21 Maret 2008, di Masjid Agung Baitul Futuh, London, UK
Huzur membahas perwujudan sifat Allah Al-Halim, Yang Maha Penyabar dalam diri Rasulullah Saw yang mendekati kesempurnaan.
Huzur bersabda, Allah telah memerintahkan kaum mukminin yang beriman kepada-Nya agar dapat mewujudkan berbagai sifat Ilahi sesuai dengan tingkat kemanusiaan mereka. Dan Rasulullah Saw adalah insan yang telah diberi karunia terbesar untuk dapat melaksanakannya. Seluruh segi kehidupan beliau yang merupakan contoh nyata perwujudan berbagai macam sifat Allah Swt, pada dasarnya merupakan melimpahnya sifat penyabar beliau. Huzur menerangkan beberapa contoh di antaranya.
Suatu kali, datang seseorang ke hadapan Rasulullah Saw. Kemudian berusaha mencuri-curi kesempatan untuk mengusap-usap janggut berberkat beliau. Maka Hadhrat Umar a.s. menjadi berang atas ketidak-sopanannya tersebut, dan mencegahnya dengan mengacung-acungkan pedang beliau ke arah tangan orang tersebut. Akan tetapi Rasulullah Saw memerintahkan Hadhrat Umar untuk menghentikan perbuatannya, seraya bersabda janganlah berbuat kasar seperti itu.
Zaid ibnu Su`nah, salah seorang ulama besar Yahudi di Madinah, mengisahkan betapa Allah Swt telah berkenan memberinya petunjuk hidayah untuk menerima Islam, yakni karena telah mengenali semua tanda-tanda Kerasulan Muhammad Saw ketika melihat wajah beliau, kecuali dua hal, ialah sifat penyabar beliau yang istimewa, yang tetap dominan meskipun tengah menghadapi kekasaran yang melampaui batas. Zaid ibnu Su`nah meriwayatkan: Suatu hari, seorang Bedouin, datang dengan mengendarai kuda, menghadap kepada Rasulullah Saw seraya berkata: 'Ya Rasulullah, sebagian dari kaumku dari suku anu telah baiat menerima Islam. Ini karena antara lain aku berkata kepada mereka, bila kalian masuk Islam maka niscaya harta benda kalian pun akan bertambah-tambah. Akan tetapi, pada saat ini mereka tengah menghadapi kelaparan dikarenakan tak ada hujan untuk mengairi ladang perkebunan mereka. Maka aku pun menjadi risau, jangan-jangan mereka akan keluar lagi dari Islam disebabkan sifat tamak mereka yang mendasari mereka masuk Islam. Oleh karena itu sudikah tuan memberi mereka sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhan pangan mereka ?.'
Rasulullah Saw pun menatap wajah Hadhrat Ali r.a., dan mendapati jawaban tak ada lagi sesuatu yang dapat disedekahkan.
Zaid ibnu Su'nah segera mendekati Rasulullah Saw dan berkata: 'Bila tuan mau, sewa-lah sebuah kebun kurma yang dapat aku urus untuk satu musim.'
Rasulullah Saw menjawab: 'Ya, tapi tidak begitu. Aku akan menyewa sejumlah pohon kurma untuk suatu musim, namun tidak bergantung di kebun yang mana.'
Suatu perjanjian tertulis pun dibuat, bahwa sejumlah pohon kurma telah disewa atas nama Zaid ibnu Su'nah, kemudian Rasulullah Saw membuka dompet pribadi beliau untuk membayar uang panjarnya, seraya bersabda: 'Bantulah mereka [yang sedang dilanda kelaparan] dengan kurma ini, bagikanlah dengan seadil-adilnya.'
Selang beberapa waktu kemudian, dua atau tiga hari sebelum perjanjian sewa menyewa kebun itu berakhir, Zaid ibnu Su'nah menemui Rasulullah Saw yang dengan kasarnya menjambak jas-kemeja beliau seraya menghardik: 'Hai Muhammad! Mengapa kau tak melunasi kewajiban hutang atas namaku ?! Aku tak mengenali keluargamu selain menjunjung tinggi kewajiban hutang. Dan aku pun mengetahui kebaikan kaummu.'
Kemudian ia melihat wajah Hadhrat Umar r.a. yang menjadi naik pitam dan berkata: 'Hai musuh Allah! Apakah kamu sungguh-sungguh berkata dengan kasar terhadap Rasulullah Saw seperti apa yang aku dengar barusan ? Sungguhkah kau berbuat kasar seperti apa yang aku saksikan ? Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, seandainya beliau segera berlalu, aku pun akan memenggal kepalamu !
