hal yang adalah ekspresi dari kata-kata dan kondisi posisi pisik tubuh, kedua-duanya yang ada di sana ketika sedang melakukan Shalat. Meng-Agungkan dan Memuliakan Allah Taala ada di sana ketika sedang melakukan ruku’ dan sujud dan hal ketiganya yang jika perkara ini tidak ada di sana maka Shalat itu tidaklah sempurna dan apa yang ke-3 itu ialah hati. Adalah sangat esensial bahwa hati itu harus berada di dalam satu keadaan sedemikian bahwa apa pun yang diucapkan oleh lidah dan apa pun yang diindikasikan oleh tubuhnya, maka hal tersebut harus direfleksikan pada keadaan hatinya. Jadi semua ke-3 hal ini haruslah ada secara bersama-sama, ucapan dari lidah, ekspresi dari gerakan tubuh yang bersamaan dengan refleksi dari kondisi hati. Bilamana Allah Taala melihat pada orang yang sedang memuji kepada Allah Taala, maka Dia pun berdiri dengan cara yang sama sebagaimana orang yang sedang memanjatkan pujian, di mana ia berdiri dengan ruh nya yang juga berada dalam keadaan Shalat. Hatinya pun berdiri dalam posisi dari Shalat. Bukan saja tubuhnya, tetapi ruh, jiwa spiritnya pun berdiri dengan cara yang sama. Ketika ia mengucapkan Subhaana rabbiyal adhiim maka ia itu harus melihat bahwa ia itu bukan saja meng-ekspresikan kemuliaan dari Allah Taala, tetapi bersamaan dengan itu ia pun membungkukkan dirinya, melakukan keadaan merendahkan dirinya. Jadi, semua ke-3 perkara ini harus dikerjakan secara bersama-sama. Akhirnya, ketika ia berserah diri kepada Allah Taala dalam bersujud, maka ia pun menyerukan pujian atas Ketinggian dan Keistimewaan dari kedudukan Allah Taala ini. Gerakan dari tubuhnya juga mengindikasikan bahwa perasaan yang sama pun harus ada di dalam hatinya. Jadi, lidah itu meng-ekspresikan sesuatu, tubuh pun memperlihatkan sesuatu dan perasaan pun mengikuti kondisi tersebut. Di mana hati pun berada dalam keadaan bersujud di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanyalah kalau keadaan seperti itu ada di sana maka orang itu baru akan merasa puas karena inilah arti dari Yuqimunash Shalat. Inilah sebenarnya atanggung-jawab dari semua orang yang beriman bahwa semua ke-3 kondisi tersebut harus ada di sana di dalam diri orang Mukmin. Jika lidah meng-ekspresikan sesuatu maka tubuh pun harus mendukungnya dan memperlihatkan hal yang sama. Perasaan yang sama pun harus ada di dalam lubuk hatinya yang mendalam.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa jika kondisi tersebut tidak terdapat di sana maka orang itu tidak akan merasa puas yang sebenar-benarnya. Sekarang pertanyaan yang timbul adalah bagaimana orang itu dapat menciptakan kondisi yang demikian itu? Jawabannya hanyalah bahwa orang itu haruslah melakukan Shalat-shalatnya secara regular dan amat dawwamnya. Orang janganlah merasa takut jika pikiran seperti ini datang pada pikirannya ketika dalam Shalat. Jawabannya dari masalah ini ialah bahwa orang itu harus mendirikan Shalat-shalatnya 5 waktu dalam sehari dengan jalan sedemikian rupa yang itulah sebenarnya apa yang diperlukan di dalam ajaran dari Islam. Janganlah sampai timbul adanya keraguan dan banyak pikiran dengan berbagai bujukan dan gangguan yang datang pada orang tersebut. Janganlah orang merasa khawatir tentang hal tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa ada perjuangan pada awalnya, tetapi janganlah orang itu merasa lelah dan janganlah sampai orang itu merasa putus asa, orang itu janganlah sampai putus pengharapan. Orang itu harus terus dan senantiasa berdoa kepada Allah Taala seperti apa yang sudah saya katakan, kemudian jika ternyata ada pikiran, ada godaan dan berbagai hal yang terlintas di dalam pikiran dari orang itu, jika orang itu menggunakan lidahnya tetapi ada perkara lain yang menguasai pikirannya, maka orang itu harus berusaha dan melakukannya dengan lebih amat konsisten lagi, dengan selalu memohon bantuan dan pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang harus terus dawwam di dalam Shalat-nya dan orang itu harus terus menerus meminta pertolongan dari Allah Taala. Pada akhirnya satu keadaan akan datang, ketika datang saatnya Allah Taala akan menolong orang tersebut. Tidak ada yang lebih besar dari wasifa daripada Shalat di mana Shalat itu harus diulangi dan diulangi lagi, diulangi lagi. Semua permohonan ini yang diulang-ulangi dengan jalan Shalat, inilah sebenarnya ada termasuk segalanya di dalamnya. Orang kadang-kadang memintanya dengan Shalat sedemikian yang bisa di-ulang dan di-ulangi lagi; jawaban yang diberikan oleh-Nya adalah bahwa Shalat itu adalah seperti itu dan inilah sebenarnya apa yang dikatakan Shalat itu. Di dalam Shalat ada ucapan doa shalawat, ada ucapan salaam, pokoknya segala sesuatu ada di dalam Shalat ini. Semua perkara ini yang sebenarnya memperlihatkan Tanda dari Allah Taala yang semuanya ditaruh bersama-sama di dalam Shalat ini. Dengan melalui Shalat, orang akan dapat mengatasi kegelisahannya, ke-khawatirannya dan mengatasi permasalahannya, keadaannya yang sulit akan dapat teratasi, akan dapat terselesaikan . Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. ketika ia menghadapi sesuatu keadaan yang mengkhawatirkan, yang menakutkan, beliau selalu berdiri dalam Shalat. Allah Taala berfirman: 

Alladziina aamanuu wa tathma-innu quluubuhum bi dzikrillaahi alaa bidzikrillaahi tathma-innul quluub.

Surah Al-Ra’du (13) ayat 29:
Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ketahuilah, dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenteram.

Bahwa, tidakkah engkau mengetahui bahwa mengingat Allah Taala itu adalah satu hal yang benar-benar memberikan kepuasan penuh dan ketenteraman di dalam hati; shalat itu adalah satu sarana yang besar untuk keperluan tersebut. Jadi, inilah standard yang harus dapat diraih. Bukan saja kita itu harus dawwam di dalam Shalat-shalat kita, tetapi setiap butir particle dari bagian tubuh kita dan dari jiwa kita itu harus senantiasa bersujud dan berserah diri kepada Allah Taala. Shalat-shalat ini harus tercurah dari hati kami yang harus membuat kita itu cinta kepada Allah Taala. Kita itu harus dapat melihat sebuah revolusi yang didatangkan pada hati dan jiwa kami sehingga Allah Taala itu ridha dengan kita. Semoga hendaknya Allah Taala membuat kami demikian dan memberi taufik dan kemampuan kepada kami untuk dapat melihat perubahan dan revolusi spiritual kerohanian kami. Aamiin.

San Jose-California-USA, February 25, 2008 / Mersela, 28 Pebruari 2008