Namun Rasulullah Saw yang menatap wajah Zaid ibnu Su'nah dengan sabar dan tenang, besabda: 'Wahai Umar! Alih-alih mengumbar amarah, afdol-lah kita lunasi saja kewajiban hutangnya. Pergilah bersamanya Umar, lunasi hutangnya, dan beri dia tambahan extra 22 (dua puluh dua) sa'a` (=44 kilogram) kurma sebagai kompensasi karena engkau telah membuatnya ketakutan. Maka Hadrat Umar pun mentaati perintah Rasulullah Saw. Kemudian beliau menanyai Zaid ibnu Su'nah mengapa ia bersikap dan berkata-kata kasar kepada Rasulullah Saw sehingga membuat dirinya marah; Zaid ibnu Su'nah menjawab dikarenakan ia sudah mengenali dua tanda kerasulan yang benar ketika melihat wajah Rasulullah Saw, namun satu yang belum tampak, ialah sifat penyabar beliau yang luar biasa, yang mengungguli sifat mudah tersinggungnya. Dan bahkan memperlihatkan kesabaran yang tiada tara ketika menghadapi kekasaran yang berlebihan. Kini aku sudah menyaksikan dua tanda kebenaran Kerasulan beliau itu. Aku menerima Allah sebagai Tuhan Yang Maha Tunggal, Islam sebagai agama pilihanku, dan Muhammad sebagai rasulku yang sejati. Maka dengan ini aku serahkan separuh dari seluruh harta bendaku kepada Jamaah Muhammad Saw !
Huzur bersabda, riwayat semacam ini bukan hanya satu dua, melainkan mencapai ribuan dan banyak di antaranya yang belum sampai kepada kita.
Hadhrat Aisha r.aa meriwayatkan, suatu kali beliau masak untuk Rasulullah Saw dan tamunya. Tetapi, pada saat yang sama kebetulan Hadhrat Hafsa r.aa (istri Rasulullah Saw yang lain) pun memasak sesuatu makanan. Hadhrat Aisha yang cemburu memerintahkan pembantunya untuk membuangnya, bahkan piringnya menjadi pecah. Namun Rasulullah Saw segera memungutinya yang masih dapat dimakan, dan mengirimkan masakan Hadhrat Aisha kepada Hadhrat Hafsa sebagai kompensasi tanpa memperlihatkan sesuatu kemarahan pada wajah beliau yang berberkat itu.
Huzur bersabda, contoh akhlak fadillah Rasulullah Saw ini bukan hanya untuk kaum awalin saja, melainkan juga untuk kita semua kini dan seterusnya. Bukan hanya untuk didengar atau dibaca, melainkan untuk difahami dan dilaksanakan.
Huzur bersabda, banyak keluhan yang sampai kepada beliau berkenaan dengan kekerasan di dalam rumah tangga yang menimpa para pembantu ataupun istri-istri. Bahkan banyak di antaranya yang harus dirawat di rumah sakit. Di Europa pun polisi harus ikut turun tangan. Pada beberapa kasus, banyak ibu mertua dan atau ipar perempuan memukuli mantu atau iparnya yang miskin. Huzur bersabda, maka contoh ajaran perilaku akhlak dan budi pekerti halus Rasulullah Saw perlu dilaksanakan.
Huzur meriwayatkan satu insiden dalam Fatah Mekkah ketika Safwan bin Umayah [salah seorang pemuka kaum kufar Mekkah] melarikan diri, pengampunan pun diberikan kepadanya dengan jaminan dari Rasulullah Saw. Ketika berita gembira ini sampai kepadanya, ia minta bukti bahwa keselamatan jiwanya terjamin. Maka Rasulullah Saw pun mengirimkan sorban beliau yang dipakai ketika menaklukkan kota Mekkah. Namun Safwan bin Umayah meminta waktu dua bulan [untuk menyerahkan dirinya]. Tetapi Rasulullah Saw bahkan memberinya kesempatan hingga empat bulan.
Inilah sesungguhnya sebagaimana yang beliau sabdakan: Manusia sejati bukanlah mereka yang semata-mata berhasil menaklukkan musuh, melainkan mereka yang dapat mengendalikan nafsu amarahnya.
Suatu kali Rasulullah Saw menyaksikan dua orang bertikai sengit, maka beliau menasehati mereka suatu hal yang dapat mengendalikan nafsu amarah, ialah segera beristighfar dan mohon perlindungan Allah dari segala godaan syaithan yang terkutuk. Huzur bersabda, Rasulullah Saw tidak pernah menunjukkan sesuatu amarah atas dasar emosi pribadi, melainkan senantiasa semata-mata berkaitan dengan syariat agama-Nya.
Suatu kali datang seseorang kepada Rasulullah Saw mengeluhkan dirinya sudah berbuat baik kepada sanak saudaranya, akan tetapi keburukanlah yang ia terima sebagai balasannya ? Rasulullah Saw menjawab, berbagai amal shalihnya akan menutupi keburukan sanak saudaranya itu. Maka jika ia senantiasa dawam beramal shalih, bantuan Allah akan datang menyertainya. Allah menyukai dua sifat manusia; ialah penyabar dan menjaga harga diri.
Huzur bersabda, beliau telah menerangkan sifat-sifat penyabar yang berkaitan dengan kasih sayang, pengampun, toleransi, murah hati dan menahan amarah. Semua itu sangat penting untuk perbaikan kehidupan masyarakat dan juga rohani yang hendaknya diterapkan oleh setiap orang Ahmadi.
Huzur kemudian menyampaikan beberapa peristiwa dalam kehidupan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang adalah abdi sejati Rasulullah Saw, juga memperlihatkan sikap penyabar yang sama. Beliau bersabda:
“Dengan beberapa pengecualian, segala kelemahan dan suka merajuk yang merupakan sifat khas wanita, hendaknya dapat dimaklumi. Sungguh memalukan bila seorang pria sampai hati menghantam wanitanya karena hal tersebut.” (Malfuzat vol. 1 p. 307) Essence of Islam vol. III p. 313
Seorang pembantu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengatakan, bahwa ketinggian akhlak dan budi pekerti beliau sungguh luar biasa. Di sepanjang hidup beliau tidak pernah sekalipun mengeluarkan kata-kata yang merendahkan ataupun kasar terhadap dirinya, meskipun seringkali ia merasa tidak becus ataupun lambat dalam melaksanakan pekerjaan. Bahkan dalam situasi sakit pun, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. tidak pernah menunjukkan sesuatu kerewelan yang umumnya terjadi pada manusia kebanyakan. Beliau tidak pernah menyuruh orang-orang di dekat beliau agar tenang karena beliau sedang menderita sakit kepala yang sangat. Sifat pribadi beliau ketika sedang sakit tetap sama baiknya manakala sedang sehat.
Banyak lawan beliau yang datang dengan caci maki atau berkata-kata kasar, namun beliau hanya bersabar mendengarkannya. Artinya, beliau sudah menunjukkan sifat budaya akhlakul-karimah. Sesuai dengan sabda beliau, bahwa 'nafs' (jiwa pribadi) beliau sudah menjadi Muslim (damai). Betapapun kasarnya kata-kata lawan yang dilontarkan kepada beliau, tak akan dapat menggoyahkan sifat 'nafs muthmainah' beliau.
Suatu kali, untuk menjawab tulisan bernada kasar terhadap diri beliau di dalam surat kabar, beliau senantiasa menunjukkan kesabaran dan bersabda, kaum kufar pun bersikap kasar terhadap Rasulullah Saw yang bersabda, bahwa apa lagi yang beliau harus lakukan, mereka telah melecehkan Allah yang telah memanggilnya dengan sebutan Muhammad (yang artinya yang terpuji). Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, Allah Swt pun menyampaikan kabar suka kepada beliau, bahwa Dia telah memuliakan namanya di langit.
Huzur kemudian mengutip satu bait syair Urdu gubahan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang telah banyak diterjemahkan orang, ialah:
“Sebagai reaksi atas pelecehan mereka, aku malah mendoakannya
Sifat kasih sayangku jauh lebih kuat, dapat mengalahkan sifat amarah”
Membacakan lebih lanjut beberapa peristiwa dalam kehidupan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., Huzur menerangkan bahwa Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, meskipun tamu yang datang melecehkan, namun tetap harus dimaklumi karena mereka bukan anggota Jemaat. Dan Rasulullah Saw pun pernah bersabda, bahwa orang yang datang bertamu [kepada orang suci] memiliki hak yang sama dengan orang yang dikunjunginya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, memperlakukan buruk tamu seperti itu adalah dosa.
Menyimpulkan khutbah beliau, Huzur bersabda, gambaran yang luar biasa dari sifat Allah Al-Halim ini adalah sungguh pribadi Rasulullah Saw, yang pada zaman sekarang ini adalah Hadhrat Masih Mau'ud a.s sebagai abdinya yang sejati, yang telah berhasil mengikuti jejak langkah dan menunjukkan contoh nyatanya kepada kita sekalian. Semoga Allah memudahkan kita untuk menerapkan berbagai sifat Ilahi ini.
transltByMMA/LA.032109
Please note: Department of Tarbiyyat, Majlis Ansarullah USA takes full responsibility of anything that is not communicated properly in this message.